Mohon tunggu...
Kamila Kurnia
Kamila Kurnia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Lifelong learner

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Toxic Productivity

9 Juni 2022   14:50 Diperbarui: 9 Juni 2022   15:51 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sibuk atau produktif?

Kebanyakan dari kita tentu akan memilih pilihan kedua, yakni produktif. Setiap orang memiliki perspektif berbeda dalam memandang produktif. Pada umumnya, produktif merupakan keadaan dimana seseorang dapat menghasilkan sesuatu.

Apakah kalian pernah menemukan seseorang yang terlihat sangat produktif di sosial media kemudian merasa insecure?Hal tersebut merupakan hal yang lumrah.

Produktif merupakan hal yang baik dan tidak ada salahnya apabila kita termotivasi untuk itu. Namun, perlu diingat bahwa terobsesi untuk produktif sehingga memaksakan diri melebihi batas kemampuan merupakan hal yang toxic atau dapat disebut dengan toxic productivity.

Toxic productivity terjadi ketika seseorang memiliki banyak keinginan dalam satu waktu sehingga terus-menerus bekerja untuk mewujudkannya. 

Toxic productivity akan membuat seseorang merasa useless ketika mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan pekerjaan, seperti menonton film, bermain bersama teman, dan bahkan sekedar untuk beristirahat. Hal tersebut tentu akan membuat work-life balance seseorang buruk, terganggunya kesehatan fisik dan mental, kurang bisa menghargai diri sendiri, serta kehilangan kontrol atas dirinya sendiri.

Berikut ciri-ciri toxic productivity :

1.Kompetitif yang berlebihan

Tidak ada salahnya untuk menjadi kompetitif apabila kita dapat memberi batasan. Tak jarang, rasa kompetitif ini membuat kita merasa insecure atau rendah diri karena merasa tidak seproduktif orang lain. Akibatnya, kita merasa harus lebih produktif dan bekerja keras melampaui orang lain. Hal tersebut tentu tidak baik karena pikiran kita akan tertekan sehingga kita tidak bisa menghargai diri sendiri.

2.Merasa bersalah jika beristirahat

Toxic productivity akan membuat seseorang terobsesi untuk produktif sehingga merasa bersalah jika tidak melakukan sesuatu. Bahkan, toxic productivity dapat membuat seseorang bangga dengan jam kerjanya yang lama dan minimnya waktu istirahat.

3.Terganggunya work-life balance

Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa toxic productivity dapat membuat work-life balance seseorang terganggu. Kurangnya waktu istirahat tentu akan berdampak terhadap kesehatan fisik seseorang. 

Selain itu, tekanan yang dihadapi seseorang dengan toxic productivity sangat besar sehingga rentan untuk stress dan mengalami gangguan kesehatan mental lainnya. Tidak jarang, toxic productivity membuat kehidupan sosial seseorang terganggu karena orang tersebut merasa bersosialisasi adalah hal yang buang-buang waktu.

Lalu, bagaimana cara untuk menghadapi toxic productivity? Hal yang dapat kita lakukan yakni :

1.Membuat skala prioritas

Skala prioritas dapat membantu kita untuk fokus dalam mengerjakan suatu hal berdasarkan tingkat urgensinya. Selain itu, kita juga perlu menetapkan batasan waktu yang jelas dalam pekerjaan dan kehidupan pribadi. Hal tersebut tentu akan sangat bermanfaat bagi kesehatan fisik dan mental kita.

2.Fokus terhadap diri sendiri

Cobalah untuk fokus terhadap diri sendiri dan tidak membandingkan progress atau capaian diri dengan milik orang lain. Kita dapat mulai untuk menentukan tujuan jangka panjang dan jangka pendek agar terbantu untuk fokus. 

Jangan lupa untuk menetapkan tujuan yang realistis agar kita tidak tertekan dalam mencapainya. Selain itu, hargailah setiap proses yang dilalui karena hal tersebut akan membuat perjuangan kita lebih bermakna.

3.Luangkan waktu untuk diri sendiri

Menonton film, berolahraga, dan melakukan hobi bukanlah sesuatu yang salah. Kita dapat melakukannya sesekali untuk menghilangkan rasa lelah setelah cukup lama bekerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun