Mohon tunggu...
Kamelia Nur S
Kamelia Nur S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitaa Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Saya merupakan mahasiswa aktif S1 Ekonomi Pembangunan di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

"Sampai Kapan Sektor Ekspor Harus Kalah Dengan Impor"

28 Oktober 2021   16:17 Diperbarui: 28 Oktober 2021   17:16 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Indonesia 2021

Ekspor adalah kegiatan menjual barang atau jasa ke luar negeri. Seseorang atau lembaga yang melakukan ekspor disebut eksportir. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2021, Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. Daerah pabean adalah suatu daerah milik Republik Indonesia yang terdiri dari wilayah darat, perairan, dan udara, yang juga mencakup seluruh daerah tertentu yang berada di dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Ekspor terjadi ketika suatu negara sudah mampu memproduksi sebuah barang atau jasa dengan jumlah yang besar dan kebutuhan terhadap barang atau jasa di dalam negeri sudah mencukupi. Sehingga, kelebihan produk barang atau jasa tersebut dapat di ekspor.

Kegiatan ekspor memiliki berbagai manfaat bagi negara, yaitu menumbuhkan industri dalam negeri, mengendalikan harga produk, dan menambah devisa negara. Berkaitan dengan kinerja dan negara yang menjadi tujuan utama ekspor, Tiongkok masih menjadi negara tujuan utama ekspor Indonesia, kemudian disusul Amerika Serikat dan Jepang. Ekspor ke Tiongkok meningkat paling besar pada April 2021 jika dibanding bulan sebelumnya. Kenaikannya mencapai USD201,2 juta. Negara tujuan ekspor yang nilainya cukup besar lainnya adalah Swiss, Korea Selatan, Taiwan, dan Malaysia.

Upaya peningkatan ekspor nasional terus dilakukan Pemerintah. Pemerintah menjalankan berbagai strategi yaitu menjaga pasar dan produk utama; memfokuskan kepada pelaku UKM/IKM yang berorientasi ekspor; melakukan penetrasi ke negara non-tradisional market; utilisasi perjanjian dagang baik PTA, FTA, dan CEPA; dan implementasi Reformasi Regulasi (Undang-Undang Cipta Kerja) terkait penyederhanaan serta kepastian dalam proses perizinan dan persetujuan ekspor/impor.

Data jumlah ekspor migas dan non-migas Indonesia dari tahun 1990 – 2020.

Sumber Data : Badan Pusat Statistik Indonesia 2021
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Indonesia 2021

Menko Airlangga menyampaikan bahwa tahun 2020 neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus tertinggi sejak 2012 yaitu sebesar 21,74 miliar dollar. Ini berlanjut juga pada Januari hingga Maret 2021 sehingga neraca dagang Indonesia mengalami surplus 5,52 miliar dollar. Secara khusus, kinerja ekspor pada Maret 2021 mencapai 18,35 miliar dollar. Ini merupakan yang tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, hampir melampaui posisi tertinggi sejak Agustus 2011 yang saat itu nilai ekspornya sebesar 18,64 miliar dollar.

Ekspor dan impor berkaitan dengan neraca perdagangan. Neraca perdagangan merupakan suatu ikhtisar yang menjelaskan perbedaan atau selisih nilai transaksi ekspor dan impor suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Jika nilai ekspor lebih besar dari nilai impor berarti neraca perdagangan positif, atau disebut juga surplus perdagangan. Surplus perdagangan dibutuhkan ketika perekonomian negara dalam keadaan resesi. Tujuannya adalah menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan permintaan barang dan jasa.

Grafik Neraca Perdagangan Indonesia tahun 2020-2021

Sumber Data : Badan Pusat Statistik Indonesia 2021
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Indonesia 2021

Pertumbuhan ekspor non migas di Indonesia dilihat dari tahun 2015 sampai pada triwulan laporan 2021 cenderung fluktuatif. Penurunan terbesar yang pernah dialami Indonesia semenjak tahun 2015 yaitu pada kuartal II 2019 ekspor non-migas Indonesia anjlok sampai pada USD11,7 miliar.  Ekspor nonmigas pada triwulan I 2021 tercatat sebesar USD46,4 miliar dan merupakan nilai ekspor tertinggi sepanjang sejarah. Dengan perkembangan tersebut, ekspor non-migas pada triwulan laporan 2021 meningkat 17,6% (yoy),  lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan IV 2020 sebesar 8,5% (yoy). Namun, secara triwulanan pertumbuhan ekspor nonmigas tercatat mengalami perlambatan menjadi 5,9% (qtq) dari 12,8% (qtq) pada triwulan IV 2020. Perlambatan disebakan karena adanya pandemi Covid–19. Kinerja ekspor nonmigas triwulan I 2021 tersebut dikontribusikan oleh peningkatan pertumbuhan ekspor produk primer terutama produk agrikultur, dan produk manufaktur. Selain itu, ekspor bahan bakar dan hasil pertambangan di triwulan I 2021 tercatat tumbuh 18,5% (yoy), berbalik arah dari kontraksi sebesar 9,1% (yoy) sehingga turut mendorong pertumbuhan ekspor nonmigas lebih lanjut.

Grafik Pertumbuhan Ekspor Non-Migas Tahun 2010 - 2020

Sumber Data : Badan Pusat Statistik Indonesia 2021
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Indonesia 2021

Grafik Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Indonesia Menurut HS2 Dijit

Sulmber Data : Badan Pusat Statistik Indonesia 2021
Sulmber Data : Badan Pusat Statistik Indonesia 2021

Pemulihan ekspor di Indonesia sangat dipengaruhi oleh pemulihan ekonomi global dan meningkatnya permintaan dari negara-negara mitra dagang Indonesia. Pada periode Januari hingga Agustus 2021, total ekspor Indonesia mencapai 142,01 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau tumbuh setidaknya 37,77 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ekspor non-migas pada Agustus 2021 tercatat sebesar 20,36 miliar dolar AS. Ekspor komoditas berbasis sumber daya alam seperti CPO, bahan bakar mineral dan bijih logam serta produk manufaktur seperti besi dan baja, tercatat meningkat. Ditinjau dari Negara tujuan, ekspor non-migas ke Tiongkok, Amerika Serikat dan Jepang meningkat.

Sumber Data : Badan Pusat Statistik Indonesia 2021
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Indonesia 2021

Sumber Data : Badan Pusat Statistik Indonesia 2021
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Indonesia 2021

Adapun neraca perdagangan migas masih mengalami deficit, sedikit meningkat dari 0,79 miliar dollar AS pada Juli 2021 menjadi 0,98 miliar dollar AS pada Agustus 2021. Defisit neraca perdagangan migas disebabkan oleh lebih besar tingkat impor migas dibanding ekspor migas. Pada Juni 2021 impor migas senilai US$2,30 miliar sedangkan ekspor migas hanya senilai US$1,23. Defisist neraca perdagangan migas sempat tururn pada bulan Juli tetapi kembali naik pada bulan Agustus. Defisit neraca perdagangan migas relatif stabil dari USD0,98 miliar pada Agustus menjadi USD0,93 miliar pada September 2021. Selama Januari hingga September 2021, secara total ekspor migas mengalami defisit sebesar US$8,40 miliar. Jadi dapat disimpulkan bahwa eskpor migas masih lebi sedikit dari impor migas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun