"Tangan di atas lebih mulia dari tangan di bawah "
“Apakah dengan menerapkan nilai ikhlas, jujur, adil, dst…, kita bisa sukses dan kaya (makmur).., malah selamat dunia ahirat; yang jahat juga bisa kaya tapi tidak selamat ?”.
Jawabnya, “Ya…!”. Jelasnya mari kita belajar dari hukum alam (sunnatullah) karena hidup kita telah diatur dengan hukum-hukum yang pasti dan sudah merupakan ketetapan dari sang pencipta. Namun secara kasat mata dan indera fisik kita biasanya sulit untuk mencernanya.
Hukum alam itu berkata pada awalnya berasal dari satu, kemudian berkembang lebih banyak. Angka pun awalnya dari satu, ampe tak terhingga. Dari sebiji benih tumbuh menjadi pohon. Yang super awal ini tidak nampak, yaitu Tuhan, sedangkan yang lain nampak lalu tidak nampak, seperti biji itu, nampak setelah ditanam tidak nampak lagi tapi tumbuh menjadi sebuah pohon.
Begitupun masalah nilai, awal nilai ikhlas, terus jujur, terus adil, dst. Bukankah tanpa ikhlas, jujur tidak bisa tumbuh, apalagi adil kalau tidak jujur bagaimana bisa diterapkan keadilan tersebut. Ikhlas itu tidak nampak, tapi buahnya yaitu jujur, adil itu nampak.
Nah, nilai ikhlas itu tidak nampak karena berkaitan urusan hati manusia dengan Tuhannya. Tapi capaian keikhlasan, misalnya 1, maka jujurnya juga 1, begitu juga adilnya. Jadi benih nilai adalah keikhlasan dan buahnya adalah kejujuran, keadilan, dstnya.
Benih keikhlasan dimiliki semua manusia sebagai anugerah bawaan, tapi pertumbuhannya pada setiap orang berbeda-beda karena perlakuan dirinya sendiri. Agar benih ikhlas ini bisa tumbuh di dalam diri, maka dia harus dilatih, dibelajarkan, atau dibudayakan di dalam diri. Dan media pembelajarannya adalah “Memberi”, istilah lainnya adalah kepedulian, partisipasi, swadaya, perhatian, kerja keras, belajar keras, dst. Karena hanya dengan perilaku memberi, kita belajar berikhlas. Kalau hanya menerima saja, itu Cuma bersyukur. Tetapi senyata perilaku bersyukur adalah kembali memberi.
Ternyata alam ini tumbuh, berdasarkan perilaku memberi yang disebut dengan “hukum kelimpahan dan kemakmuran”, karena lawan pastinya adalah menerima. Sejagad alam ini setiap detik memberikan apa yang kita butuhkan setiap hari, misalnya udara dan matahari. Kalau alam ini kita eksplorasi terus tanpa ‘memberi’ kepedulian, karena kita Cuma mau menerima saja, maka tunggulah bencana akan datang.
1.Petani jagung harus memberi perhatian pada tanamannya selama tiga bulan untuk sampai kepada panen. Petani sawit 4 tahun, petani padi 6 bulan. Peternak ayam potong 40 hari. Sehari, dua hari, atau seminggu tidak memberi perhatian maka tunggulah gagal panen, karena yang diperhatikan saja, sebab factor lain juga bisa gagal panen.
2.Nelayan untuk mendapatkan hasil tangkapan, maka dia perlu memberi umpan.
3.Pedagang yang memberikan pelayanan lebih baik, maka akan bayak menerima pelanggan.
4.pelajar yang sukses karena banyak memberikan ilmu pada dirinya.
5.Pekerja yang sukses, karena banyak memberikan perhatian pada pekerjaannya.
Semua contoh kegiatan ‘memberi’ diataslah, yang menumbuhkan benih ikhlas di dalam diri, dan jika dilakukan tanpa keikhlasan, maka hasilnya akan berbeda. Begitupun pula dengan kegiatan ‘memberi’ kepada sesama manusia. Misalnya kalau anda mau bahagia dengan istri atau kekasih anda, maka itu hanya bisa terjadi kalau anda bisa membahagiakannya lebih dulu.
Jadi kesimpulannya, kekinian kita ini, adalah hasil dari segala kegiatan ‘memberi’ kita selama ini. Jadi tidak perlu iri dengan kesuksesan orang lain. Tidak mungkin kita menanam jagung, panennya adalah cengkeh. Tidak mungkin kita hanya belajar satu bisa mengetahui 10 pengetahuan.
Jika dua orang pekerja mempunyai penghasilan yang sama, yang satu pekerja keras dan yang satunya lagi pekerja seadanya. Hasilnya gajinya sama, tapi rezekinya tentu berbeda. Jika tidak berbeda di mana keadilan Tuhan. Karena yang bekerja keras itulah yang banyak menerapkan keikhlasan dalam dirinya.
Bukankah perintah agama, semuanya merupakan ajaran memberi. Ritual agama adalah tindakan memberi perhatian kepada Tuhan. Dalam islam misalnya, perintah memberi merupakan inti ajarannya. Misalnya zakat, beramal saleh, bersilaturrahmi, berkasih sayang, dstnya. Ajaran kristen adalah menjadi pelayan Tuhan, menyebarkan kasih sayang, dstnya.
Jadi tunggu apa lagi, mari kita ”memberi”, tergantung apa yang berlimpah dan apa yang bisa kita berikan kepada dunia kita. Dan kenapa ? anda masih selalu menggurutu karena menunggu mengharap sesuatu, padahal anda sebenarnya tidak pernah memberinya.
”memberilah karena niat memberi itu sendiri, karena ingin menyenangkan sesama, bukankah anda senang kalau menerima pemberian ? Dan suatu pemberian tidak perlu berpamrih-jalani saja dengan keikhlasan-karena udah dari sononya atau sudah hukum pasti bahwa hasil memberi adalah menerima, tapi ingat semua itu ada waktu panennya. Jadi sabarlah-memberilah terus. Karena memberimu dengan niat pamrihlah yang membuatmu gagal panen.wallahualam
salam dialognol
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H