Mohon tunggu...
Kamni iwan
Kamni iwan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta hair stylist sekaligus owner boyz two men salon

Lahir jakarta 15 desember 1962. Jenis kelamin: pria

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nyinyiran Politik Seremoni Asian Games

20 Agustus 2018   15:32 Diperbarui: 20 Agustus 2018   15:52 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bagi kebanyakan orang khususnya netizen yang bersikap netral tak tersandera urusan politik menjelang pilpres, menilai perhelatan Akbar Asian Games dari open ceremony-nya pasti mengatakan spektakuler, kalau memang dianggap berlebihan bila dikatakan amazing.

Apalagi Jokowi sebagai kepala negara bukan sekadar meresmikan pembukaannya tapi juga berperan ''heroik" sebagai aktor utama dalam klip film yang ditayangkan pada acara itu.

Memang harus diakui klip film yang diputar dalam event olah raga tersebut bukanlah ide original pihak penyelenggara di sini, sebelumnya negara Inggris dan Jepang pun pernah menampilkan kemasan yang sama dalam hajat yang hampir sama pula, menjadikan pemeran tokoh sentral di negaranya seperti Ratu Elizabeth, PM Jepang Shinzo Abe sebagai aktor utama klip filmnya.

Kita tak ingin terjebak dalam persoalan genuine atau tidak genuine terhadap konsep idenya, tapi kita harus melihat sosok Jokowi secara jujur,  mengapa Jokowi bersusah-payah melakukan itu.

Menurut hemat saya. Bila Jokowi menginginkan sesuatu event untuk bangsa yang akan dipandang dunia haruslah dibuat sedetail mungkin, dengan kemasan standard trend kekinian agar mempunyai daya jual citra Indonesia dimata dunia.

Ia tak mau perhelatan ini hanya sekedar digarap oleh kalangan profesional dan panitia kerjanya saja tanpa sentuhan dariNya, Ia bukan seperti itu, Ia termasuk type perfeksionis bila untuk suatu pertaruhan atas nama bangsa dan rakyatnya, Ia sendiri harus punya peran signifikan di dalamnya sebatas kemampuannya, dan ini terbukti, perhelatannya menuai sukses dengan ditandai komen-komen positif netizen dari berbagai kalangan, bukan saja datang dari rakyatnya bahkan meluas sampai kepublik mancanegara.

Sekarang kita sudahi dan tak lagi mengulas perhelatannya, yang memang akbar dan sukses, tapi kita akan mengkritisi sikap komentar lawan kubu politik Jokowi yang nyinyir atas keberhasilan hajat besar bangsanya sendiri.

Ratna Sarumpaet mantan aktivis sosial pejuang kemanusiaan yang kini jadi politisi oplosan, seolah jadi sedih mencari simpati dengan cuitannya di media sosial yang mengaitkan hajat ini dengan keprihatinan bencana alam di Lombok, yang menurut saya jauh dari statemen bijak seorang panutan malah justru beraroma tendesius provokatif.

Yang lebih lucu ada juga di antara mereka mempermasalahkan peran pengganti (stunt man) dalam adegan berbahaya Jokowi, seperti ocehan petinggi demokrat yang mendikte Jokowi harus jujur terhadap siapa pemeran penggantinya, juga Ust. Tengku Zulkarnaen mencuit di twiternye: "Jokowi yang selama ini mengkondisikan diri sederhana merakyat tapi berapa milyar harus bayar stuntman nya"...Dan yang membuat heboh juga soal stuntman ketinggalan cincin kawin menjadi sorotan netizen kubu rival petahana juga.

Hebat sekali...sepertinya para politisi kini beralih profesi menjadi kritikus film dadakan yang mengkritisi sebuah scene adegan film sedetail juri FFI, sampai masalah plat nomor bodong sepeda motor yang dipakai Jokowi beraksi pun tak luput dalam penilaian juri.

Seperti inilah perilaku  politisi yang demi meraih kekuasaan, tidak malu untuk bersikap bodoh kekanakan, jauh dari kedewasaan berpikir orang pada umumnya.

Saya sudah tak heran lagi pada sikap mereka, itu mungkin sudah dalam skenario mereka untuk program su'uzonisasi pada jokowi yang disosialisasikan kepada masyarakat luas kelas bawah demi mengcounter keberhasilan pemerintahan Jokowi.

Bila para politisi ingin membodohi untuk segmen masyarakat bodoh (malas berpikir) ya masuknya harus jadi orang bodoh pula, agar statementnya bisa diterima untuk dipahami, yang lambat-laun tanpa disadari ia pun menjadi bodoh sungguhan karna sering menghayati peran bodohnya dengan sempurna.

Itulah mengapa acap kali melihat para Politisi atau Agamawan yang berafiliasi pada partai oposisi, kadang statementnya dimuka publik seperti norak bodoh memalukan, tapi sesungguhnya apakah Ia sedang menghayati perannya...? atau memang sudah jadi bodoh sungguhan akibat terkontaminasi beban tugasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun