Sebagai salah satu kawasan industri terbesar di Asia Tenggara, Kabupaten Bekasi menjadi kabupaten yang memiliki peluang besar dari segi ekonomi. Hal ini diperkuat dengan berbagai prestasi investasi yang diterima. Pada tahun 2017, nilai ekspor di kawasan Cikarang mampu bersaing dengan Batam.Â
Selain itu, sebanyak 2.125 unit pabrik dari 25 negara berbeda berada di kawasan tersebut. Berdasarkan laporan tempo.co (2017), kawasan tersebut mampu menyumbang sebesar 34,46 % PMA Nasional, serta 22-45 % volume ekspor nasional. Sedangkan, berdasarkan laporan dakta.com (2019) total investasi penanaman modal asing dan dalam negeri di wilayah Kab. Bekasi sebesar Rp41.556.383.392.790. Ini merupakan yang terbesar di Jawa Barat.
Kemajuan kawasan industri seharusnya menjadi sumber potensial pendapatan daerah untuk pembangunan serta pemerataan ekonomi masyarakat. Namun, hal ini berbanding terbalik dengan berbagai permasalahan yang terjadi. Berbagai surat keputusan serta regulasi akhirnya dikeluarkan, berharap agar memecahkan problematika.
Pada tahun 2018, ada sepuluh kecamatan yang tergerus kawasan industri (dakta.com, 2018). Akibatnya Kab. Bekasi kekurangan lahan pertanian demi kebutuhan tempat pemukiman dan kawasan industri. Pengajuan Rancangan Peraturan Daerah Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Raperda LP2B) untuk kasus kecamatan yang tergerus, pada akhirnya tidak disetujui oleh pansus XXVIII DPRD Kabupaten Bekasi.
Perolehan pajak air tanah di kawasan industri juga kurang 40% dari target yang ditetapkan (wartakota.tribunnews.com, 2019). Pelayangan surat peringatan pun dikeluarkan untuk perusahaan-perusahan bandel yang belum membayar pajak air tanahnya. Hal ini pun sudah sering dilakukan pemkab bertahun-tahun, namun tiada perkembangan signifikan atas kebijakan tersebut.
Tak hanya itu, sebanyak 9,69 % warga kabupaten bekasi yang berusia produktif belum mendapatkan pekerjaan (wartakota.tribunnews.com, 2019). Walaupun angka terbilang kecil, namun hal ini tetap terdengar aneh bagi kabupaten yang terkenal sebagai salah satu kawasan industri terbesar di Asia Tenggara. Akhirnya pemkab mengeluarkan serta menyosialisasikan Peraturan Bupati No.9 Tahun 2019 tentang Perluasan Kesempatan Kerja tersebut.
Berbagai permasalahan tersebut, memang bukanlah kesalahan pemkab seutuhnya. Setidaknya, pemkab sudah melakukan suatu hal agar tiap pekerjaan rumahnya selesai. Guna pasangan Eka Supria Atmaja memiliki prestasi gemilang di akhir tahun. Toh, jika berbagai regulasi tersebut berhasil menyadarkan para pemilik pabrik industri, masyarakatnya juga yang akan terkena dampaknya. Sehingga tak ada lagi kata apatisme terhadap setiap kebijakan pemkab.
Para pemilik kawasan industri juga harus sadar diri. Setidaknya patuhi peraturan kawasan yang sudah ditetapkan. Dalam mata hukum, semua pihak berkedudukan sama. Tidak membanding-bandingkan, mana yang paling banyak memiliki saham asing maupun tidak.
Namun untuk mencapai kesejahteraan bersama di kawasan kabupaten Bekasi, seluruh stakeholder mulai dari lapisan masyarakat, para pemilik industri hingga jajaran pemkab harus saling memiliki visi yang sama untuk bergotong royong mewujudkannya. Sayangnya tidak semudah layaknya membalikkan telapak tangan.Â
Seiring berkembangnya zaman, egosentris tiap individu kini juga semakin meningkat. Akhirnya, usaha pemkab yang kurang memiliki greget juga semakin membuat kebanyakan masyarakat lebih mementingkan urusan pribadi.
Tidak ada kata tidak mungkin, jika bertekad mau berubah. Cicil satu per satu, menjadi hal yang dapat kita lakukan bersama. Kita jabarkan terlebih dahulu beberapa solusi alternatif terkait permasalahan tersebut.
