[caption caption="Sumber: memeburn.com"][/caption]Salah satu konsep ekonomi yang diusung transportasi berbasis aplikasi adalah sharing economy atau ekonomi berbagi. Apakah itu? Bagaimana mekanismenya? Betulkah perusahaan transportasi berbasis aplikasi menerapkan ekonomi berbagi?
Prinsip dasar dari konsep ekomoni berbagai adalah 'peer-to-peer' atau berbagi antar sesama pelaku bisnis atau dalam sebuah jaringan yang memang dibentuk untuk mengatur semuanya.
Benita Matofska dari organisasi The People Who Share, mendefinisikan ekonomi berbagi sebagai sebuah ekosistem sosio-ekonomi yang dibangun dari berbagi sumber daya baik manusia maupun barang. Di dalamnya termasuk berbagai tentang kreasi, produksi, distribusi, perdagangan dan konsumsi barang dan jasa oleh orang yang berbeda dan organisasi.
Ada 10 komponen dalam membangun ekonomi berbagi ini: manusia, produksi, sistem dan nilai, distribusi, planet, kekuatan, hukum berbagi, komunikasi, kultur dan berkelanjutan. Yang terpenting dari itu semua adalah: ekonomi berbagi menekankan prinsip perwujudan harmoni yang tersinergi antar manusia dan juga dengan alam. Inilah poin utamanya.
Bagaimana Contohnya?
Jan Lee dari Triple Pundit pada akhir 2013, misalnya, pernah melakukan crowdfunding untuk membiayai beragam bisnis sosial yang memecahkan permasalahan untuk kelompok-kelompok rentan dalam masyarakat. EdX, sebuah situs web yang dibuat oleh para profesor untuk berbagi sumber belajar secara gratis atau sangat murah juga termasuk penerapan ekonomi berbagi. Carpooling hingga pengelolaan makanan tak terkonsumsi untuk masyarakat miskin, misalnya, juga termasuk ke dalam prinsip ekonomi berbagi.
Sekarang kita lihat perusahaan transportasi berbasis aplikasi. Perusahaan seperti ini sejatinya memang merupakan keniscayaan dalam abad teknologi yang lebih menekankan efisiensi. Praktiknya adalah dengan membuat inovasi yang berbasis crowdsourcing: mendayagunakan kepemilikan orang lain (driver) dalam pengadaan armada (jaringan).
Sekilas, perusahaan-perusahaan tersebut memang mempraktikkan sharing economy, akan tetapi, sejatinya tidaklah demikian.
Dalam istilah Giana Eckhard dan Fleura Bardhi, dua ekonom dari Inggris, dalam artikel The Sharing Economy isn’t about Sharing at All di “Harvard Business Review” edisi Januari 2015, menyebut perusahaan transportasi berbasis aplikasi tersebut bukanlah melakukan sharing economy, melainkan access economy: pemanfaatan terselubung atas crowdsourcing dengan motif ekonomi utilitarian, bukan keberlanjutan.
Ekonomi berbagi adalah tentang bagaimana anggota masyarakat yang biasanya sudah saling mengenal—atau diperkenalkan oleh teknologi informasi—berbagi sumberdaya tanpa motif keuntungan, walau transaksi finansial tak haram sepenuhnya.
Sementara itu, perusahaan seperti Grab dan Uber, justru dengan vulgar berdiri di atas azas maksimisasi profit. Dengan kata lain, perusahaan-perusahaan tersebut menjalankan bisnisnya dengan melanggar sekaligus memanfaatkan kesalahkaprahan masyarakat tentang prinsip ekonomi berbagi.
Bahkan dibanding perusahaan dengan prinsip ekonomi konvensional dalam logika kapitalisme murni, perusahaan seperti Grab dan Uber dapat dikatakan lebih rakus dalam meraih profit, sebab mereka tidak membayar buruh, tidak menyediakan asuransi, tidak terbuka dengan data pajak, serta tidak mengadakan infrastruktur memadai (kecuali logaritma dan big data). Mereka hanyalah perantara yang memanfaatkan celah kemubaziran yang ada.