BPK adalah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan amanah UUD 1945, independensi BPK menempatkannya sebagai lembaga negara yang sederajat dengan lembaga DPR dan kepresidenan dengan demikian segala keputusan dari hasil temuannya seperti dalam kasus centurygate mempunyai ketetapan final dan hukum yang tidak bisa dibantah, seperti jika lembaga MK melahirkan keputusan. BPK menemukan setidaknya ada sembilan temuan pada audit investigasi terhadap Bank Century yang patut diduga sebagai pelanggaran. BPK menyimpulkan Bank Indonesia (BI) tidak memberikan data-data dan informasi lengkap kepada Menteri Keuangan sebelum diputuskan sebagai bank gagal berdampak sistemik. Pelanggaran kebijakan telah terjadi sejak awal yaitu pada tahun 2001 di mana boediono menjabat menkeu sampai tahun 2009 saat boediono menjabat gubernur BI, sejak menjelang proses penggabungan (merger) tiga bank menjadi Bank Century pada 2001 hingga Bank Century dicabut dari status SSU (dalam pengawasan intensif BI) oleh BI pada Agustus 2009. Proses penggabungan dari tiga bank (CIC, Piko dan Dampak) menjadi Bank Century, telah terjadi pelanggaran, yakni pada saat akuisisi oleh sebuah lembaga keuangan asing bernama Cingkara yang belum mendapat persetujuan dari BI. Namun Gubernur BI saat itu membantu memuluskan proses merger Bank Century. Kemudian setelah dilakukan penggabungan, pengawasan yang dilakukan BI lemah, karena membiarkan Bank Century melakukan rekayasa-rekayasa dokumentasi. Pasca penggabungan ini pada tahun 2002 saat boediono menjabat menkeu, berdasarkan laporan depkeu ada dana Menkeu ditransfer ke Bank CIC (salah satu cikal bakal BC), jumlahnya USD 24 juta. Selain itu, BPK menemukan fakta, Dirjen Perbendaharaan Departemen Keuangan dengan Bank Century membuat kesepakatan perjanjian pada 1 November 2005. Dalam perjanjian tersebut Depkeu menyetujui pemindahan escrow account tersebut sebesar US$ 17,28 juta dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) ke Bank Century dan dibuka untuk dan atas nama Menteri Keuangan. Namun sekarang dana hibah tersebut tidak jelas nasibnya, bahkan berpotensi hilang, di mana saat itu mbak ani jadi menkeu. Pemindahan dana hibah pemerintah dari BRI ke Bank Century ini dikatakan BPK telah melabrak atau melanggar aturan. Pasalnya, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.318/KMK.02/2004 dinyatakan penyimpanan uang negara hanya diperkenankan pada bank-bank pemerintah saja, tidak diperkenankan pada bank swasta. Dengan demikian baik boediono dan mbak ani telah melanggar aturan ini. Temuan BPK yang lain, saat boediono menjabat gubernur BI fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP) yang diberikan Bank Indonesia kepada Bank Century melanggar aturan. Sebenarnya Bank Century tidak memenuhi syarat untuk menerima FPJP, tapi BI mengubah aturan FPJP dengan meringankan persyaratannya, sehingga negara dirugikan dengan bailout century 6,7 triliun. Melebarnya penyelesaian masalah kasus bailout Bank Century antar individu semakin menunjukkan kekuatan politik sangat arogan. Pengambil alihan kasus ini oleh DPR dianggap sebagai penyangga ring 1. Menurut aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (Kompak) Ray Rangkuti, awal dibentuknya Pansus Angket Century di DPR menunjukkan adanya niatan yang baik dari sebagian anggota DPR. Namun hingga berjalannya sampai saat ini, bargaining Century semakin terasa terlihat. Dikatakannya, muara