Mulai dari tergerusnya 10 kecamatan yang seharusnya menjadi lahan pertanian. Pada Juli 2019 hal ini kembali mencuat, sayangnya bukan kabar baik. Raperda dibekukan sementara waktu karena tidak adanya sinkronisasi data dengan fakta di lapangan. Hal ini, memang bisa disalahgunakan jika tidak segera dituntaskan. Alih-alih mewujudkan sinkronisasi data, para petani yang akan merugi.
Pertama pemkab harus segera membentuk badan khusus ahli geografi untuk mempelajari dan meneliti kembali, apakah rencana tata ruang wilayah yang sudah ditetapkan sesuai dengan fakta di lapangan. Hal ini guna mengetahui presentase dari seluruh ruangan yang dibutuhkan. Setelah itu pemkab bersama lembaga legislatif harus segera mengambil kebijakan. Lembaga legislative pun harus siap dengan agenda rapat.Â
Jangan sampai, karena kurang beberapa anggota malah makin membuang-buang waktu. Jika hal ini terjadi harus segera diselidiki, jangan-jangan ada campur tangan nakal lain yang akan mengacau.
Selanjutnya masalah pajak air tanah yang tiada perkembangan signifikan. Pengenaan pajak air tanah sendiri bertujuan untuk konservasi serta mengontrol pengambilan air tanah. Artinya pemungutan pajak air tanah fungsinya lebih pada pengendalian, bukan menargetkan sebanyak mungkin penerimaan pajak dari air tanah (Tirto.id, 2017). Sanksi tegas bisa diberikan pada para pengelola perusahaan industri, seperti provinsi DKI Jakarta. Memang, belum terlalu berdampak parah seperti Jakarta. Namun, jika hal ini terus berlanjut maka berpuluh tahun lagi tanah kabupaten bekasi turut menurun.
Pembentukan badan khusus, lagi-lagi diperlukan dalam menagih pajak. Jika, lewat batas waktu yang telah ditetapkan, pemkab harus tegas memberikan sanksi sesuai peraturan yang telah ditetapkan. Selain itu, tiap perusahaan industri harusnya tahu diri untuk meminta izin pengeboran dan pemakaian air tanah kepada pemkab.
Opsi lainnya, bisa bekerja sama dengan startup dan beberapa teknisi ahli pengelolaan air bawah tanah untuk menciptakan aplikasi pengelola pajak air tanah. Sehingga semua laporan dapat mudah terkontrol. Aktivasi water meter bisa diintegrasikan dengan aplikasi. Sistem kerjanya, ada sebuah sistem buka tutup saluran pengeboran air bawah tanah. Memang membutuhkan dana besar untuk mewujudkannya. Namun, ini adalah ide jitu untuk menundukkan perusahaan-perusahaan pada aturan yang berlaku.
Terakhir terkait lapangan kerja. Regulasi yang dikeluarkan, menurut penulis tidak bisa mengurai titik permasalahan. Tentu saja, perusahaan industri tidak akan mau merekrut karyawan yang tak berkompeten. Ini beban terbesar yang ditanggung perusahaan industri.
Lebih baik, pemkab memberikan berbagai macam pelatihan. Mengundang pembicara ternama untuk talkshow atau seminar gratis bagi masyarakat. Serta membuat pameran lowongan kerja yang mempertemukan masyarakat dengan beberapa perusahaan di kawasan industri. Hal ini pasti akan masuk akal dan jauh lebih berguna bagi kami generasi muda yang berusia produktif.
Tak hanya itu, para generasi muda juga harus turut semangat dalam berpartisipasi. Pemkab harus sering merangkul generasi muda kabupaten Bekasi dengan berbagai acara yang bersifat kekinian. Guna mengurangi tingkat apatisme masyarakat. Apalagi segala bentuk ide dan gagasan sangat diperlukan demi kemajuan dan kesejahteraan daerah.
Hampir 69 Tahun, usia kampung kita. Seluruh stakeholder harus saling bergotong royong untuk mewujudkan kabupaten Bekasi yang aman, bersih dan sejahtera. Mulai dari angkatan muda, generasi pendahulu, hingga yang sudah di jabatan-jabatan tertinggi. Tunjukkan lebih rasa kepedulian terhadap daerah tempat tinggal, kampung sendiri, bahkan tempat mengadu nasib. Semua sama. Satu visi satu kabupaten Bekasi! Jangan sampai prestasi industri yang melangit, malah luntur akibat tak ada individu yang mau mawas diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H