Grab atau Uber adalah entitas kapitalis murni dengan modal yang sangat kuat. Grab yang berbasis di Singapura, misalnya, di Indonesia membawa bendera PT Solusi Transportasi Indonesia, mendapat dukungan modal antara lain GGV Capital, dan SoftBank. Konglomerasi Indonesia Grup Lippo, juga menjadi salah satu pemodalnya. Saat ini valuasi Grab ditaksir USD1 miliar (Rp 13,1 triliun).
Sedang Uber, di Indonesia di bawah perusahaan Uber Asia Limited. Induknya didirikan pada 2009 oleh Travis Kalanick dan Garrett Camp, basisnya di San Fransisco. Perusahaan ini juga mendapatkan dukungan modal dari berbagai korporasi. Saat ini Uber sudah masuk di lebih dari 300 kota di 68 negara. Menurut PricewaterhouseCoopers, pada 2025 valuasinya ditaksir USD335 miliar (Rp 4.407 triliun).
Memaksimalisasi profit tentu saja sah-sah saja, selama tidak menabrak regulasi yang ada dan tidak membawa efek destruktif untuk ekonomi, sosial, dan lingkungan dan tidak mengaburkan prinsip ekonomi berbagi sesungguhnya. Sejauh ini, kita tak melihat hal tersebut muncul di tiap perusahaan transportasi berbasis aplikasi.
Pascal Ryffel, dalam tulisannya yang berjudul 'Don't buy into Uber Myths' di Edmonton Journal edisi November 2015, misalnya, menuliskan terdapat 173 kasus pelanggaran hukum yang didapat Uber Taxi di Amerika, negara yang merupakan tempat Uber berasal.
Hingga pertengahan 2015, protes terhadap taksi berbasis aplikasi juga terjadi di Jerman, Spanyol, Prancis, Inggris, Australia, juga Amerika terkait masalah kemanan. Pada Juni 2015, dua petinggi Uber Prancis, Thibaud Simphal dan Peirre-Dimitri Gore-Coty ditahan karena masalah legalitas dokumen perusahaan.
Daftar kasus terkait dapat Anda telusuri lebih jauh dalam dokumen di Wikipedia yang dinamakan Legal status of Uber's service.
Di Indonesia, kemunculan perusahaan ini tak jauh berbeda kadar brutalnya. Masyarakat dininabobokan oleh harga murah dan efisiensi, sementara perusahaan yang menaungi bisa lenggang kangkung menumpuk keuntungan tanpa taat aturan. Memalukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H