"Perempuan harus bisa mengakses sumber daya alam dan mendapatkan skill untuk mengelola sumber daya alam, kemudian, izin untuk membuka usaha," ujarnya.
Tokoh Agama dan Pemenuhan hak Perempuan dan Anak, Ummi Hanisah, mengatakan selain menjadi pimpinan di dayah di Aceh Barat, ia juga mendampingi anak yang bermasalah dan menyediakan rumah singgah. Sementara anak yang bermasalah, pihaknya bekerjasama dengan P2TP2A, Polres, Kapolsek, Tuha Peut, Keuchik, jejaring yang kuat dan MPU.
"Penanganan kita dekat terus, sedikit demi sedikit dengan MPU mereka sudah mengerti ketika ada masalah pelecehan di pesantren mereka sudah menanggapi, warga juga sudah mulai mengantar anak mereka yang terkena kekerasan, kdrt. Disini malam minggu ada muhadarah dan dekatkan dengan kegiatan ini, dan apa yang bisa kita gali sehingga traumanya hilang," tegas Ummi.
Penyintas Konflik dan Pendamping Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTPA), Rasyidah, menyampaikan sebagai penyintas konflik, paralegal, dan majelis taklim, dirinya mengalami trauma yang berat dimana, suaminya di tembak. "Saya cacat, adik saya diculik. Jika saya terus menerus sedih maka saya tidak dapat apa-apa tapi saya harus bangkit dan membenahi dan membangun diri sendiri, keluarga, bersama-sama membangun lingkungan di sekeliling," tambahnya.
Rasyidah aktif terlibat majlis taklim, bersama mereka berjuang untuk advokasi suara-suara perempuan di desa agar ada program pemberdayaan perempuan dan memastikan adanya anggaran desa untuk pemberdayaan perempuan.
"Di desa banyak kasus seperti KDRT saya mendapat pelatihan sehingga saya dapat membantu perempuan yang menghadapi maslah seperti KDRT. Flower Aceh juga membantu dalam bentuk CU untuk pinjam, program ini sangat bermanfaat untuk ibu-ibu di desa," ujar Rasyidah.
Motivator untuk Pemberdayaan dan Peningkatan Kapasitas Perempuan, Rahma Nur Rizky, menyebutkan dirinya membangun sekolah non-formal dan sekolah inspirasi. Sekolah inspirasi bertujuan untuk pembentukan karakter, yang sering dilibatkan di sekolah aksi, belajar tari dan public speaking. Kemudian ada juga kelas parenting.
Kelas parenting ini, kata Rahma, membantu untuk mencegah kekerasan terhadap anak, banyak sekali testimoni yang baik dari ibu. Banyak ibu yang terbantu dengan ada kelas ini. Selain parenting ada kelas healing, banyak para penyintas yang ikut kelas healing, ada kelas free dan berbayar.
"Alhamdulillah di kelas ini banyak penyintas yang punya pengalaman buruk dan kelas ini menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh korban. Kelas public speaking, ada perempuan yang jadi leader di komunitas nya. Ada juga kelas inspirasi online yang mana para peserta mendapat ilmu dari para narasumber. Itu saja yang saya ucapkan, terima saya ucapkan selamat ulang tahun Flower Aceh," ucapnya.
Wakil Ketua DPR Aceh, Hendra Budian, menyampaikan tanpa keterlibatan perempuan Aceh, tidak akan ada damai di Aceh. Namun, rasa kecewa ketika berbicara soal perempuan di politik, saat ini hanya 12 orang yang terlibat di parlemen. Untuk itu perlu ada perempuan di parlemen untuk keberpihakan anggaran terhadap perempuan.
Dalam anggaran tahun 2022, lanjutnya, harus dipastikan untuk pemenuhan perempuan dan anak. Ia menyebutkan ada sekitar Rp18,9 miliar anggaran yang dikelola oleh dinas DP3A dan menyumbang pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Rp3,5 miliar. Namun, pemenuhan hak anak dan perempuan belum terlihat.