Kesalehan individual dan kesalehan sosial harus dilakukan oleh manusia secara bersamaan. Â Tidak dibenarkan seseorang hanya tekun shalat, dzikir, iktikaf, dan puasa, tetapi apatis terhadap persoalan-persoalan sosia.Â
Karena orang tidak peduli dengan persoalan-persoalan sosial akan mendapatkan "kehinaan".Â
Allah berfirman:  "Ditimpakan atas mereka "kehinaan" dimana saja mereka berada, kecuali kalau mereka berhubungan baik dengan Allah dan berhubungan baik pula dengan sesama manusia" (QS. Ali Imran 112).
Dan apabila seseorang telah melaksanakan ketiga perintah Allah itu, maka ia bisa dikatakan telah beragama (memahami dan mengamalkan) Islam secara Kaffah (menyeluruh). Â
Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 208, "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh". Pengertian menyeluruh disini adalah melaksanakan Hablum Minallah dan Hablum Minannas.
Lantas bagaimana dengan sinyalemen para ulama bahwa hanya sedikit di antara kaum muslimin yang memahami dan mengimplementasikan surat Al-Ashr? Â Prof. H.A. Mukti Ali (seorang ulama dan cendikiawan muslim, mantan Menteri Agama RI.) Â menyatakan bahwa:Â
"Orang-orang Muslim banyak yang terjebak dalam masalah-masalah ritual, dan tidak peka terhadap masalah-masalah sosial. Padahal Allah memerintahkan untuk Hablu Minallah Wa Habluminan naas secara seimbang".Â
Hal inilah yang menyebabkan kaum muslimin mengalami ketertinggalan di berbagai bidang.
Dalam agama Islam "hablum minannas" mempunyai posisi yang istimewa. Bahkan kesalehan sosial lebih diutamakan daripada kesalehan individual.Â
Penghambaan seorang hamba tidak akan sampai kehadirat Allah Swt apabila ia tidak berhubungan baik dengan sesama manusia (hablum minannas). Â
Mereka yang mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk kebaikan (kemaslahatan) umat manusia dikatakan oleh Rasulullah sebagai sebaik-baiknya manusia. Â