Mohon tunggu...
Kalina Putri
Kalina Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi saya memasak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Pendidikan Bermoral dalam Membentuk Generasi Penerus yang Berintegrasi

29 Juni 2024   19:18 Diperbarui: 29 Juni 2024   20:09 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN 

Pendidikan nilai adalah harga, makna, isi dan peran semangat atau jiwa yang besar bagi pemuda- pemusi indonesia tersirat dalam fakta di kehidupan masyarakat, konsep dan teori sehingga bermakna secara fungsional untuk mengarahkan, mengendalikan dan menentukan kelakuan seseorang ( Djahiri : 1990 ). Nilai- nilai yang terkandung dalam pkn ini adalah mengajarkan kita dalam kehidupan sehari-hari harus ada yang namanya nilai moral dan norma dalam pancasila. Tidah hanya itu, nilai yang ada dalam pendidikan kewarganegaraan mencangkup religiusitas, kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian, demokratis, nasionalisme. Oleh karena itu sudah sepantasnya jika pancasila mendapat predikat sebagai jiwa bangsa. Dengan demikian nilai pancasila secara individu hendaknya dimaknai sebagai cermin perilaku hidup sehari-hari. Contoh nilai pada keluarga gotong-royong.

Kesimpulan diatas mencerminkan bahwa nilai adalah suatu perbuatan kebaikan yang terdapat dalam berbagai hal yang dianggap sebagai sesuatu yang bernilai manfaat bagi sendiri dan bagi bangsa negara indonesia.

Sedangkan moral adalah baik buruknya seseorang baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat dan warga negara ( Suseno, 1998 ).  Sedangkan moral sendiri adalah prinsip baik buruknya yang ada dan melekat dalam diri individu atau seseorang. Moral dan moralitas memiliki sedikit perbedaan. Karena moral adalah prinsip baik buruknya sedangkan moralitas merupakan kualitas pertimbangan baik buruknya. Sebagai contoh cerita rakyat malin kundang. Yakni sebuah cerita rakyat yang menggambarkan anak bermoral tidak baik.

Pendidikan nilai moral/agama sangat penting bagi tegaknya satu bangsa. Tanpa pendidikan nilai moral (agama, budi pekerti, akhlak) kemungkinan besar suatu bangsa bisa hancur, carut marut. Munculnya kembali pendidikan budi pekerti sebagai primadona dewasa ini mencerminkan kegusaran bangsa ini akan terjadinya krisis moral bangsa dan kehidupan sosial Yang menurut. (Dedi Supriadi, Pikiran Rakyat 12 Juni: 8-9).

TINJAUAN TEORITIS 

Pendidikan dalam arti Yang luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah (Soegarda Poerbakawaca dan Harahap, H.A.H., 1981 : 257).

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal I ayat (1): "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untukmewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan Yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara."

Sedangkan "nilai" merupakan suatu ide - sebuah konsep - mengenai sesuatu yang dianggap penting dalam kehidupan. Ketika seseorang menilai sesuatu, ia menganggap sesuatu tersebut berharga untuk dimiliki, berharga untuk dikerjakan, atau berharga untuk dicoba maupun untuk diperoleh. Studi tentang nilai biasanya terbagi ke dalam area estetik dan etik. Estetik berhubungan erat dengan studi dan justifikasi terhadap sesuatu yang dianggap indah oleh manusia, apa yang mereka nikmati. Etik merupakan studi dan justifikasi dari tingkah laku bagaimana orang berperilaku. Dasar dari studi elik adalah pertanyaan mengenai moral -- moral yang merupakan suatu refleksi pertimbangan mengenai sesuatu yang dianggap benar atau salah (Jack R. Fraenkel, 1977: 6). Moral menurut kamus Poerw*adarminta (1989: 592) adalah ajaran tertentu baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban; akhlak, budi pekerti, susila.

