Energi merupakan salah satu persoalan terbesar yang dihadapi manusia diseluruh dunia, termasuk Indonesia yang merupakan negara dengan konsumsi energi tinggi. Seiring bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan dan kebutuhan energi juga meningkat secara signifikan. Pada tahun 2011, kebutuhan energi fosil dunia tercatat sebesar 10.668 juta TOE atau 82% dari total kebutuhan, dan meningkat menjadi sebesar 14.898 juta TOE pada tahun 2035 (Dewan Energi Nasional, 2014). Diperkirakan kebutuhan Indonesia akan energi listrik terus mengalami penambahan sebesar 4,6% setiap tahunnya, dan akan mengalami tiga kali lipat pada tahun 2030 (Alfian, 2018).
Penggunaan intensif bahan bakar minyak telah menyebabkan persediaan bahan bakar fosil menipis dan suatu saat tidak akan dapat memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil juga menghasilkan gas rumah kaca, seperti metana, karbon dioksida, nitrogen oksida, dan halokarbon (Sleutels, Tom, H.J.A. 2010). Peningkatan gas rumah kaca ini diyakini sebagai penyebab utama perubahan iklim di seluruh dunia. Perubahan iklim ini dapat dilihat dari peningkatan suhu bumi yang menyebabkan peningkatan permukaan air laut serta banjir dan kekeringan di berbagai wilayah di dunia. Menyikapi permasalahan ini di mendatang mendorong adanya inovasi baru terkait energi alternatif penghasil energi listrik yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan yaitu dengan Microbial Fuel Cell (MFC).
Apa itu MFC?
Microbial Fuel Cell merupakan teknologi yang memanfaatkan kemampuan metabolisme mikroba menjadi energi. Sistem yang digunakan dalam Microbial Fuel Cell ialah dengan mengubah energi kimia yang terdapat pada substrat organik menjadi energi listrik, dengan bantuan bakteri sebagai katalis. Bakteri yang dipilih untuk proses ini adalah bakteri anaerobik, yang mampu mengubah berbagai senyawa organik menjadi CO2, air, dan energi. Melalui penggunaan MFC, sebagian dari energi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan dalam bentuk listrik.
Berbagai penelitian mengenai MFC telah dilakukan,  diantaranya dengan memanfaatkan limbah organik seperti kotoran ternak, limbah makanan dan  endapan lumpur. Penerapan MFCs tidak hanya membantu proses pengolahan air limbah tetapi juga menghasilkan energi listrik sejalan atau simultan dengan proses pengolahan limbah. Konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD) limbah dapat diturunkan sampai 80% (Min dkk, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Zhang dkk yang menemukan bahwa limbah jagung dapat digunakan untuk menghilangkan sulfida maksimum 91% dan penghilangan COD maksimum 52%. dan mampu memproduksi energi listrik dengan power density maksimum mencapai 744 mW/m2. Sedangkan, penelitian yang dilakukan oleh Du dkk mengolah limbah kentang memperoleh current density maksimum 208 mA/m2, dengan penghilangan COD mencapai 84% (Du dkk, 2017). Â Untuk peningkatan nilai power density perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar teknologi ini dapat diterapkan dalam skala yang lebih luas. Â Â Â
Bagaimana Prinsip Kerja dari MFC?
Â
MFC terdiri dari dua ruang yang terdiri dari ruang anoda dan katoda yang dipisahkan oleh Proton Exchange Membrane. Bakteri hidup pada ruangan anoda dan mengubah substrat seperti glukosa, asetat, atau limbah cair menjadi CO2, proton, dan elektron. Pada ruangan anoda dalam sebuah MFC tidak terdapat oksigen, sehingga bakteri harus mengubah aseptor elektronnya menjadi sebuah aseptor insoluble seperti anoda MFC. MFC bisa digunakan untuk mengumpulkan elektron berasal dari metabolisme mikroba berdasarkan pada kemampuan bakteri mentransfer elektron anoda. Elektron kemudian mengalir melalui sirkuit listrik dengan muatan pada katoda. Beda potensial yang terjadi diantara anoda dan katoda bersama dengan aliran electron menghasilkan energi listrik (Syahri, 2019).
