Banda Aceh - Seorang Ibu asal Lhoksukon, Aceh Utara bernama Isma Khaira  terpaksa harus mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) bersama bayinya yang baru berusia enam bulan setelah di vonis tiga bulan penjara terkait kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektonik (UU ITE) oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Lhoksukon, Aceh Utara.
Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati, terkait hal tersebut menegaskan harus dipastikan untuk dilakukan pendampingan guna terpenuhi hak anak dan ibu serta kepentingan terbaiknya yang diamanatkan dalam Konvensi Hak Anak (KHA).
"Untuk itu harus ada jaminan agar bayi berusia enam bulan tersebut mendapatkan perlindungan dari segala jenis diskriminasi yang diakibatkan oleh tindakan orangtua atau anggota keluarganya yang lain," kata Riswati, Rabu, 3 Maret 2021.
Riswati juga menyampaikan agar anak dan Ibu mendapatkan standar kesehatan dan perawatan medis yang terbaik, air bersih, makanan bergizi, dan lingkungan tempat tinggal yang bersih dan aman.
"Maka penting bagi pihak-pihak terkait untuk mencarikan solusi agar proses penanganan hukum tidak mencederai hak perempuan dan anak yang dimaksudkan," tegasnya.
Ia mengingatkan tentang pentingnya peningkatan kesadaran hukum masyarakat yang harus terus dilakukan supaya tidak terjadi kasus yang sama.
Sementara itu, Riswati menjelaskan, saat ini sudah ada Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Untuk Aceh juga sudah memiliki Qanun Nomor 9 tahun 2019, tentang penyelenggaraan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang menegaskan tentang Pemerintah Aceh bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum, serta Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perlindungan Anak.
"Maka penting sekali memastikan kebijakan-kebijakan ini terimplementasi untuk menjamin pemenuhan bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum selama proses penyelesaian kasusnya berlangsung dan hak anak," ujarnya.
Menurutnya, pada kasus tersebut tidak ada upaya hukum lain yang bisa ditempuh oleh pihak pelaku karena putusan telah dijatuhkan dan tidak ada upaya banding dari pelaku sebelumnya.
"Namun demikian, ini menjadi pembelajaran bagi kita khususnya bagi masyarakat bahwa selalu ada konsekuensi dari setiap perilaku kita bukan hanya dilingkungan sosial tetapi juga di media sosial, sehingga tidak bersinggungan dengan hukum," tutur Syarifah.
Syarifah berharap dalam kasus tersebut adanya perlakuan yang terbaik bagi terpidana, mengingat terpidana seorang ibu yang sedang menyusui sehingga tanggungjawab menyusui bisa terus diberikan dan juga mendapat perhatian khusus dari pihak Rutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H