Menurut Soegarda P. dan Harahap, H.A.H. (1981 : 434), ciri-ciri yang menunjukkan adanya pendidikan moral: (I) cukup memperhatikan instink dan dorongan-dorongan spontan dan konstruktif; (2) cukup membuka kondisi untuk membentuk pndapat yang baik; (3) cukup memperhatikan perlunya ada kepekaan untuk menerima dan sikap responsif; (4) pendidikan moral memungkinkan memilih secara bijaksana mana yang benar, mana yang tidak.

Jadi pendidikan nilai moral adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh manusia (orang dewasa) yang terencana untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik (anak, generasi penerus) menanamkan ke tuhanan, nilai-nilai estetik dan etik, nilai baik dan buruk, benar dan salah, mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban; akhlak mulia, budi pekerti luhur agar mencapai kedewasaannya dan bertanggung jawab.

Adapun ruang lingkup materi pendidikan nilai moral antara lain meliputi : ke-tuhanan, kejujuran, budi mulia, akhlak mulia, kepedulian dan empati, kerjasama dan integritas, humor, mandiri dan percaya diri, Ioyalitas, sabar, rasa bangga, banyak akal, sikap respek, tanggung jawab, dan toleransi (Pam Schiller dan Tamera Bryant, 2002), serta ketaatan, penuh perhatian, dan tahu berterima kasih.

Menurut Kohlberg perkembangan sosial dan moral manusia terjadi dalam tiga tingkatan besar yaitu:

a tingkatan moralitas prakonvensional, yaitu ketika manusia berada dalam fase perkembangan remaja awal, yang belum menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.

b. tingkat moralitas konvensional, yaitu ketika manusia menjelang dan mulai memasuki fase perkembangan masa remaja, yang sudah menganggap moral sebagai kesepakatan tadisi sosial.

c. tingkat moralitas pascakonvensional, yaitu ketika manusia telah memasuki fase perkembangan masa remaja dan pasca remaja (usia 13 tahun ke atas), yang memandang moral lebih dari sekedar kesepakatan tradisi.

Pendidikan Nilai Moral

  • Fenomena Tingkah Laku Amoral Remaja

Kita seringkali menyaksikan di banyak mass media dan cetak, fenomena tingkah laku amoral remaja yang semakin hari semakin meningkat, dari tindakan amoral yang paling ringan, seperti: membohong, menipu, perilaku menyontek di sekolah, tidak menaati peraturan, mlanggar norma, mencaci maki, sampai pada tingkat yang paling menghawatirkan, mencemaskan dan meresahkan orang tua dan masyarakat, bahkan mengganggu ketertiban umum, kenyamanan, ketentraman, dan kesejahteraan, serta merusak fasilitas urnum, seperti: mencuri, menodong/merampok, menjambret, memukul, tawuran pelajar, tindak kekerasan, kriminal, mabuk, dan bahkan sampai membunuh, serta mutilasi.

Perilaku amoral, tawuran kolektif, menurut Gustve le Bon dalam bukunya The Crowd, identik dengan irasionalitas, emosionalitas, dan peniruan individu. Perilaku seperti ini berawal dari sharing nilai atau penyebaran isu, kemudian kumpulan individu tersebut frustasi dan akhimya melakukan tindakan anarkis. Faktor-faktor ini bisa menjadi penyebab terj adinya konflik yang dapat menimbulkan kerusuhan sosial " ujar Imam B. Pasojo, sosiolog dari UI.


  • Kondisi Ideal Remaja sebagai Generasi Penerus

Remaja sebagai generasi penerus bangsa memiliki peran dan posisi yang strategis. Mereka merupakan harapan masa depan bangsa. Maju atau mundumya bangsa dan Negara ada di pundak mereka. Kalau mereka maju maka majulah Negara, tetapi kalau meraka bobrok, mundur, dan loyo, maka mundurlah Negara. Sudut pandang psikologi para remaja sebagai generasi penerus memiliki potensi yang bisa dikembangkan secara maksimal. Potensi mereka yang prospektif, dinarnis, energik, penuh vitalitas, patriotisme dan idealisme harus dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan yang terrencana dan terprogram.

Remaja sebagai generasi penerus juga memiliki kemapuan potensial yang bisa diolah menjadi kernampuan aktual. Selain itu juga memiliki potensi kecerdasan intelektual, emosi dan sosial, berbahasa, dan kecerdasan seni yang bisa diolah menjadi kecerdasan aktual yang dapat membawa mereka kepada prestasi yang tinggi dan kesuksesan. Mereka memiliki potensi moral yang dapat diolah dan dikembangkan menjadi moral yang positif sehingga mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan bangsa dan Negara yang penuh dengan kejujuran, tidak korup, semangat yang tinggi dan bertanggungiawab. Potensi mereka yang prospektif, dinamis, energik, penuh vitalitas, patriotisme dan idealisme telah dibuktikan ketika zaman pergerakan nasional, pemuda pelajar telah banyak memberikan kontribusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pendidikan Nilai Moral dan Implikasinya

Melihat dan memperhatikan fenomena dan kondisi ideal remaja sebagai generasi penerus, maka pendidikan nilai moral perlu ditanamkan sejak dini dan harus dikelola secara serius. Dilaksanakan dengan perencanaanyang matang dan programyang berkualitas. Misalnyadenganjumlah jam pelajaran yang memadai, program yang jelas, teknik dan pendekatan proses pembelajaran yang handal serta fasilitas yang memadai.

 Jika hal ini bisa dilaksanakan dengan baik, niscaya generasi akan memiliki moral yang baik, akhlak mulia, budi pekerti yang luhur, empati, dan tanggungjawab. Sehingga yang kita saksikan bukan Iagi kekerasan dan tawuran, melainkan saling membantu, menolong sesama, saling menyayangi, rasa empati, jujur dan tidak korup, serta tanggungiawab. Jangankan memukul atau membunuh, mengejek, mengeluarkan kata-kata kotor dan menghina teman pun tidak boleh karena dinilai sebagai melanggar nilai-nilai moral.

METODE

 

Dalam metode ini bahwa pancasila dalam pendidikan moral sangat penting dalam membentuk generasi penerus yang berintegritas karena memberikan kerangka kerja bagi siswa untuk memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai etis yang penting. Ini membantu mereka mengembangkan karakter dan membuat keputusan yang bertanggung jawab, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional.

Pendidikan moral juga membantu siswa memahami konsenkuensi dari tindakan mereka dan belajar mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka dan belajar. Ini membantu mereka menjadi warga yang bertanggung jawab dan berpatisipasi. Secara keseluruhan, pendidikan moral memainkan peran penting dalam membentuk generasi penerus yang bertanggung jawab atas apa yang mreka lakukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN 

Pendidikan Moral dan Karakter Pendidikan moral adalah syarat keberadaan perlunya kontol dan realisasi sosial dari dalam filsafat tradisional atau biasa disebut dengan " perkembangan manusia" yaitu, pergerakan dari keadaan yang tidak diinginkan menjadi lebih baik. Menurut (Character & World, 2014) Proses memasukkan perkembangan manusia ke dalam diri sendiri tradisi filosofis adalah menemukan, memahami, dan kemudian menafsirkan ide-ide fisuf seperti Buddha, Socrates, Plato, Kant tentang ide atau pemikiran terkait dengan identitas diri sebagai manusia, yaitu suatu perkembangan bertahap seperti yang disebut Buddha di mulai dengan kehidupan meditasi dan pertapaan sederhana, bertindak tanpa kepentingan pribadi,menghasilkan karma baik, menghasilkan kehidupan yang akan datang lebih baik dan akhirnya pembebasan total dari nafsu. Ide-ide Socrates, Plato dan Aristotales memperbandingkannya, yaitu suatu pemikiran tentang konsep moral dan akhirnya berkaitan dengan teori moral.