Mekanisme transfer elektron ekstraseluler (EET) memainkan peran yang sangat penting dalam MFC dan secara signifikan mempengaruhi pembangkitan listrik. Ada 3 jenis mekanisme yaitu Direct Electron Transfer, MET (Mediated Electron Transmission), dan Electrochemically Active Bacteria (EAB). Dalam DET, elektron awalnya melekat pada membran luar (OM) sel yang kemudian berinteraksi secara konkret dengan permukaan anoda. Protein memainkan peran penting dalam DET karena membantu dalam mentransfer elektron dari sitoplasma ke membran dan terakhir ke anoda. Lalu, pada transmisi elektron tidak langsung atau transmisi elektron yang dimediasi (MET), mediator terlarut menghilangkan prasyarat untuk interaksi langsung antara akseptor elektron dan sel. Terdapat antar-jemput elektron terlarut yang memungkinkan elektron untuk mentransfer melalui mikroba ke permukaan elektroda. Yang terakhir, yaitu mekanisme melibatkan penggunaan bakteri aktif elektrokimia (EAB) di anoda sebagai katalis untuk menghasilkan listrik dengan sintesis bahan organik. Elektron intraseluler dapat langsung ditransfer ke anoda dari membran dalam kumpulan kuinon ke membran luar melalui periplasma. Proses tambahan juga digunakan dimana transfer elektron tidak langsung ke anoda tetapi melalui pilus konduktif yang merupakan kawat nano sebagai pengganti transfer langsung ke anoda (Kumar dkk, 2017).
Kelebihan Penggunaan MFC
Microbial Fuel Cell hadir sebagai solusi pembangkit listrik Ramah Lingkungan dengan memanfaatkan bakteri sebagai sumber energi, sehingga tidak menghasilkan emisi yang merugikan lingkungan seperti pada sumber energi fosil. Teknologi ini juga mampu menghasilkan listrik dengan efisiensi yang cukup tinggi berbasis limbah yang dapat meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. MFC dapat dikembangkan dengan skala yang bervariasi, dari skala kecil hingga besar, sesuai dengan kebutuhan aplikasi seperti pembangkit listrik, pengolahan limbah, dan sensor yang berbasis mikroba. Dalam segi ekonomi, aplikasi teknologi ini memerlukan biaya yang cukup rendah. Sebab menggunakan bahan-bahan yang mudah didapatkan dan biayanya relatif murah dibandingkan teknologi sumber energi alternatif lainnya.
Daftar Pustaka
Alfian, N., Aurelia, M., Mulyanto, K. B., & Sholikah, U. (2018, October). 420 Potensi Syzygium oleina Sebagai Penghasil Listrik Alternatif Dengan Metode Plant-Microbial Fuel Cell. In Prosiding Industrial Research Workshop and National Seminar (Vol. 9, pp. 420-426).
Du, H., Li, F., Huang, K., Li, W. and Feng, C., 2017. Potato waste treatment by microbial fuel cell. Evaluation based on electricity generation, organic matter removal and microbial structure. Environment Protection Engineering, 43(1), pp.5-18.
Kumar, A., Hsu, L.H.-H., Kavanagh, P., Barri`ere, F., Lens, P.N.L., Lapinsonni`ere, L., Lienhard, V.J.H., Schroder, Â U., Jiang, X., Leech, D., 2017. The ins and outs of microorganism--electrode electron transfer reactions. Nat. Rev. Chem. 1 (24) https:// doi.org/10.1038/s41570-017-0024.
Min, 2005 dalam Zhang, Y. 2012. Energy Recovery From Waste Streams With Microbial Fuel Cell (MFC)-Based Technologies. Thesis. Departement of Environment Engineering. Technical University of Denmark
Sleutels, Tom, H.J.A. 2010. Microbial Electrolysis. Kinetics and Cell Design[Disertation].Netherlands:Wageningen University.
Syahri, M., Mahargiani, T. and Indrabrata, A.G., 2019, April. Teknologi Bersih Microbial Fuel Cell (MFC) dari Limbah Cair Tempe Sebagai Sumber Energi Listrik Terbarukan. In Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan (p. 5).
Zhang, J., Zhang, B., Tian, C., Ye, Z., Liu, Y., Lei, Z., Huang, W., & Feng, C. (2013). Simultaneous sulfide removal and electricity generation with corn stover biomass as co-substrate in microbial fuel cells. Bioresour Technol, 138, 198--203. https://doi.org/10.1016/j.biortech.2013.03.167
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H