Mohon tunggu...
Kali Yuga
Kali Yuga Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Amatir

dari pinggir kali mahardhika

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenalilah Dirimu karena Dia Lebih Dekat dari Urat Lehermu

26 Februari 2019   00:45 Diperbarui: 5 Desember 2019   09:55 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapakah dirimu sebenarnya, apakah diri kita adalah kita yang sekarang ini dengan label nama, kedudukan sosial, pekerjaan, status diri, apakah diri ini adalah label suku bangsa di mana diri ini dilahirkan? Siapakah diri ini yang bila malam terlelap, dan hilang kesadaran. Apakah diri ini adalah pengalaman dan konsep yang telah bertahun-tahun ditempa kehidupan? 

Apakah diri ini adalah pengetahuan yang terus dijejalkan, semakin dahaga akan ilmu yang terasa tiada habisnya. Sudah berjuta lembar kitab suci telah terbaca dan tetap saja merasa kering. Diri yang kadang merasa benar sekaligus merasa bersalah, silih berganti. Kebahagiaan yang selalu mencari kebahagian baru, dan kesedihan yang semakin dalam. 

Sudah banyak Nabi silih berganti, cerdik cendikiawan, bahkan guru-guru, baik itu guru mursid atau guru spiritual, dan bagaimana? Tetap saja diri ini sendiri dan terlena dalam permainan dunia. Apakah akhirat tujuan setelah mati adalah hal utama? Diri ini hanya berandai-andai berdasarkan kata orang lain. Masa depan itu milikNya, kata orang bijak. Masa lalu itu tidak ada. Milik kita adalah sekarang.

Sekarang, detik ini adalah milik diri ini. Saat ini hanya bisa dicapai dengan kesadaran. Kesadaran adalah satu-satunya milik diri.

Apakah itu kesadaran? Itu adalah rahasia. Sebuah rahasia yang turun temurun dipegang rapat. Hanya yang berhaklah yang bisa memahami kesadaran itu.

Segala teori katanya tentang kesadaran sudah terungkap dari berbagai kitab suci terdahulu, hingga padepokan spiritual kontemporer di era sekarang, tapi itu hanya perlambang, sesungguhnya hanya diri ini yang bisa mencapainya, bukan lewat hal lain atau orang lain. Bukannya para Nabi mendapatkan pencerahan secara langsung melalui diriNya, dan Nabi adalah sosok contoh bagi kita.

Sesungguhnya pencapaian kesadaran melalui diri sendiri bukan melalui di luar diri. 

Inilah inti sebenarnya, bahwa diri ini selagi bernafas untuk memahami dan melakukan sebuah kesadaran.

Cahaya kesadaran, berlapis-lapis, cahaya di atas cahaya. Ini rahasia, karena hanya diri ini yang bisa memahami, karenanya itu rahasia.

Apakah bila tidak pernah mengalami kesadaran menjadi orang yang sia-sia? Tidak ada kesia-siaan dalam hidup ini, yang ada adalah sadar apa tidak, bersaksi atau belum, dan tiada ada apa-apa.

Aku hanya bisa memberitahu bahwa ini rahasia. Sesuatu yang rahasia adalah memang bukan untuk yang dirahasiakan, jadi ini hal yang biasa saja, tidak akan berpengaruh apa-apa bagi mereka yang terliputi. Setiap diri akan mencari jalannya. 

Salam, Kota Jogja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun