Mohon tunggu...
Kamaruddin
Kamaruddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengingat bersama dengan cara menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Launching Buku Hafnidar Perempuan Aceh Menerjang Badai, Berjuang Selamat dari Tsunami

27 Desember 2022   07:38 Diperbarui: 27 Desember 2022   07:46 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis Maskur Abdullah (kiri), Hafnidar A. Rani (tengah), Asisten Penulis Kamaruddin (kanan) | Dok. Pri

Buku ini tidak semata untuk mengisahkan perjalanan hidup penuh liku dan deraian air mata Hafnidar. Tapi lebih dari itu "Sang Tokoh" ingin mendedikasikan buku ini bagi anak-anak dan cucunya.


Banda Aceh - Cengkeraman traumatik bencana ganda; gempa dan tsunami begitu kuat mengunci dalam pikiran Dr. Ir. Hj. Hafnidar A. Rani, ST, M.M, IPU, ASEAN Eng, ACPE, meski tragedi itu sudah berlalu ribuan purnama sejak 26 Desember 2004.

Tak banyak penyintas tsunami sanggup mengunggah kisah hidupnya kepada dunia. Namun, Dr. Hafnidar, memilih membagikan kisah dirinya yang berhasil berjuang dari badai tsunami Aceh dalam buku berjudul:  Hafnidar, Perempuan Aceh Menerjang Badai, yang ditulis oleh Maskur Abdullah, jurnalis senior dan berpengalaman.

Editor Nurhalim Tanjung didukung Editor Bahasa, Ramadhan MS serta Asisten Penulis, Kamaruddin dan Sulaiman Achmad, buku ini launching di Taman Budaya, Banda Aceh, Senin malam, 26 Desember 2022, bertepatan Peringatan Gempa dan Tsunami Aceh ke-18 Tahun. Kegiatan Unmuha ini diisi juga dengan puisi musikal, paduan suara, dan lain-lain.

Dalam buku ini Maskur Abdullah mencatat, Hafnidar A. Rani adalah salah satu dari sekian banyak penyintas tsunami yang tersisa. Lewat buku ini, Hafnidar berharap bisa menukilkan lini masa hidupnya yang dramatik kepada dunia ketika tsunami hampir saja menenggelamkan raga dan seluruh keluarganya.

Titik haluan Dosen Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Aceh (Unmuha) Banda Aceh ini adalah ingin mengedukasi pembaca bagaimana ia survive menghadapi trauma tsunami yang tertancap di kehidupannya sepanjang 17 tahun terakhir.

"Kisah-kisah itu dia hidupkan kembali bersama kisah keluarganya sesama penyintas," kata editor buku ini, Nurhalim Tanjung.

Di titik yang berbeda, lanjutnya, ia pun mengisahkan betapa beratnya melepas trauma itu. Apalagi pada hentakan gempa dan hempasan tsunami Minggu pagi itu, 26 Desember 2004. Hafnidar harus menyelamatkan empat anaknya; Meutia, Luthfi, Hafidz, dan si bungsu Shafly, 16 bulan.

"Mereka menyaksikan betapa ganasnya gelombang tsunami melompat dan menyapu atap rumah warga Kota Banda Aceh. Ombak "kiamat kecil" itu pun merusak struktur pantai yang dia lintasi hingga barat---selatan Aceh," tulis Nurhalim.

Nurhalim menyampaikan setelah tsunami reda, Hafnidar dan keluarga mesti berjuang mencari perlindungan ke pengungsian. Rumah ayah Hafnidar tak layak huni lagi meski masih berdiri di tempatnya.

Tsunami membuat rumah itu kupak-kapik. Sementara rumah Hafnidar sendiri hanya tersisa tapaknya. Isi rumah pun hilang disapu gelombang laut, termasuk surat-surat penting dan berharga.

Di pengungsian, Hafnidar dan keluarga berjuang saling menguatkan. Mereka sudah tidak punya apa-apa lagi. Selama sepekan, pakaian dan makanan didapat dari belas kasihan teman, para dermawan dan masyarakat yang berkunjung ke pengungsian.

Tapi, semangat untuk melanjutkan hidup tetap membaja. Ia dan keluarga memilih bertahan di tenda pengungsian. Bahkan, mereka ikut membantu korban tsunami lainnya di pengungsian, bergabung meringankan tugas relawan yang berdatangan ke Aceh setelah bencana berlalu.

Hafnidar kemudian bekerja sebagai relawan kemanusiaan untuk Oxfam, NGO (Non-Government Organization) asal Inggris. Meutia, putri sulung Hafnidar, menjadi penerjemah para relawan dari Jerman dan Amerika.