dari Pansus ini sudah dapat terbaca tujuannya kepada siapa. Secara tidak langsung, pilihannya tidak lain menyelematkan Boediono dengan mengorbankan Sri Mulyani. Negosiasi antar parpol sudah dilakukan dibelakang untuk menyelematkan personal. Dengan kata lain, ring 1 Istana Negara tidak akan tersentuh dengan kasus Century ini. Namun itu tidak akan terjadi bila Partai Demokrat rela melepaskan Boediono demi menjaga nama baik SBY. Itu pilihan beresiko, karena dampak pemakzulan boediono akan menggerakkan opini dan massa publik menuju pemakzulan sby. Pilihan lainnya yakni melepaskan Sri Mulyani dengan telah melakukan kesalahan adminitrasi tanpa dibawa ke arah pidana oleh KPK. Dan kabarnya, SBY akan bernegosiasi dengan pemimpin Uni Eropa untuk merelakan bu Ani digeser dalam lawatannya ke Eropa saat ini. Namun patut dicermati ke depan langkah politis pansus century ini dengan didominasi dari FPD, pemakzulan mbak ani, walaupun direstui sby, tetap bagai buah simalakama, karena rasa keadilan publik semakin terkoyak karena kesalahan hanya ditimpakan kepada mbak ani seorang, padahal boediono juga melakukan pelanggaran yang sama, malahan menjadi kunci jawaban, kenapa bailout itu dilakukan. Kalau kita lihat kronologis masalah yang melibatkan Sri Mulyani, sebenanya dia pun tidak dapat disalahkan sepenuhnya. Mengapa? Karena sebelum kebijakan diputuskan, terlebih dahulu diadakan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Dalam rapat itu hadir Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono. Juga utusan khusus Presiden SBY, yakni Marsilam Simanjuntak. Jika sby masih memegang teguh doktrin TNI, bahwa tidak ada perajurit yang salah, tetapi komandanlah yang bersalah. Tentu SBY tidak akan semudah itu menuruti kehendak para politisi tersebut. Ini artinya, bahwa semua kebijakan yang diambil mbak ani hampir dipastikan diketahui Presiden. Sehingga kalau pun kebijakan tersebut dianggap bersalah, maka tidak hanya Ani yang dimintai pertanggungjawaban, tetapi semua orang yang terlibat, termasuk Presiden mesti menanggungnya. Pertanyaannya adalah mengapa sekarang para praktisi politik hanya mengejar mbak ani, bukan Presiden SBY? Inilah sebenarnya yang menjadi pertanyaan besar kita. Jika pemakzulan mbak ini terjadi oleh pansus DPR, dapat dikatakan betapa busuknya para praktisi politik kita, sebab mereka bukan mengejar kebenaran, tetapi yang mereka cari sekedar kekuasaan dan kepuasaan. Sehingga nilai-nilai idealisme pun dengan seenaknya mereka injak-injak. Dan karena itu kita pun pasti bakal kecewa terhadap penanganan kasus Bank Century. Karena apa yang kita harapkan tidak akan pernah terwujud. Mungkin mbak ani dicopot, tetapi itu bukan inti persoalan. Sebab pemakzulan mbak ani tidak berpengaruh apa-apa terhadap semua persoalan yang ada. Jangan kita merasa terpuaskan bahwa dengan lengsernya mbak ani berarti wakil neolib akan berkurang dalam pemerintahan sekarang. Kata siapa? Kalau pun benar bahwa mbak ani adalah wakil neolib, tetapi dia hanyalah seorang pembantu Presiden. Artinya sehebat apa pun kekuasaan mbak ani, tetapi menurut konstitusi yang kita anut, kekuatan dan kekuasaannya tidak akan pernah melebihi Presiden. Sehingga semuanya mesti kita kembalikan kepada Presiden sby. Hanya saja, saya ulang pertanyaanya adalah mengapa bukan Presiden sby yang dikejar tetapi kok mbak ani. SUDIKAH KITA ? wallahualam. SALAM DIALOG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H