Mohon tunggu...
Kalistus Andhika Krisnayana A
Kalistus Andhika Krisnayana A Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Semeinaris Mertoyudan tahun pertama

Sepeda, Biola, Game

Selanjutnya

Tutup

Diary

Pengalaman Menjadi Seminaris

26 September 2024   12:30 Diperbarui: 3 Oktober 2024   11:38 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum Memasuki Seminari

          Sebelum memasuki SMA Seminari Mertoyudan, saya merupakan seorang pelajar yang biasa. Saya tidak terlalu pintar maupun bodoh. Namun karena saya terlalu sering melaksanakan berbagai kegiatan di gereja seperti menjadi pengurus misdinar, bertugas koor, bermain musik, menjadi putra altar dll, saya menjadi tertarik untuk menjadi seorang imam katholik. Pada awalnya saya tidak tahu bagaimana cara untuk menjadi seorang imam atau sekolah macam apa yang harus saya tempuh untuk menjadi seorang imam Katholik. Namun kebetulan kakek saya pernah menyekolahkan paman saya ke SMA Seminari Menengah Mertoyudan. Saya menjadi tertarik untuk bersekolah disana.  

40 Hari Karantina

        21 Juli 2024, merupakan hari pertama saya di Seminari Menengah Mertoyudan. Pada hari itu saya merasakan perasaan campur aduk. Saya merasakan perasaan senang sekaligus sedih. saya merasa senang karena saya dapat memulai perjalanan saya menempuh pendidikan calon imam. Di saat yang bersamaansaya juga merasakan perasaan sedih karena saya harus meninggalkan orangtua saya untuk sekolah di asrama. Pada 40 hari selanjutnya hingga Hari Orang Tua saya harus menjalani berbagai kegiatan untuk menjadi kerasan dan mempererat persaudaraan antar seminaris tahun pertama.

Hari-Hari Selanjutnya

        Setelah Hari Orang Tua, saya merasa lega karena dapat bertemu kembali dengan kedua orang tua saya yang saya sayangi. Saya telah menuntaskan 40 hari pertama di sini, saya merasa sudah nyaman tinggal di sini dan dapat menganggap Seminari Mertoyudan sebagai rumah saya juga. Sekain itu saya juga sudah dapat menganggap semua teman-teman yang ada di angkatan saya sebagai saudara saya sendiri. Mengikuti jadwal baru yang lebih rapat saya merasa sedikit kewalahan dan lelah. Mengatur penggunaan waktu, bergantian menggunakan komputer, menunggu antrian setrika, dan segala hal alin membuat saya sedikit kewalahan untuk menghadapinya. namun itu semua merupakan bagian dari formasi ini untuk tidak bergantung pada orang lain.

Itulah kisah yang dapat saya bagi, semoga dapat menjadi sebuah inspirasi.

Tuhan memberkati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun