Perhatian! Artikel ini merupakan hasil observasi penulis pada tahun 2016. Sehingga, mungkin ada perbedaan narasumber dan kondisi yang kurang sama dengan tulisan artikel berikut ini.
Sebuah rumah tua di pinggir jalan Tulang Bawang No. 11 Enggal itu tertutupi pagar seng yang sudah berkarat. Dari jalan, hanya terlihat seperempat bagian rumah.Â
Tidak banyak yang tahu bahwa rumah itu memiliki sejarah luar biasa bagi Lampung. Rumah Daerah Swatantra Tingkat I Lampung atau lebih dikenal Rumah Daswati, merupakan salah satu saksi sejarah terbentuknya Provinsi Lampung. Dahulu, Lampung bukanlah sebuah provinsi melainkan karesidenan dari provinsi Sumatera Selatan.Â
Ketika itu, masyarakat Lampung merasa kesulitan dalam mengurusi segala sesuatunya, baik dari segi pemerintahan maupun administrasi. Segala yang ingin diputuskan harus disetujui pihak pusat yang bertempat di Palembang. Bolak-balik Lampung-Palembang harus dirasakan masyarakat Lampung saat itu.
Muncullah keinginan masyarakat, agar Lampung menjadi daerah tingkat I (Provinsi). Para tetua adat, pemimpin-pemimpin daerah karesidenan, tokoh-tokoh masyarakat Lampung dan tokoh-tokoh partai di Lampung tergerak pikirannya untuk merealisasikan hal ini.Â
Sekitar 1962, berbagai upaya para pemimpin karesidenan Lampung dalam memerdekakan diri dari Provinsi Sumatera Selatan terus dilakukan, seperti salah satunya pembuatan petisi untuk Pemprov Sumatera Selatan. Namun, berkali-kali juga tidak membuahkan hasil.
Hingga tanggal 28 Februari 1963, bertempat di rumah Radja Sjah Alam diadakan rapat yang dihadiri tokoh-tokoh masyarakat Lampung dan tokoh-tokoh partai di Tanjung Karang. Yang menghasilkan pembentukan Panitia Perjuangan Daswati I Lampung.Â
Panitia ini, berjumlah 12 orang dari berbagai tokoh antara lain Komarudin selaku penasehat, Radja Sjah Alam (PNI) selaku Ketua, Nasjir Rachman (Murba) selaku sekretaris, Mustafa Sengaji (PBII) selaku bendahra, Hi. Achmad Ibrahim (Kapt TNI AD) selaku penggagas, Achmad Zaini selaku penghubung pemerintah Dati (Daerah Tingka t)I Sumatera Selatan dengan Pemerintah Pusat di Jakarta, Â Basir Amin (Murba), Ubah Pandjaitan (Parkindo), Sabda Panjinagara (Parkindo), M. Husni Gani (NU), M.A Pane (PKI) dan FX. G. Adi Warsito (Partai Katolik).
Panitia ini mulai mengadakan rapat I (7 Maret 1963) di gedung perjuangan 45. Rapat ini menghasilkan suatu pernyataan yang didukung oleh masyarakat Lampung melalui para pemimpin partai dan tokoh masyarakat Lampung. Secara sukarela, Ibrahim menjadikan rumahnya sebagai tempat rapat bagi Panitia Perjuangan Daswati I Lampung. Dan akhirnya, rumah itu ditetapkan sebagai kantor sekretariat Panitia Perjuangan Daswati I Lampung.
Setelah berkas-berkas yang diperlukan dirasa cukup, tanggal 18 Mei 1963 Panitia Perjuangan Daswati I Lampung menemui presiden RI, Ir. Soekarno di Istana Bogor. Kurang lebih 1 jam, akhirnya presiden menyetujui Lampung menjadi daerah Provinsi yang memiliki hak otonominya sendiri, dengan syarat masyarakat Lampung memberikan bantuan dalam pembangunan jalan raya di Sumatera. Keluarnya SK Mendagri No. BK2/103/5-472 tanggal 14 Desember 1963 A.17/1313-3 tentang persetujuan pembentukan Daswati I Lampung, ini sangat menggembirakan khususnya para pelaku sejarah.
Menindaklanjuti SK Mendagri, tanggal 8 Januari 1964 keluarlah SK Gubernur atau KDH Sumatera Selatan No. L.5/1964 dalam pembentukan Tim Asistensi yang bertugas membantu Gubernur/Kepala Daerah Sumatera Selatan mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pemindahan hak, tugas kewajiban serta kewenangan urusan pemerintah dari pemerintah Sumatera Selatan kepada pemerintah daerah Lampung.
