Ramadhan datang, hampir tiap-tiap hari datang undangan berseliweran. Â Buka bersama, silaturahmi katanya. Â Sebagai anak kampung yang jarang bisa bertemu langsung dengan tokoh-tokoh penting tentu saya amat senang, bisa datang bahkan kenyang melahap santapan prasmanan, sampai menimang nasi kotakan untuk dibawa pulang.
Tapi sebentar, tiba-tiba saya jadi ingat. Â Mereka ini pejabat, terlihat hebat, karena dibiayai duit rakyat. Â Jadi yang saya makan sebenarnya duit-duit saya juga.
Sampai hati saya renungi, berkali-kali sampai akhirnya mengerti. Â Memang Ramadhan saat yang tepat untuk berbagi, eh itu kalau dilakukan ikhlas, tanpa ada pamrih di hati. Â Apalagi kalau ada iming-iming 'dukung saya nanti'. Â Nah, etah apakah itu namanya.
Yang pasti kalau boleh menyampaikan unek-unek dihati. Â Semoga rame-rame undang penceramah dan makan-makan, sampai bingkisan lebaran dan amplop berisi sabetan itu tidak pakai duit negara deh. Â Apapun alasannya. Â Kalau alasannya mau berbagi bahagia, lebih baik jangan pejabat-pejabat, bos-bos retail, bos media massa, tokoh-tokoh, atau pemburu berita yang diundang. Â Datangkan saja orang-orang di Hulu sana. Â Biar mereka sesekali bisa merasakan sejuknya pendingin udara di rumah rakyat yang megah itu. Â Biar sesekali tau rasanya ikan patin bakar yang dimasak oleh koki hotel bintang lima, yang biasa dimakan pak pejabat itu. Â Boleh kan ?.
Kalau boleh, segera hubungi saya. Â Saya siap pulang kampung jemput saudara-saudara saya yang sehari-hari cuma bisa mengelus dada karena jalan rusak yang tak kunjung diperbaiki. Â Listrik yang tiak juga sampai ke kampung kami. Â
Selamat menjalankan Ibadah Puasa.
Dari saya Rusdi, anak kampung pinggiran Sungai Mahakam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H