Mohon tunggu...
Kamilah Sadiyah
Kamilah Sadiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Agregasi Berita?

26 September 2023   12:51 Diperbarui: 26 September 2023   12:54 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah Agregasi Berita

Istilah agregasi berita menjadi salah satu terminologi yang diperdebatkan dalam konteks jurnalistik di Indonesia. Menurut Coddington (2019), agregasi berita atau news aggregator merupakan proses mengambil, menyalin, membentuk, dan menerbitkan kembali berita-berita tersebut dalam satu sajian singkat dan sederhana. Di samping itu, menurut Erawaty & Irwansyah (2019) agregasi berita adalah proses mengambil, membentuk kembali, dan menerbitkan kumpulan berita dalam bentuk baru. Jadi, agregasi berita dapat diartikan sebagai suatu proses mengambil, mengkurasi, dan mengumpulkan beberapa berita di internet yang memiliki kesamaan topik lalu membentuk dan menerbitkannya kembali pada sebuah situs dengan sajian yang lebih sederhana.

News Aggregator Goes Wrong?

Beberapa situs news aggregator yang dapat ditemui hingga saat ini adalah Google News, BuddyKu, Opera News, Microsoft News, Apple News, UpDay, dan lain sebagainya. Sedangkan, laman kurator berita yang sempat ramai pada masanya dan telah menutup layanan di Indonesia yakni LINE Today dan Babe News. Melalui news aggregator, berbagai macam berita disajikan dan dikategorisasi sesuai topik masing-masing. Berbagai kategori yang ada ialah kuliner,otomotif, olahraga, lifestyle, dan sebagainya. Apabila dilihat dari perspektif pembaca yang mengonsumsi berita, hal ini jelas mempermudah pencarian dan menyederhanakan tampilan tiap kategori. Pembaca dapat menemukan apa yang dicari hanya melalui satu situs tanpa harus melakukan pencarian yang lebih luas. Sayangnya, hal ini justru menuai pro dan kontra berkaitan dengan sumber penerbit berita. Menurut hasil penelitian Ginting, et al. (2019), pihak penerbit berita asal berpendapat bahwa aggregator seolah-olah menjadi pengendara yang bebas mengambil dan menyalurkan kembali berita-berita yang telah disajikan oleh penerbit asal. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia juga menyampaikan bahwa keberadaan aggregator di Indonesia cukup meresahkan bagi media online (Hukumonline.com, 2014). Situs aggregator dianggap dengan mudah mencomot berita yang telah disajikan oleh media-media online lalu mendapatkan keuntungan besar melalui iklan tanpa harus bersusah payah bahkan mengeluarkan biaya besar untuk peliputan. Belum lagi, pendapatan besar yang dimiliki tidak berimbang dengan pihak penerbit asal. Meskipun demikian, di sisi lain para aggregator menyampaikan bahwa pihaknya mendorong, meningkatkan eksposur publisher dan memudahkan pengguna menuju laman sumber berita (Maulana, 2021).

Algoritma, Pencarian, & Agregasi Berita

Lantas, untuk mengulas lebih lanjut mengenai perdebatan tersebut terdapat dua bahasan yang perlu dikaji yakni kaitan news aggregator dengan algoritma mesin pencarian dan dampak agregasi berita pada situs berita asal. Kaitan antara agregasi berita dengan mesin pencari (misalnya: Google) yakni tentang algoritma dan penyederhanaan pencarian. Algoritma sederhananya adalah sistem ranking website yang berguna dalam memberikan saran laman yang relevan dengan sebuah kata kunci yang dicari pada tampilan Google pengguna. Algoritma menjadi kunci penting dalam proses kurasi yang dilakukan para aggregator, algoritma berperan dalam menyediakan situs-situs berita teratas yang sering dikunjungi oleh pengguna Google kemudian berita dari situs-situs tersebut diolah untuk disederhanakan, dikumpulkan, dan diterbitkan kembali pada laman aggregator. 

Pada perspektif lain, algoritma justru berkaitan dengan dampak pada situs asli berita. Bukan tidak mungkin, pencarian akan lebih didominasi dengan keyword news aggregator ketimbang situs asli berita. Hal ini lantas menyebabkan algoritma mengalami perubahan, traffic lebih tinggi pada situs aggregator dan laman yang disarankan pada tampilan Google pengguna didominasi oleh situs-situs aggregator sebab sistem ranking website sangat dipengaruhi oleh traffic pengguna.

Di samping itu, agregasi berita dan kinerja mesin pencarian juga berkaitan dengan penyederhanaan pencarian yang dilakukan oleh pengguna/pembaca/pengunjung situs berita online. Hanya dengan mengetikkan kata kunci berita hari ini, mengunjungi situs aggregator dan meng-klik kategorinya, pembaca akan menemukan apa yang dicari. Bahkan, pengunjung situs berita online dapat menemukan berita baru melalui notifikasi dari website aggregator yang muncul pada gawainya.

