Saat ini dunia tengah menghadapi krisis kesehatan global dan sosial ekonomi akibat pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19). Di Indonesia, kehidupan jutaan anak dan keluarga seakan terhenti. Pembatasan sosial dan penutupan sekolah berdampak pada pendidikan, kesehatan mental, dan akses kepada pelayanan kesehatan dasar. Namun demikian, kelompok usia anak tetap harus dipertimbangkan sebagai kelompok rentan.
Anak sebagai kelompok rentan COVID-19.
Kelompok usia anak sering terdengar sebagai kelompok dengan kejadian paling rendah. Namun pada kenyataanya angka kasus COVID-19 pada anak berkata lain. Indonesia memiliki kasus kematian pada anak akibat COVID-19 terbesar di Asia Tenggara.
Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 per tanggal 10 Agustus 2020 menunjukkan lebih dari 10.000 anak usia 0-17 tahun terjangkit COVID-19 dan lebih dari 100 di antaranya meninggal dunia.
Angka ini menunjukkan bahwa anak juga rentan terhadap COVID-19. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan bahwa tidak benar kelompok usia anak tidak rentan terhadap COVID-19 atau hanya akan menderita sakit ringan.
Masalah kesehatan anak yang sudah ada di Indonesia dapat berpengaruh terhadap angka kesakitan dan kematian anak akibat COVID-19. Diare dan radang paru (pneumonia) masih menjadi penyebab kematian anak pertama dan ke-dua di Indonesia.
Adanya kedua penyakit tersebut sebagai penyerta COVID-19 dapat memengaruhi luaran penyakit. Angka kejadian gizi buruk dan stunting di Indonesia masih tinggi. Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting ke-lima terbesar di seluruh dunia, yaitu 30,8% pada tahun 2018.
Anak yang mengalami gizi buruk dan stunting dapat mengalami penurunan fungsi sistem kekebalan tubuh. Cakupan imunisasi lengkap bagi anak Indonesia masih rendah.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) hanya sebesar 57,9%. Apabila seorang anak terjangkit penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, daya tubuh anak tersebut akan turun.
Walaupun belum ada riset yang lebih detil mengenai hubungan antara masalah kesehatan anak Indonesia dengan risiko terjangkitnya COVID-19, namun faktor-faktor tersebut berpotensi meningkatkan angka kesakitan dan kematian anak akibat COVID-19.
Tidak hanya risiko infeksi dan kematian saja, namun ada banyak faktor risiko sekunder yang mengakibatkan anak menjadi kelompok rentan di masa pandemi ini. Risiko sekunder yang dapat berdampak pada anak Indonesia di antaranya:
- Turunnya kesejahteraan anak akibat penurunan penghasilan orang tua
- Kehilangan orang tua
- Kesulitan mengakses layanan kesehatan dasar
- Kesulitan mengakses pendidikan berkualitas
- Dukungan terbatas untuk anak dengan disabilitas
- Naiknya risiko kekerasan pada anak
Anak rentan akan penelantaran dan kekerasan akibat pandemi COVID-19.
Coronavirus disease 2019 (COVID-19) mengubah kehidupan berkeluarga. Dampak sosial dan ekonomi COVID-19 yang berat akan dirasakan oleh anak-anak yang rentan.
Sebagian dari mereka sudah hidup di tengah kemiskinan, sementara upaya respons COVID-19 mengandung konsekuensi yang dapat mempersulit kehidupan mereka.
UNESCO memperkirakan terdapat sekitar 1,38 milyar anak tidak bersekolah akibat pandemi COVID-19. Mereka tidak mendapatkan akses untuk melakukan kegiatan sosial, olahraga, dan sarana bermain bersama.
Menjaga anak-anak lebih banyak beraktivitas di rumah merupakan hal yang menantang bagi sebagian orang tua, terlebih lagi bagi mereka yang berpenghasilan rendah dengan situasi rumah yang tidak kondusif. Dampak krisis ekonomi akibat pandemi dapat menambah stres orang tua.
Saat ini baik orang tua maupun anak hidup dalam ketakutan dan tingkat stres yang kian meningkat. Tanpa disadari, hal-hal tersebut dapat memiliki implikasi serius. Beberapa bukti menunjukkan terdapat peningkatan penelantaran dan kekerasan pada anak selama masa pandemi COVID-19.
Apa yang harus dilakukan?
Dengan angka kematian yang sudah tercatat, sistem kesehatan dan pendidikan yang terganggu, keluarga-keluarga rawan jatuh miskin, dan peningkatan risiko kekerasan, dibutuhkan aksi segera agar krisis kesehatan ini tidak menjadi krisis hak-hak anak. Pengendalian penyebaran COVID-19 memang sudah sangat mendesak.
Namun apabila tidak dipertimbangkan dengan baik, bahaya sekunder dapat muncul bagi generasi masa depan. Langkah-langkah yang diambil untuk mengendalikan penyebaran COVID-19 harus turut mengutamakan kesejahteraan anak demi generasi yang lebih baik.
Komunikasi publik untuk memberikan pesan dan nasihat kesehatan kepada anak dan orang tua tentang bahaya virus Corona dan cara melindungi diri perlu dilakukan secara berkelanjutan.
Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir adalah salah satu cara paling efektif untuk mencegah penyebaran COVID-19.
Oleh sebab itu akses terhadap sarana mencuci tangan harus tersedia dengan baik.
Pandemi COVID-19 membuat pemerintah harus melakukan penutupan sementara terhadap ribuan sekolah di seluruh Indonesia demi menurunkan laju penularan. Akibatnya, jutaan anak tidak lagi bersekolah atau harus belajar secara jarak jauh.
Namun, pada masa ini, tanpa akses yang setara terhadap pendidikan, pembelajaran dan potensi jutaan murid akan dirugikan.
Rancangan metode pembelajaran yang inovatif dapat menjadi solusi untuk mengatasi hambatan kegiatan belajar mengajar jarak jauh dan memastikan anak dapat terus belajar.
Pandemi COVID-19 diperkirakan akan meningkatkan kekurangan gizi ibu dan anak secara signifikan. Pandemi juga dapat mengganggu banyak layanan gizi, termasuk program deteksi dini dan pengobatan anak-anak yang kurang gizi.
Dalam kondisi seperti ini, layanan perbaikan gizi untuk anak-anak dan keluarga yang rentan harus tetap terpenuhi. Layanan gizi tersebut di antaranya pemantauan pertumbuhan, distribusi mikronutrien esensial, dukungan bagi para ibu untuk memberi makan bayi mereka secara aman dan memadai, serta menyediakan makanan yang praktis, ekonomis, dan sehat bagi keluarga untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Ketersediaan perlindungan sosial dapat menjadi solusi bagi rumah tangga miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pengasuhan anak dan mengalokasikan dana bagi anak.
Otoritas setempat sebaiknya menguatkan sistem perlindungan anak dan mencegah serta merespons kasus kekerasan, eksploitasi, dan pelecehan terhadap anak guna melindungi anak dari kekerasan, eksploitasi, dan pelecehan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H