Kita semua mungkin merasa geram atas pidato sby dicilangkap,alih-alih membela indonesia terutama para demonstran yang sudah keburu kalap menghajar malingsia malah sby seolah-olah membela malingsia. Kata Prof Nurtjahyadi sby itu sahabat karib puak malingsia.
Ada beberapa alasan kenapa sby hanya sanggup berbicara seperti itu bak jubir negeri jiran, sby tentu paham bagaimana lemahnya posisi indonesia di hadapan malingsia plus dihadapan loby politik international saat ini. Dalam artian menghadapi ulah penghinaan malingsia sby atau indonesia bagai dilema buah simalakama,serba terjepit.
Kata teman karib saya, "Gimana bisa melawan malingsia lha wong penduduk negeri ini malah kebanyakan maling berdasinya, bisa hidup enak, kena hukuman bisa dapat grasi dari presiden, lalu bebas menikmati hasil malingnya, nah gitu jugalah kira-kira kelakuan malingsia. Jadi gimana bisa jeruk makan jeruk, heheheh," ujar teman saya terkekeh.
Saya hanya mampu mengelus dada atas gelitik teman saya itu. Tapi ada benarnya juga,bagaimana kita dapat berdiri tegak, penuh wibawa dan disegani oleh bangsa lain, sementara disisi lain itu menjadi barang langka bagi para pemimpin kita. Mengurus para koruptor saja seperti mengurai benang kusut yang tak berkesudahan, persoalan kemiskinan yang tak pernah tuntas, tingginya tingkat pengangguran, sedangkan di sisi lain pemerintah seolah tak mampu melahirkan kebijakan untuk dapat menstimulus terciptanya lapangan kerja seluas-luasnya.
Jadi gimana mau disegani oleh bangsa lain, walau bangsa ini kaya dengan SDA tapi miskin dan keropos di dalam pengelolaan manajemen SDM dan birokrasi, yang terjadi semua urusan biaya tinggi sementara modal tak ada plus APBN selalu defisit, jadilah SDA rata-rata dikuasai oleh pemodal asing. Jadi memang ironi bukan....
Diperkirakan kurang lebih 1 juta orang TKI yang bekerja di malingsia, legal dan illegal. Devisa yang dikirimkan ke dalam negeri kurang lebih 15 triliun setiap tahunnya, suatu angka yang cukup fantastis yang bisa menghidupi jutaan jiwa keluarga di tanah air. Belum lagi beberapa pemodal malingsia yang bergerak disektor perkebunan sawit dan karet di indonesia, untuk karet Indonesia malah menjadi negara nomor 3 di dunia pengekspor kebutuhan karet dunia. Kalau saja indonesia perang dengan malingsia tentu berapa kerugian di sektor ekonomi yang akan dialami oleh indonesia.
Tapi jangan dulu bicara soal perang dengan malingsia dalam hal ini militer. Walaupun kalau gak salah menkopolkam atau panglima TNI sempat sesumbar kalau militer kita terbesar di asia tenggara. Mungkin saja besar secara kuantitas dari segi peralatan dan serdadu tapi apa ada jaminan kualitas persenjataan kita bisa diandalkan karena hampir satu dasarwa Indonesia mengalami embargo militer dari AS dan sekutunya.
Saat ini untuk menang dalam perang militer harus dapat menguasai teknologi perang canggih plus cadangan devisa buat biaya perang, dibanding dengan malingsia mereka lebih siap perkara ini ketimbang Indonesia, jika perang ini benar-benar terjadi maka mungkin tidak akan ada yang jadi pemenang,akan berlarut-larut tapi kerugian tentu akan lebih besar dipihak Indonesia baik secara ekonomi maupun korban jiwa.
Anggap saja peralatan militer Indonesia cukup memadai atau sekalian cukup canggih dan tangguh, tetapi perlu diketahui malingsia itu anggota negara-negara persemakmuran, artinya mereka punya sekutu dekat yang siap membantu apalagi kalau mereka diberi bayaran dan malingsia cukup modal untuk membiayai itu.
Persemakmuran di bawah panji negara Inggeris, anggota NATO yang cukup disegani, dibackup pula oleh AS artinya di backup pula oleh yahudi. Jadi dengan perang militer dengan malingsia dimata politik international indonesia semakin terpojok.
Indonesia memiliki penduduk islam terbesar di dunia, citra ini sudah membuat pihak sekutu selalu phobia dan waspada. Makanya Timur Leste bisa merdeka sementara GAM tidak bisa.
Jadi wajar jika sby tampil kemayu melawan diplomasi malingsia.
Malingsia, temanya saya hanya mampu berujar," Malingsial, sialan lho, heheheh".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H