Dampak Agregasi Berita

Dampak agregasi berita juga menjadi hal penting yang dapat diulas untuk mendalami perdebatan yang ada. Agregasi berita yang ada tidak dapat dipungkiri berdampak positif dalam hal memperluas pasar baik bagi para aggregator maupun publisher dari situs asli berita.
Agregasi berita tentu dapat memperluas wawasan para audiens yang dalam hal ini adalah pengguna/pembaca berita untuk mengetahui sumber-sumber situs yang tersedia pada laman aggregator. Namun, perbedaan perluasan pasarnya terletak pada global rank berdasarkan engagement rate yang diraih oleh keduanya. Berdasarkan pengamatan pada beberapa situs yakni Google News, Kompas.com, Detik.Com Viva.co.id, dan Okezone.com menggunakan similarweb.com, global rank berdasarkan user engagement lebih tinggi pada situs aggregator, hal ini dapat disebabkan oleh tingginya klik, interaksi seperti jumlah like, comment dan share, lama rata-rata pengunjung di sebuah halaman, tampilan halaman rata-rata, bounce rate, dan sejenisnya. Lantas, pada akhirnya pernyataan ini dapat berujung pada dampak negatif yang dialami oleh situs asli berita. 

Persoalan income yang didapat oleh situs berita asli baik dari engagement maupun iklan dapat menjadi salah satu dilema yang berkepanjangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendapatan media online salah satunya melalui hal-hal tersebut. Belum lagi, apabila user experience dalam hal satisfaction telah terpenuhi dengan membaca cuplikan informasi berita pada laman aggregator. Dengan demikian, pembaca tidak lagi merasa perlu mengunjungi situs berita asli. Oleh karena itu, seringkali news aggregator dianggap tidak serta merta meningkatkan pendapatan situs berita asli melalui link back/hyperlink yang disisipkan.

Solusi terhadap Perdebatan Pro & Kontra Agregasi Berita

Perdebatan panjang mengenai legitimasi agregasi berita hingga saat ini memang belum menemukan titik terang. Salah satu poin yang menjadikan dilema berkepanjangan yakni menyoal pendapatan dalam hal bagi hasil atau revenue sharing. Hal ini menjadi poin pembahasan penting karena aktivitas pembaca/pengguna/pengunjung berita kini terbelah pada situs aggregator dan situs penerbit asli. Hingga saat ini, belum ada regulasi di Indonesia yang secara tegas membahas hal tersebut dan menjamin apabila tidak ada keuntungan di salah satu pihak. Setidaknya, harus terdapat proses panjang negosiasi hingga penandatanganan MoU sebelum aggregator menyebarkan ulang berita yang disajikan oleh publisher. Hal tersebut diharapkan akan membuat kedua belah pihak mengetahui terms & conditions yang akan didapatkan. Dikhawatirkan, apabila hal ini tidak diatur secara tegas, ke depannya ditakutkan akan semakin merugikan berbagai situs berita asli.

Sebenarnya, hal ini telah diajukan dan dibahas pada draf yang diserahkan Dewan Pers pada Kementerian Komunikasi dan Informatika setahun lalu tentang Publisher Right atau Hak Cipta Jurnalistik. Secara garis besar, draf tersebut mengatur tentang hak media atau publisher untuk mendapat nilai ekonomi atas konten atau berita yang disebarkan oleh platform eksternal (Republika.co.id, 2022). Akan tetapi, draf tersebut juga belum bisa dianggap sebagai suatu poin kunci karena perumusannya tidak disajikan secara terbuka dan konsep kuncinya mengandung ambiguitas karena apabila disahkan, bisa saja pihak perusahaan asing besar sebagai penyedia informasi sekunder menuntut revenue sharing pada media online Indonesia sehingga mempersulit aktivitas pers di Indonesia. Oleh karena itu, harapan ke depannya akan benar-benar ada regulasi yang mengatur hal tersebut dan tidak memiliki keberpihakan pada sisi tertentu serta tidak lebih merugikan perusahaan-perusahaan pers yang berkembang di Indonesia.

Referensi
Coddington, M. (2019). Aggregation and journalism. In Oxford Research Encyclopedia of Communication.

Dyah, E., & Irwansyah, I. (2019). Kode etik jurnalistik Indonesia (studi terhadap agregasi berita). Jurnal Pekommas, 4(2), 197-206.

Ginting, A. D., Zaini, R. A. U., Agustina, A., & Septiani, S. (2019). News Aggregator dan Nilai-Nilai Jurnalisme: Studi Penyajian Berita Pada Beritagar. Id. CoverAge: Journal of Strategic Communication, 10(1), 27-36.

Hukum Online (2014, January 23). Google dan Yahoo Dinilai "Mencuri" Berita Media Online. Hukumonline.com. https://www.hukumonline.com/berita/a/google-dan-yahoo-dinilai mencuri-berita-media-online-lt52e0a3a749cd3/

Maulana, I. F. (2021). LINE Today dan Kualitas Jurnalisme Indonesia: Studi Empirik dan Meta-Analisis Kualitatif pada Agregator Berita Digital. Academic Journal of Da'wa and Communication, 2(1), 1-28.

Republika (2022, February 10). Publisher Right Atur Kewajiban Platform Negosiasi Pendapatan dengan Media Massa. Republika.co.id. https://news.republika.co.id/berita//r734uu428/publisher-right-atur-kewajiban-platform-negosiasi-pendapatan-dengan-media-massa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun