Kemudian, anak juga berisiko dianggap sebagai pelaku yang akan mendapat hukuman cambuk.
Sementara itu, Akademisi, Sri Wahyuni, mengatakan negara wajib membuat peraturan yang lebih memperhatikan anak. Qanun Jinayat bertujuan untuk melindungi hak anak namun yang bermasalah qanun itu sendiri.
"Sesuatu dalam Qanun Jinayat itu harus komprehensif. Jadi, tidak ada salahnya kita kita merujuk kepada hal yang memang baik, meskipun itu dari luar sekalipun," tutur Wahyuni.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK) Bener Meriah, Suhaini, menegaskan agar beberapa pasala dalam Qanun Jinayat yang bermasalah itu segera dicabut. Kemudian untuk pasal yang masih bisa dilakukan revisi untuk segera direvisi.
"Jika melihat Qanun Jinayat tidak ada pembahasan yang memberikan efek jera yang sebenar-benarnya. Untuk perlu segera qanun itu dicabut atau direvisi," tegas anggota DPRK Bener Meriah Komisi A dari Partai Gerindra itu.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak dan Keluarga Berencana (PPPA dan KB), Susnaini, mengatakan saat ini Bener Meriah merupakan penyumbang kasus kekerasan seksual tertinggi untuk tahun 2021. Melingkupi kekerasan seksual terhadap anak dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
"Forum seperti ini sangat penting untuk terus dilaksanakan, saya sangat setuju untuk beberapa pasal di Qanun Jinayat direvisi atau dicabut," tutur Susnaini.
Ketua Komunitas Perempuan Cinta Damai, Bener Meriah, Dwi Handayani, menjelaskan kekerasan seksual terhadap anak harus mendapat kejelasan hukum yang pasti.
"Situasi di Bener Meriah sangat memprihatinkan karena adanya geng anak kandang disini yang sangat meresahkan," ujar Dwi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H