Kondisi kaum penyintas tsunami di pengungsian kerap membangkitkan rasa kemanusiaan Hafnidar. Kisah-kisah kemanusiaan yang mereka alami menghidupkan kembali kenangan Hafnidar terhadap tragedi paling mematikan itu.

Ini membuat spirit hidup tak stabil; pasang-surut seperti gelombang. Bahkan semangat hidup Hafnidar pernah hampir padam, meski akhirnya menyala kembali laksana lentera.

Sepanjang 17 tahun pascatsunami, kisah menakutkan itu masih menempel di benak Dekan Fakultas Teknik Unmuha ini. Hatinya sering gelebah. Saking cemasnya ia pun pernah mendadak pitam ketika sedang menyetir mobil.

"Inilah potongan kisah menginspirasi dan menjadi legacy yang tak terkira buat anak bangsa dalam buku Hafnidar Perempuan Aceh Menerjang Badai," tutur Nurhalim.

Penulis, Maskur Abdullah, mengatakan Hafnidar memang pernah terpuruk pasca tsunami. Dia bahkan mengalami trauma berkepanjangan. Ada isak tangis di sana. Tapi hebatnya dia bisa bangkit kembali setelah menemukan "Titik Balik" atau turning point.

Pengalaman mengerikan pada saat tsunami yang nyaris merenggut jiwa Hafnidar, anak-anak dan keluarganya, telah mengubah kehidupannya masuk pada kehidupan yang baru. Hafnidar bermetaformosa menjadi perempuan tangguh tapi juga religius.

Tak hanya dari sisi religius, bencana dahsyat itu juga telah mendorong Hafnidar meningkatkan derajat intelektualnya. Setidaknya ada dua kutub yang saling bergantung dari pencapaian itu.

Puncaknya adalah, dari sisi intelektual ketika Hafnidar meraih gelar Guru Besar atau Profesor. Sedangkan dari sisi religius, ketika Hafnidar mampu menyelesaikan pembangunan masjid dan balai pengajian  sebagaimana wasiat sang Ayah.

"Buku ini tidak semata untuk mengisahkan perjalanan hidup penuh liku dan deraian air mata Hafnidar. Tapi lebih dari itu "Sang Tokoh" ingin mendedikasikan buku ini bagi anak-anak dan cucunya, juga berharap kisahnya dapat menjadi pelajaran bermanfaat bagi masyarakat," ungkap Maskur.

"Ada pesan yang ingin disampaikan Hafnidar dalam kisah ini, bahwa segala apapun yang terjadi, kita harus tetap berusaha bangkit dan menyerahkan sepenuhnya kepada kehendak Ilahi, Sang Maha Pencipta. Hafnidar juga selalu menitipkan pesan kepada anak-anaknya untuk selalu mengingat Allah," tambahnya.
Maskur mengungkapkan banyak pelajaran yang diperoleh selama proses penulisan buku ini. Setelah 'menjahit' huruf demi huruf, kata demi kata dan kalimat demi kalimat, penulis semakin menemukan banyak hikmah dari perjalanan hidup Hafnidar.

"Tentu kami berharap masyarakat yang telah selesai membaca buku ini juga memperoleh hikmah itu. Hikmah yang memberi manfaat dan pelajaran dalam mengarungi bahtera kehidupan ke masa depan. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita semua," harapnya.

Sementara itu, Dr. Hafnidar A. Rani, menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada penulis buku, Maskur Abdullah, yang sukses memotret dan mendokumentasikan kisah saya lewat bahasa jurnalistik yang enak menjadi sajian menarik.

"Saya berharap buku ini bisa menginspirasi banyak orang. Sebagai salah satu dari ribuan perempuan Aceh penyintas tsunami yang sempat terdegradasi mental gara-gara traumatis, saya apresiasi buku ini. Saya bangkit karena dukungan penuh keluarga dan sahabat. Inilah poin penting hingga saya bisa mengabdikan diri sebagai akademisi," ucap Hafnidar.

Menurut Hafnidar, buku Hafnidar Perempuan Aceh Menerjang Badai, sangat penting bagi hidupnya. Lewat inskripsi buku ini dirinya berharap dapat berbagi pengalaman kepada pembaca bagaimana saya meniti jalan hidup bersama keluarga setelah diamuk tsunami.

""Life must be consistent." Semoga menjadi pembelajaran dan motivasi kepada generasi muda, khususnya bagi anak-anak dan cucu-cucu saya, bagi masyarakat Aceh, Indonesia, bahkan dunia," kata Hafnidar.

Cover dan layout buku Hafnidar Perempuan Aceh Menerjang Badai , didesain oleh Siti Fatona, sedangkan foto cover oleh Sania LS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun