Hari ini kujejakkan kakiku ke sekolah yang terletak lebih kurang 25 kilometer dari jalan besar Banda Aceh-Calang. MAS (Madrasah Aliyah Swasta) Patek nama sekolahnya. Patek merupakan sebuah nama kecamatan di Aceh Jaya ini. Padahal sekolah tersebut berada di kecamatan Darul Hikmah. Ah, aku tak mempermasalahkan hal tersebut. Yang kupermasalahkan adalah sekolah yang kutelusuri kali ini sangat memprihatinkan.Â
Sekonyong-konyong, tak lama dari kejauhan, terlihat seorang siswa laki-laki dengan rambut belahan setengah poni, bercelana abu-abu jubrai lengkap dengan kantong kargo memasuki sekolah yang tidak memiliki gerbang itu.Â
Kubayar lontongku dan mengucapkan terima kasih kepada Ibu penjual lontong sudah meluangkan waktu dan tempat untuk kami bertanya-tanya dan berteduh. Kami masuk ke sekolah dan ternyata sudah hadir beberapa guru di ruangan tamu yang merangkap ruang guru. Tanpa buang-buang waktu, aku dan Arif bersilaturahmi dan mengutarakan tujuan kami ke sekolah tersebut, menyurvey prilaku kesehatan mereka. Bak gayung bersambut, dengan ramahnya, pihak sekolah mengizinkan dan mempersilahkan kami untuk melakukan pengambilan data berupa angket. Kami senang sekaligus merasa linglung. Murid yang hadir hanya 5 siswa dari kelas 1, 2, dan 3. Kami memerlukan 24 siswa untuk pendataan tingkat pendidikan sekolah menengah atas. Sudahlah, nanti kita cari tambahan responden dari sekolah setipe lainnya saja, setujuku dengan Arif.
Di tengah pelaksanaan penyurveyan, tiba lagi seorang siswa dengan kaos oblong tanpa memakai sepatu hitam putih melainkan sendal jepit. Dia meminta permisi untuk mengganti seragamnya. Sebut saja inisialnya ZF. Setelah masuk, kami mempersilahkannya kembali masuk dan mengerjakan angket yang telah kami sediakan.
Kulanjutkan pertanyaanku, "kira-kira kenapa berkurang peminatnya?". ZF berkilah, "semenjak 2 tahun belakangan, banyak orang tua di kecamatan tersebut menyekolahkan anak-anaknya ke SMK yang berfokus pada pertanian dan pembangunan. Yap, ketika mereka tamat dari SMK, mereka dapat bekerja langsung disesuaikan dengan lokasi kediaman mereka di perbukitan". Lanjut ZF, "lain halnya dengan MAS ini. Saat kami tamat, maka kami perlu untuk menyambung pendidikan kami ke bangku perkuliahan. Tau sendirilah, Pak. Aceh Jaya belum ada Perguruan Tinggi. Kami juga kalo ujian musti ke Meulaboh, Pak. Yaa mau gimana lagi sudah untung bisa sekolah walaupun roster pelajaran secara gonta-ganti, Pak", jawab lugunya dengan tertawa.
 Wah-wah. Hatiku trenyuh. Sebagai salah satu pelakon kecil pendidikan, aku merasa sedih, malu, dan bersyukur terhadap jawaban salah seorang murid tersebut. Sedih akan ketidakmampuanku untuk memberikan pendidikan yang lebih baik bagi mereka. Malu akan pemerintah kita yang kurang memperhatikan sekolah pedalaman seperti ini. Bersyukur akan kenikmatan pendidikan yang selama ini kutenggak. Semoga adek-adek di MAS Patek ini sukses berjaya sebagaimana nama kabupaten mereka berdiam, Aceh Jaya. Amen!
Kamarullah Gani
Darul Hikmah, Aceh Jaya, 27 September 2016
Foto diambil oleh Kamarullah Gani & M. Arif Fadhilah
Sumber: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1296716623683432&id=100000353192225
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H