Mohon tunggu...
Kalista Setiawan
Kalista Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi / Penulis Amatir

Hasil dari gadget dan pikiran yang saling berkompromi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kasus Janggal Novel Baswedan Mengganggu Mahasiswa Kuliah Daring

14 Juni 2020   15:45 Diperbarui: 14 Juni 2020   15:49 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa minggu ini, tak hanya para pemerhati politik yang geram atas kasus kejanggalan Novel Baswedan. Kami pun mahasiswa yang dikira masih piyik ini, turut gregetan. Kata "Tidak Sengaja", membuat aturan hukum dan keadilan menjadi lemah.

Tagar #GakSengaja pun sempat trending di twitter mengalahkan #KingEternalMonarch. Mulai retweet, like, buat opini di berbagai medsos hingga meme (lawakan bergambar) sudah sering kali kami lakukan agar #GakSengaja ini menjadi perhatian publik.

Kalau bukan karena masa pandemi seperti ini, kami pasti sudah bisa melakukan aksi seperti "Gejayan Memanggil" tempo lalu atau gerakan para pendahulu kami generasi "98 yang berhasil menduduki gedung DPR. Tidak susah mengumpulkan kami, lewat medsos pun kami siap turun aksi. 

Bukan buat rusuh, sungguh. Tapi kami juga ingin turut serta berkontribusi menyuarakan aspirasi dari lubuk hati kami yang dikira kurang peduli, tidak mau berurusan dan tak tahu apa-apa tentang politik.

Sempat saya pikir, apa si jaksa dan hakim disana sama seperti kita yang sering melakukan kuliah daring di masa pandemi. Karena, saya sadar memang sulit untuk SFH (Study From Home). Bukan pintar, malah jadi bebel otaknya dikasih tugas tanpa materi yang jelas. 

Alhasil, kami sering menggunakan Google untuk mengerjakan tugas maupun ulangan, hehe. Tapi wabah ini pun baru membumi sekarang. Seharusnya kan, yah mereka pasti lebih terdidik toh daripada kami yang baru menetas.

Apalagi, sepertinya pemerintah sering PHP dengan Novel. Ingat Pak Presiden, mana ada orang yang suka di-PHP-in? Lah, dikata sekedar status friendzone saja sering kami pertanyakan, apakah si doi serius atau tidak? Jangan bilang, kalau dulu bapak seorang Fuck Boy. Aduh nanti saya dihubungi BIN lagi hehe. Ini gak sengaja keketik kok pak.

Buron selama 3 tahun, pak Ronny dan Rahmat diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Tapi dijatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa dengan hukuman pidana selama 1 tahun. Kan lucu, sampai saya udah gak niat lagi buat ketawa.

Dilansir detik.com pada artikel Awal Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan Hingga Tuntutan Dinilai Janggal (diterbitkan 13 Juni 2020), majelis hakim Pengadilan Jakarta Utara yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana melakukan penganiayaan dan terencana lebih dahulu dengan mengakibatkan luka berat.

Coba diamati lagi, seberapa lucunya kata-kata diatas hingga berbau cringe. "Terbukti melakukan penganiayaan secara terencana dan mengakibatkan luka berat." Bapak jaksa coba pikir, kalau ada orang yang gak sengaja juga lempar air keras setelah bapak pulang dari rumah ibadah. 

Niatnya mau nyiram tanaman, eh bapak lewat jadi bapaknya yang kena. Itu, mata pak Novel seumur hidup gak bakal sebagus dengan ciptaan Allah lagi loh.

Masalahnya ini menimpa seorang penyidik senior KPK loh, bukan orang sembarangan. Satu tahun mungkin saya rasa, waktu orang baru mau berniat untuk berpikir atas kesalahannya. Pandji Pragiwaksono pun turut berkomentar di akun youtube-nya Berita Dari Neraka Eps. 6 , "Di umur segitu, anak kecil baru mau ngomong emaa.. bukan emmmaaaf gak sengaja,"

Kalau di penjara, pak Ronny dan Rahmat Kadir enak hidupnya. Gak bakal kena corona. Makan dikasih gak usah kerja, kalau punya dana lebih bisa dapet fasilitas VIP disana. Kurang enak apalagi kedua bapak polisi aktif itu. Padahal mereka seharusnya aparat hukum yang bisa menjadi tauladan bagi kami bukan malah yang harus ditakuti.

Saya juga mikir, bapak dan aparatur lainnya juga tengah disibukkan bagaimana mengatur perekonomian negara agar tidak merugikan masyarakat. Betapa susahnya menghadapi isu global ini. 

Kami pun juga sama pak, teman saya yang lulus juga masih menunggu lamaran pekerjaannya di-ACC. Berharap pandemi ini selesai. Namun, bila keadilan di negeri kita berada di posisi kritis, maka Indonesia juga akan dianggap remeh oleh negara lainnya.

Tadinya, kami bangga karena Indonesia menganut Bhinnerka Tunggal Ika. Kasus seperti George Flodyn pun kurang booming di hiruk pikuk berita nasional. 

Tapi, beberapa hari kemudian, kami sadar standar keadilan Indonesia lebih kritis daripada di Amerika Serikat. Tak hanya kasus Novel Baswedan, masyarakat Papua sampai sekarang juga masih mengalami rasisme.

Harapan kami kepada Bapak Presiden Republik Indonesia : Jangan takut dengan segala kebijakan yang dapat memakmurkan rakyat. Walau kami tau pasti orang-orang yang diatas bapak turut mengancam. Kami masih menaruh harapan besar kepada Bapak Jokowi dan segala stakeholder untuk bisa memutar balikkan keadaan menjadi lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun