Satu persatu durian di belah Muksin, jobdesk kami siang itu hanya menyantap, tak terhitung berapa yang sudah kami makan, kelezatan durian Lamno tak bisa membuat kami berhenti untuk makan. Rasanya menjadi sempurna, setelah pulut menjadi hidangan paduan. Bahkan kami sampai lupa, padahal baru saja kami kecewa, karena batal ke kebun durian.
"Tidak apa, masih ada satu tujuan, kita akan pergi ke CRU Sampoinet, tempat gajah," ungkap Muksin memberikan harapan untuk kami.
Cuaca mulai membaik, jalan masih tampak basah, awan sudah mulai cerah. Sungai Ligan yang menemani perjalanan kami menuju ke CRU Sampoinet hari itu tampak deras, mungkin efek hujan tadi. Kata Muksin, banjir bandang tahun 2016, membuat Sungai Ligan tidak begitu otentik lagi seperti dulu. Benar saja, pengamatan saya pinggiran Sungai Ligan mulai terkikis.
Â
Hanya berjarak 2 km/jam lagi dengan lokasi CRU Sampoinet, perjalanan kami terhenti akibat luapan air Sungai Ligan ke jalan yang mencapai selutut orang dewasa. Jika kami memaksakan untuk pergi, akan ada resiko yang harus kami tanggung, tidak bisa kembali karena air akan semakin tinggi atau kemungkinan terbaik air surut.Â
Kembali atas interupsi Muksin, kami memutar arah laju mobil. Luapan air Sungai Ligan seolah memutuskan asa kami, apalagi lima anak kecil tadi, mereka sangat excited untuk melihat empat gajah di CRU Sampoinet yang sedang menunggu kedatangan mereka.Â
Kami pun memutuskan untuk kembali ke Banda Aceh. Belum sampai ke Jalan utama atau Jalan Banda Aceh - Calang, kami pun di sadarkan dengan ucapan Dekan FT Unmuha, Hafnidar.
"Kebun Duren Entah Dimana, Wisata Cru Sampoinet Entah Dimana," ucapnya.
Begitulah cerita singkat perjalanan kami. Saya jadi teringat satu quotes. "Manusia hanya bisa merencanakan, tapi Allah SWT yang menentukan segalanya,".
Namun, banyak pengalaman dan kebahagian yang kami dapatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H