Pada 13 Februari 1964, keluarlah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) No. 3 Â Tahun 1964 tentang pembentukan daerah tingkat I Lampung dengan mengubah UU No. 25 tahun 1959 tentang pembentukan daerah tingkat I Sumatera Selatan. Namun, Lampung belum bisa melaksanakan pemerintahan yang otonom karena belum memenuhi persyaratan. Yaitu belum adanya kepala daerah, belum dilakukannya serah terima Pemerintahan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan kepada Provinsi Lampung serta PERPPU yang masih bersifat sementara karena belum disejui Dewan Perwakilan Rakyat.
Akhirnya, momen bersejarah Lampung datang jua. Pada 18 Maret 1964 diselenggarakan upacara serah terima pemerintahan dari Provinsi Sumatera Selatan kepada Provinsi Lampung. Pelantikan Kusno Dhanupojo sebagai Gubernur Lampung I juga dilakukan di hari yang sama. Eny Karim selaku Menteri Dalam Negeri saat itu, turut menjadi saksi peristiwa besar bagi Lampung.
Rumah Daswati Kini
Angker, adalah kesan pertama bagi orang yang baru pertama kali melihat bangunan ini. Sebenarnya, jarang terurus membuat kesan itu timbul. Hanya Pak Jasim (52) seorang diri yang sudah tua renta menetap dalam rumah tua itu.
Rumah itu tidak dialiri listrik, sehingga bila senja sore datang, suasana gelap akan mulai terasa di ruangan seisi rumah. Beberapa barang sisa peninggalan keluarga Achmad Ibrahim selaku salah satu Panitia Perjuangan Daswati I Lampung, masih bisa ditemukan di sana. Â Mulai dari kursi, meja kayu, jam dinding khas tempo dulu, lemari, dan beberapa barang lain.
Dahulu, Jasim ditawari oleh Ibrahim (pemilik rumah) untuk menjaga rumah tersebut, karena Ibrahim bersama keluarga ingin pindah. Babeh yang saat itu tunawisma mengiyakan permintaan Ibrahim.Â
Menurut penuturan Jasim, tak beberapa lama kemudian Ibrahim meninggal. Saat itu pula keadaan ekonomi keluarga Ibrahim mengharuskan Siti Fatimah (anak Ibrahim) menjual rumah tersebut. Akhirnya rumah itu dijual kepada pengusaha berdarah Cina dari Bandung. Sehingga kepemilikan hak kuasa atas rumah tersebut berpindah tangan. Rencananya pengusaha dari Bandung itu akan membangun kios di daerah tersebut.
Pada perayaan ulang tahun Lampung tahun 2014 lalu, ia menjanjikan agar rumah daswati akan dikelola menjadi cagar budaya. Namun hingga saat ini, persengketaan rumah daswati antara pemerintah Lampung dengan pemiliknya pun masih terjadi. Niat pemerintah Lampung masih belum terealisasi, akibat belum terpenuhinya permintaan dana dari pengusaha. Sehingga, sampai saat ini pula rumah Daswati tiada yang mengurusi.
Beberapa Bukti Sejarah Dimiliki Putri Bungsu Achmad Zaini
Elsi (47), putri bungsu dari Achmad Zaini lah yang dengan telaten mengumpulkan dokumen-dokumen penting peristiwa bersejarah di Lampung.Â
Saat ditemui di perumahan Karunia Indah Blok H1 No.6, terpasang di dinding rumah sebuah foto saat Panitia Perjuangan Daswati I Lampung pergi ke Istana Bogor menemui Ir. Soekarno, piagam penghargaan Acmad Zaini sebagai panitia tersebut, dan foto ketika Zaini mendapat penghargaan dari Gubernur Lampung, Drs. Oemarsono.
Demi mengenang jasa-jasa pahlawan Panitia Perjuangan Daswati I Lampung, Elsi bersama beberapa mahasiswa dari IBI Darmajaya, Unila, dan M. Ridho Ficardo (Gubernur Lampung) berinisiatif membuat film dokumenter dan beberapa buku yang baru dicetak tahun 2015. Mereka membentuk sebuah yayasan Pendiri Lahirnya Provinsi Lampung (PLPL). Yayasan ini bertujuan sebagai wadah bersosialisasi keluarga yang ditinggalkan para pelaku sejarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H