Dalam hal ini Plato menyatakan bahwa teori moral adalah penilaian tentang apa yang harus dilakukan di dasarkan pada prinsip- prinsip moral yang bersumber dari nilai-nilai kebajikan. Menurut Plato nilai kebajikan juga memiliki statusnya kebenaran abadi. Tidak seperti Plato, kebajikan Aristotales bahwa kebajikan diakitkan dengan pilihan ada di dalamnya dan ditentukan oleh kecerdasan dan cara orang yang memiliki kebijaksanaan praktis unutk mendefinisikannya. Dengan mengeksplorasi dan membandingkan pemikiran beberapa fisuf, dari sini berhasil menempatkan konsepsi moral dalam tradisi filsafat dan menambatkan teori moral menjadi lebih praktis.

Tambatan ini diperkuat oleh adanya uraian dari Sherman mengenai kebijaksanaan praktis Aristotales, disebutkan bahwa kebijaksanaan praktis atau phronesis adalah dasar dari psikologi moral perkembangan kognitif Aristotales atau teori pembelajaran social Aristotelian. Identifikasi Nancy Sherman terhadap kebijaksanaan praktis Aristotales bahwa terdapat empat bidang kebiksanaan praktis yaitu: persepsi, pertimbangan, (pembuatan keputusan), berfikir kolaboratif, dan pembiasaan.

Menurut Aristotales Persepsi adalah kepekaan moral, merupakan masalah pendidikan yaitu keberadaanya dalam diri ini seseorang bukan karena melekat sejak lahir melainkan dapat diperoleh melalui "pendidikan kepekaan". Menggunakan istilah silogisme praktis penulis menguraikan definisi persepsi Aristotales dan mendeskripsikannya sebagai "respon moral" bukan pembukaanya, mengutip Sherman "mengejar tujuan kebajikan tidak dimulai dengan membuat pilihan, tetapi dengan mengenali keadaan yang relevan pada tujuan tertentu" dari deskripsi persepsi penulis ini terlihat bahwa Aristotales setuju dengan Plato atau menggunkan pikiran Plato bahwa kebajikan adalah keadaan atau kebenaran yang hakiki.

KESIMPULAN DAN SARAN 

 

Pedidikan nilai moral/agama sangat penting bagi para remaja sebagai generasi penerus bangsa, agar martabat bangsa terangkat, kualitas hidup meningkat, kehidupan menjadi lebih baik, aman dan nyaman serta sejahtera. Kondisi faktual pendidikan nilai moral/agama di Indonesia dari tahun 1968 sampai saat ini masih terabaikan, belum ditangani secara terencana dan serius. Hal ini terbukti adanya jumlah jam pelajaran yang bernuansa pendidikan agama dan budi pekerti sangat minim, yaitu hanya 2 sampai 4 jam perminggu dari jumlah jam 34 sampai 42 jam perminggu.

  • Fenomena perilaku amoral remaja saat ini sangat mencemaskan dan meresahkan, bahkan telah mengganggu ketertiban umum dan membuat kehidupan tidak aman serta nyaman. Kalau hal ini tidak segera ditangani secara serius dan terencana yaitu dengan pendidikan nilai moral/agama, kemungkinan besar bangsa ini akan kehilangan generasi penerus.

  • Kondisi ideal remaja sebagai generasi penerus, merupakan individu yang sedang berkembang, dan oleh karena itu perlu diberi kesempatan berkembang secara proporsional dan terarah, dan mendapatkan layanan pendidikan yang berimbang antara pengetahuan umum dan pendidikan nilai moral/agama. Mereka memiliki peran dan posisi strategis dalam kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Para pendidik dan psikolog serta agamawan hendaklah menjalin kerj asama yang kondusifdemi terlaksananya pendidikan nilai moral yang proporsional dan professional di semua jenjang pendidikan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun