Bagian sisi atas rumah ini berbentuk segitiga. Atap rumah mengerucut sehingga tampak lancip ke atas. Atapnya disebut dengan bubong. Bagian yang menyatukan bubong kiri dan kanan dinamakan perabung. Di bagian serambi depan sebelah kanan, Anda akan melihat mesin jahit kuno yang dipajang, dibagian kiri ada mushalla mini.
Empat langkah kedepan, sedikit naik, tiba di serambi tengah, sudah disusun empat meja lesehan. Kemudian di serambi belakang ada empat meja. Total ada empat meja di lantai atas Le Rasa. Bila melongok keluar, sebelah selatan dan utara, ditanam pohon kayu yang besar dan rindang, menutupi pandangan, membuat ruangan diatas terasa adem, ditambah dua kipas angin plafon gantung.
Tidak hanya itu, lantai rumah adat Aceh terbuat dari papan yang tidak dipaku atau hanya disematkan begitu saja, supaya suatu waktu papan bilah bisa dilepas dengan mudah. Kedai kopi yang dikemas dalam tampilan biophilic itu, baru berusia sembilan bulan. Tepat Februari 2021, Le Rasa Cafe secara resmi dibuka.
Saat itu, pagebluk Covid-19 masih menghantui, satu persatu bisnis dipaksa harus lempar handuk karena keadaan yang semakin sukit. Tapi tidak dengan Zakiah, instingnya sangat kuat, bermodalkan keberanian, ia menggelontorkan Rp300 juta lebih untuk biaya renovasi interior dan eksterior, hingga pernak pernik bangunan.
Zakiah, Jumat, 5 November 2021, kepada Kompasiana, mengatakan alasan dirinya buka bisnis kedai kopi meski badai pandemi belum berakhir. Keberanian itu muncul, pertama karena lokasi rumah adat Aceh itu milik keluarga, sehingga tidak pusing memikirkan biaya sewa, hanya biaya renovasi.
"Saya bukan orang bisnis, tidak pernah berkecimpung di bisnis. Tapi saya hobi memasak. Kita menggunakan konsep gini, supaya tidak mainstream seperti bisnis serupa lainnya. Makanya kita poles dengan cara kita sendiri dan menawarkan konsep natural," ujar Zakiah ditemani suaminya Joni.
Nasib baik menghampiri bisnis pasangan yang menetap di Gampong Doy, Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh itu. Penjualannya berjalan lancar, meski di tengah gempuran pandemi Covid-19. "Alhamdulillah pandemi tidak mempengaruhi bisnis cafe dan kuliner kami. Kami pun juga bermodalkan bismillah. Ternyata seiring berjalan, tanggapan orang-orang yang datang alhamdulillah. Beberapa orang juga repeat order. Padahal kami masih baru," ungkap Zakiah.
Zakiah tidak menggunakan strategi promosi khusus dalam bisnisnya. Beruntung, saat Grand Opening, banyak dari keluarganya yang membantu promosi lewat postingan di akun media sosial. Hal itu terus berlanjut, hingga orang mengetahuinya secara mulut ke mulut. Seperti halnya penulis, mengetahui Le Rasa Cafe dari rekomendasi teman. "Jika keadaan sudah normal, kita bakal melakukan promosi besar besaran," tegas Ibu dua anak itu.
Seiring waktu berjalan, kata Zakiah, ia akan terus mengupgrade bisnisnya, sesuai pengalaman dan permasalahan yang dihadapi nantinya. Le Rasa Cafe sendiri dibuka dari Senin - Minggu.
Sementara itu, Zakiah mengaku, Rumah Adat Aceh itu, pernah dipinjamkan untuk tempat tinggal Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh, Kuntoro Mangkusubroto, selama dua tahun (2006-2008).