Mohon tunggu...
Kamalia Purbani
Kamalia Purbani Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Pemerintahan, Lingkungan Hidup dan Pemberdayaan Perempuan

Purnabakti PNS Pemerintah Kota Bandung. Terakhir menjabat Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan. Pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Pemberdayaan Perempuan, Kepala Kantor Litbang, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya, Kepala Bappeda, Inspektorat, Staf Ahli Walikota Bidang Teknologi Informasi, Asisten Daerah Pemerintahan dan Kesra

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lathi, Tutur Kata

3 April 2022   09:54 Diperbarui: 3 April 2022   10:04 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya punya kebiasaan baru setelah pensiun dari PNS, yaitu pagi-pagi mendengarkan musik dari podcast atau radio sambil beres-beres rumah atau sekedar olahraga ringan. Rasanya cukup bermanfaat untuk mengawali hari agar lebih bersemangat.

Pagi ini sebuah radio mengumandangkan lagu berjudul Lathi yang dinyanyikan oleh Sara Fajira Bersama Weird Genius. Saya sangat menyukai irama, aransemen serta lirik yang dinyanyikan. Lathi sendiri berasal dari bahasa Jawa kuno yang artinya ucapan , tutur kata; lidah. 

Konon lagu ini menceritakan tentang seseorang yang mengalami toxic relationship yang penyebab utamanya adalah ucapan. Lagu ini merupakan salah satu lagu favorit saya yang tidak pernah bosan saya dengarkan.

Begitu dahsyatnya pengaruh ucapan, diperkuat oleh pendapat seorang psikolog bernamaLiza Marielly Djaprie yang mengatakan bahwa kekerasan verbal beririsan dengan kekerasan psikologis, yang dampaknya lebih buruk dari kekerasan fisik yang bekasnya terlihat dan bisa disembuhkan dengan obat-obatan. 

Kekerasan verbal, menurutnya, akan membutuhkan waktu pemulihan yang cenderung lama melalui terapi dan pendampingan, karena sifatnya yang abstrak. Sejumlah penelitian membuktikan kalau korban kekerasan verbal bisa mengalami trauma psikologis yang serius serta kekerasan ini juga sangat mungkin menghancurkan hubungan pasangan.

Secara teoritis, pengertian kekerasan verbal merupakan "kekerasan terhadap perasaan". Mengeluarkan kata kata kasar tanpa menyentuh fisik, kata-kata yang memfitnah, kata-kata yang mengancam, menakutkan, menghina atau membesar-besarkan kesalahan orang lain merupakan bentuk dari kekerasan verbal (Sutikno, 2010)

Bisa jadi kita semua tanpa disadari pernah melakukan kekerasan verbal, baik kepada pasangan, anak, rekan kerja, bawahan, pekerja rumah tangga, karena kurangnya pengetahuan kita terhadap dampak yang diakibatkan apabila kita melakukan itu secara terus menerus. Mungkin juga banyak orang yang belum tahu bahwa apa yang kita lakukan itu termasuk kedalam jenis kekerasan verbal.

Jenis kekerasan verbal yang paling mudah dikenali adalah membentak. Membentak, menghardik, atau meneriaki seseorang memang bisa membuat mental korban trauma. Ternyata masih banyak bentuk kekeraan verbal lainnya yang sering tidak disadari oleh pelakunya yaitu: menghakimi, mengkambinghitamkan, menyindir, mempermalukan, mengintimidasi secara halus bahkan mendiamkan (silent treatment).

Dampak buruk kekerasan verbal bisa menjadi lebih serius bila dilakukan terhadap anak. Kekerasan verbal dapat mengakibatkan gangguan emosi, konsep diri rendah, agresif, hubungan sosial, gangguan perkembangan kognitif, perkembangan otak terlambat bahkan bisa menyebabkan bunuh diri.

Mengapa seseorang melakukan kekerasan verbal, ternyata banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Beberapa sumber menyatakan bahwa seseorang melakukan kekerasan verbal karena waktu kecil dia mengalami perlakuan kejam dari orang tuannya. 

Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif. Gangguan mental (mental disorder) ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil (Rakhmat, 2007). Faktor penyebab lainnya adalah keluarga, ekonomi, sosial budaya dan juga lingkungan.

Beberapa referensi menunjukan isyarat bahwa kita sedang mengalami kekerasan verbal oleh pasangan diantaranya adalahsaat  kita selalu merasa kalah dan salah, harga diri dan kepercayaan menajdi rendah, sering merasa tertekan saat berdiskusi dan makin berhati-hati menyampaikan pendapat, karena khawatir  kekerasan verbal akan memicu kekerasan fisik.

Menjalin hubungan yang toxic sangat melelahkan jiwa dan raga dan pada akhirnya akan menghancurkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun