Novel "Bumi Manusia" merupakan buku pertama dari Tetralogi buru karya Pramoedya Ananta Toer. Buku ini ditulis Pramoedya ketika masih mendekam di Pulau Buru. Sebelum ditulis pada tahun 1975, sejak tahun 1973 terlebih dahulu diceritakan ulang kepada teman-temannya. Buku ini menceritakan tentang kejadian antara tahun 1898 hingga tahun 1918. Pada masa tersebut terjadi munculnya pemikiran politik etis dan masa awal periode Kebangakitan Nasional, masa ini juga menjadi awal masuknya pemikiran rasional ke Hindia Belanda masa awal pertumbuhan organisasi-organisasi modern yang juga merupakan awal kelahiran demokrasi pola Revolusi Perancis.
Pada awal kisah dalam novel ini diceritakan pengenalan tokoh yaitu minke, seorang pribumi yang masih memliki keturunan darah raja jawa, karena inilah minke mendapat kesempatan untuk dapat bersekolah di H.B.S atau Hogereburgerschool. Minke adalah lelaki muda yang naif dengan mencoba beradaptasi dengan dunia "modern" pada zaman tersebut namun sebenarnya memiliki jiwa yang sangat nasionalis. Cerita bermula saat Robert Surhoof, salah satu teman minke mengajaknya untuk ke sebuah rumah yang bernama Boerderij Buitenzorg yang pada akhirnya diketahui bahwa rumah tersebut adalah perusahaan.
Di rumah itu mereka bertemu dengan seorang gadis berwajah eropa, kulit putih nan halus, dan bermata pribumi yang bernama Annelies Mellema. Annelis Mellema adalah anak kedua dari pernikahan siri antara nyai ontosoroh dan Tuan Besar Kuasa Belanda yang bernama Herman Mellema. Annelies Mellema hanyalah seorang gadis yang tidak memiliki teman, pemalu dan manja. Kegiatan sehari-hari Annelies hanyalah dirumah mengurusi hewan ternak, perkebunan serta kehutanan yang merupakan aset perusahaan milikinya dan ibunya.
Nyai Ontosoroh adalah 'gundik' dari tuan besar kuasa belanda yaitu Tuan Herman Mellema. Diketahui 'nyai' ini dijual oleh ayahnya kepada pengusaha tersebut saat umurnya empat belas tahun. Walau nyai adalah  orang pribumi dan tidak bersekolah, namun ia sangat cerdas dan berwawasan luas, terbukti ia bisa menjalankan perusahaannya sendiri dengan bantuan anaknya Annelis Mellema. Namun kedua anaknya tersebut tidak diakui oleh pemerintah sebagai anak sah dari pernikahan mereka. Anak yang dianggap sah hanyalah Maurist Mellema yaitu anak dari pernikahan Herman Mellema dengan istrinya Amelia Mellema Hammers saat di belanda. Annelies Mellema memiliki seorang kakak yang bernama Robert Mellema, sifatnya sangat  buruk seperti cuek, tidak sopan, dan jahat. Dikisahkan pula Robert Mellema sangat membenci ibu dan adiknya karena seorang pribumi dan dia tidak mau diakui sebagai seorang pribumi. Bahkan ia sudah tidak menganggap nyai sebagai ibunya lagi dan hanya tertarik kepada ayahnya yang merupakan seorang belanda.
Pada pertemuan pertama antara Minke dan Annelies, Minke sudah merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya. Setelah pertemuan tersebut, Nyai selalu mengundang Minke untuk datang ke rumahnya kembali. Sepulang dari rumah Annelies, Minke selalu uring-uringan mengapa pikirannya dipenuhi oleh Annelies hingga ia tidak fokus dalam belajar. Lalu Minke bertemu dengan sahabatnya yaitu Jean Marais untuk meminta pendapat  tentang apa yang selalu ia pikirkan. Setelah berpikir panjang dan meminta pendapat oleh temannya, Minke akhirnya memutuskan untuk tinggal di kediaman Mellema dan dekat dengan ibu dari Annelies yang merupakan seorang Nyai.
Kala itu, derajat Nyai atau "gundik" sama dengan hewan peliharaan. Namun Minke berpandangan lain. Kedekatannya dengan Nyai Ontosoroh membuka pandangannya tentang dunia Eropa. Nyai Ontosoroh juga cerminan budaya Eropa yang sedang marak saat itu. Berbeda dengan pemikiran Eropa, Nyai Ontosoroh memercikkan api perlawanan terhadap penindasan. Tidak peduli walaupun mereka merupakan jawa tulen. Perjuangan yang dimulai saat pengadilan akan menggugat status Annalies dari pengasuhan Nyai Ontosoroh.
Perjuangan Minke dan juga Nyai Ontosoroh dalam mempertahankan hak asuh Annelies Mellema sangat keras. Nyai yang mempertahankan hak asuhnya terhadap Annelies dan juga Minke yang ikut membantu mengerahkan masa melalui tulisan tulisannya yang dimuat di surat kabar. Tulisan-tulisan Minke yang persuasif itu menggerakan banyak masa dari berbagai kalangan sehingga membuat kericuhan dalam perlawanan melawan bangsa kolonial.
Pada akhir dari cerita ini berujung tragis, karena Nyai Ontosoroh sebagai ibu kandung dari Annelies dianggap tidak memiliki hak apapun terhadap Annelies hanya karena status Nyai yaitu sebagai seorang gundik dan bukan merupakan istri sah dari ayah Annelies. Annelies pun dipulangkan paksa oleh pemerintah kolonial ke bangsa eropa ke kerabat ayahnya di Belanda. Annelies  yang menjadi korban ketidakadilan hukum bangsa kolonial harus dipisahkan dengan kekasihnya Minke dan ibu kandung yang merawatnya yaitu Nyai Ontosoroh.
Kelebihan:
Pramoedya Ananta Tour yang merupakan penulis buku ini menjelaskan dengan lengkap apa saja yang terjadi pada masa tersebut. Kisah romansa yang disajikan dalam buku ini pun tidak membosankan karena berbeda dengan kisah cinta rumit lainnya. Di dalam novel ini juga dibagi dengan berbagai bab, setiap bab memiliki judul, ruang dan waktu yang pas dengan permasalahan yang ada didalamnya. Selain itu novel ini pun menjelaskan tentang keadaan, peraturan dan hukum pada masanya. Novel ini pula dipenuhi majas yang menarik seperti majas hiperbola saat minke memuji seorang Annelies yang begitu cantik bahkan sri ratu pun kalah oleh wajah cantik Annelies. Alur ceritanya pun sangat runtun sehingga memudahkan pembaca memahami isi cerita. Latar suasana sangat terasa disaat bahagia, sedih maupun haru.
Kekurangan: