Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu fase yang disebut aging process atau proses penuaan (World Health Organization, 2015).
Saat proses penuaan, terjadi berbagai perubahan fungsi tubuh sehingga lansia sering mengalami berbagai keluhan. Salah satu keluhan yang sering dilaporkan adalah kelemahan otot dan penurunan daya tahan yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari.Â
Hal ini wajar dialami oleh lansia karena suatu kondisi yang disebut sebagai sarkopenia. Penjelasan terkait sarkopenia dan peran vitamin D akan dibahas lebih mendalam pada artikel ini.
Sarkopenia merupakan penyakit yang sering dialami oleh lansia tanpa mereka sadari. Sarkopenia sendiri adalah keadaan hilangnya massa otot dan penurunan kekuatan otot. Proses penuaan menyebabkan perubahan komposisi tubuh seperti peningkatan lemak dan penurunan massa otot hampir 6% setiap dekade. Â
Di Indonesia, angka kejadian sarkopenia berkisar mulai dari 9,1% hingga 59% pada lansia. Sarkopenia ini berkaitan dengan massa otot yang rendah dan kelemahan otot sehingga mempengaruhi aktivitas fisik lansia.Â
Salah satu penyebabnya adalah perubahan gaya hidup termasuk penurunan aktivitas fisik dan penurunan asupan makan pada lansia. Asupan makanan yang menurun dan tidak memenuhi kebutuhan energi harian akan berdampak pada penurunan berat badan hingga penurunan massa otot.
Mengetahui gejala sarkopenia pada lansia dapat dilakukan melalui penilaian massa otot. Penilaian massa otot dilakukan menggunakan alat Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). Lansia dapat berdiri tanpa alas kaki pada alat, kemudian menarik dan menggenggam alat dengan kedua tangan dalam posisi lurus 90º dari tubuh.Â
Massa otot ini dinilai dengan perhitungan total massa otot dalam kilogram dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2). Â Nilai ambang batas menurut rekomendasi The Asian Working Group for Sarcopenia (AWGS) yaitu <8,87 kg/m2 untuk laki-laki dan <6,42 kg/m2 untuk perempuan (Chen et al., 2020).
Berbagai literatur telah menyatakan peran vitamin D pada penyakit sarkopenia. Vitamin D merupakan jenis vitamin larut lemak sebagai faktor pencegah gangguan pada pertumbuhan tulang karena kalsium gagal disimpan di dalam tulang.Â
Fungsi vitamin D yang paling penting adalah mengatur penyerapan kalsium pada jaringan usus dan mengatur kalsium yang bersikulasi dalam aliran darah. Kekurangan vitamin D ini berkaitan dengan risiko penyakit sarkopenia akibat gangguan keseimbangan kadar kalsium di dalam darah (Remelli et al., 2019).
Banyak hasil penelitian yang menunjukkan adanya peran vitamin D pada sarkopenia. Dalam studi meta-analisis pada lansia yang diberikan suplemen vitamin D (700-1000 IU/hari) mampu mengurangi risiko penurunan sarkopenia sebesar 19%. Mekanisme lain pada saat kondisi kekurangan vitamin D, tubuh tidak dapat menyerap kalsium yang cukup dari makanan.Â
Keadaan tersebut akan menyebabkan peningkatan produksi suatu hormon bernama hormon paratiroid. Untuk menjaga kadar kalsium dalam darah, hormon ini akan mengeluarkan kalsium yang ada di tulang. Hal ini meningkatkan risiko kelemahan otot yang dapat berkembang menjadi sarkopenia pada lansia (Umakanthan et al., 2021).
Terdapat 3 jenis sumber vitamin D yang bisa didapatkan untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari. Paling banyak didapatkan melalui sinar UVB dari matahari yang mengenai kulit kita.Â
Sinar UVB membantu mengaktifkan vitamin D yang tersebar di seluruh tubuh. Sumber lainnya adalah yang berasal dari asupan makanan dan suplementasi vitamin D.Â
Vitamin D banyak ditemukan pada ikan salmon, ikan tuna, minyak hati ikan cod, dan kuning telur. Selain itu, Â suplementasi vitamin D sebesar 20mcg/hari telah terbukti mampu menurunkan risiko sarkopenia pada lansia (Pilz et al., 2018). Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada tahun 2019, besaran rekomendasi asupan vitamin D pada lansia adalah sebesar 20 mcg/hari atau setara dengan 800 IU.
Itulah ulasan terkait sarkopenia dan peran penting vitamin D. Memenuhi asupan vitamin D melalui asupan makanan, suplementasi, dan sinar matahari sama pentingnya. Proses penuaan tidak bisa dicegah, maka mulai lakukan pemenuhan asupan vitamin D sehingga sarkopenia dapat terhindari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H