Sejak anakku menutup telepon semalam, otakku terus berputar memikirkan apa yang dia sampaikan. Orang tua tidak pernah berhenti memikirkan anaknya walaupun dia sudah dewasa, menikah dan memiliki anak.Â
Sebagai orang tua, kadang saya merasa bersalah karena saya merasa kurang memberikannya soft skill bagaimana cara dia menyelesaikan konflik dan masalah yang kompleks, yang bisa jadi akan sering dia temui dalam mengarungi kehidupan, baik dalam rumah tangga, dunia kerja dan kehidupan sosial kemasyarakatan.
Kebanyakan orang tua lupa mengajarkan dan melatih anak-anaknya bagaimana saat dia menghadapi masalah.Â
Kita cenderung menyuapi atau bahkan mengambil alih dan pasang badan saat anaknya menghadapi masalah atas dasar cinta dan kasih sayang, yang sebetulnya berdampak pada rapuhnya jiwa anak pada saat dia harus lepas dari orang tua. Kita tidak mungkin bisa mendampinginya setiap saat dan mengambil alih semua permasalahan yang dia hadapi.
Anak perempuanku tumbuh sebagai seorang anak yang selalu menjadi pusat perhatian, karena dia adalah anak pertama, cucu pertama dari kedua belah pihak.Â
Perhatian, kasih sayang dan kemanjaan yang berlebihan bisa jadi membuatnya menjadi anak yang agak egois, keras kepala, kurang peka dan perhatian kepada orang lain. Dilain sisi, sejak kecil prestasi akademisnya sangat membanggakan.Â
Dia memiliki disiplin dan determinasi untuk mencapai nilai terbaik mencapai cita-cita yang diinginkan Dia mencapai sarjana kedokteran tepat waktu dan dilanjutkan dengan profesi dokter sampai bekerja sebagai dokter PTT di Puskesmas, dilanjutkan dengan bekerja sebagai dokter yang menangani estetika kulit.Â
Semuanya tampak berjalan mulus, belum menemukan permasalahan yang cukup berat dalam hidupnya.
Setelah menikah dan mulai hidup mandiri bersama suami, riak-riak permasalahan mulai muncul sebagaimana umumnya sebuah keluarga. Masalah yang datang silih berganti antara masalah internal rumah tangga dan dunia kerja.Â
Akhir-akhir ini saya sering mengkhawatirkannya karena tampaknya dia mulai sering berusaha menyakiti dirinya saat menghadapi masalah atau dia melakukan tindakan impulsif yang kadang menimbulkan masalah.Â
Selepas sholat Subuh, saya mengirimkan pesan melalui e mail kepada anak perempuanku dengan harapan dia bisa mengambil manfaat dari apa yang saya tuliskan.
Berikut saya bagikan nasihat yang saya sampaikan kepada anak perempuanku yang biasa dipanggil Teteh (Kakak dalam bahasa Sunda), karena dia anak pertama di keluarga kami.
Teteh,
Semoga pagi ini bangun dalam kondisi badan yang lebih segar dan mood yang baik setelah cukup beristirahat semalam. Mama mencoba memahami apa yang Teteh rasakan saat ini.Â
Mama faham hanya kamu sendiri yang tahu persis apa yang dirasakan. Teteh perlu mencoba mendeskripsikan dengan lengkap emosi apa yang muncul, agar bisa ditemukan "pesan" dari emosi itu dan apa yang perlu kita lakukan kedepan. Mama mencoba menebak saja, kira-kira  emosi yang Teteh rasakan saat ini. Â
Saat ini Teteh merasa kecewa, sedih, rasa bersalah, helpless, hopeless, sakit hati. Menurut dr Jiemy Andrian, seorang pskiater ahli depresi, setiap jenis emosi yang dirasakan oleh fikiran dan perasaan kita perlu difahami messagenya.Â
Emosi yang kita rasakan memberi isyarat bahwa tubuh kita perlu didengarkan dan ditindaklanjuti. Coba lengkapi apa yang telah Mam tuliskan dan renungkan sendiri apa message nya
Dari cerita dan penjelasanmu tentang apa yang terjadi Mama melihat ada beberapa poin penting yang perlu menjadi hikmah yaitu:
1. Introspeksi: memperbaiki apa yang kurang pas dan keliru di masa lalu (contoh: bertindak impulsif tanpa berfikir panjang)
2. Menerima kenyataan dan bahwa apa yang terjadi saat ini merupakan konsekwensi atas kesalahan yang kita lakukan
Selanjutnya, hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah:
1. Maafkan dan cintai dirimu
Maafkan diri kamu yang sudah berbuat kesalahan, Â agar kamu bisa berdamai dengan masa depan. Teteh akan sulit untuk melangkah kedepan kalau belum berdamai dan memaafkan diri sendiri. Sebagai manusia, kita boleh kok melakukan kesalahan. Hal yang paling penting afalah kamu harus berupaya keras untuk tidak mengulanginya
2. Terima rasa sakit, pedih, karena kecewa, putus asa dan merasa tak berdaya saat ini. Memang tidak akan mudah dan sederhana prosesnya. Berusahalah menikmati prosesnya, dan yakinlah tidak ada rasa sakit yang permanen
3. Tidak fokus hanya pada "X" (nama perusahaan tempat dia bekerja). Kebahagiaan kamu tidak ditentukan oleh petinggi "X" dan menjadi berkarier di "X". Sering kali kita hanya terfokus pada satu pintu menuju kebahagiaan atau kesuksesan. Sampai tidak menyadari bahwa ternyata masih ada pintu-pintu lain terbuka atau tidak terkunci untuk kamu masuki, namun terabaikan karena kamu tidak notice
4. Apresiasi suami, anak, orang tua dan orang-orang terdekat lainnya yang selama ini selalu mendukung Teteh. Bayangkan kalau Teteh harus melewati semua masalah ini sendiri atau bayangkan apabila orang-orang terdekat meninggalkanmu karena terluka oleh sikapmu
5. Jadilah gelas setengah penuh yang masih memberi ruang untuk masukan, saran, kasih sayang dari orang lain.
Semoga apa yang Mama sampaikan, bermanfaat untukmu. Semoga pada hari Jum'at yang cerah dan berkah ini bisa menjadi awal baru bagi Teteh untuk lahirnya cara pandang, cara fikir dan cara tindak baru. (Cisaranten05112021)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H