Mohon tunggu...
De Kalimana
De Kalimana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebanyakan Kita adalah Pendusta Agama

25 Mei 2018   15:51 Diperbarui: 31 Mei 2018   08:37 4080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pendusta agama" dijelaskan oleh Al Qur'an pada surat yang ke-107, yaitu surah Al-Ma'un. Banyak orang yang hafal surat ini karena suratnya pendek, hanya 7 ayat.  Tetapi berdasarkan penelitian (survei terhadap sejumlah orang), ternyata hanya sedikit orang (termasuk barangkali adalah kita) yang benar-benar memahami surat itu, terutama tiga ayat pertama yang bicara tentang Pendusta Agama.   Artinya banyak orang yang tahu, tetapi tidak paham sehingga tidak mengamalkannya. Padahal konsekuensinya sangat besar.

Tiga ayat pertama surah Al-Ma'un yang menyinggung secara langsung masalah pendusta agama adalah (1) Araitalladzi yukaddzibu biddiin, (2) Fa'dzaalikal ladzii yadu'ul yatiim, (3) Wa laa yahudhdhu alaa tho'amil miskin.  Artinya: (1) Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?, (2) Itulah orang yang menghardik anak yatim, (3) Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.

Kebanyakan orang hanya berhenti pada pemahaman "Siapa pelaku pendusta agama". Sesuai pertanyaan pada ayat (1) "Tahukah kamu, siapakah orang yang mendustakan agama ?"  Itu adalah kalimat pertanyaan yang tidak harus dijawab.  Karena Allah langsung memberikan informasi sebagai jawabannya pada 2 ayat berikutnya. Bahwa pendusta agama adalah mereka yang tidak peduli terhadap nasib  anak-anak yatim dan orang-orang miskin.

Banyak yang paham dengan pelaku pendusta agama, tetapi tidak banyak orang yang memahami "Bagaimana pendusta agama" itu.  Apalagi introspeksi dengan pertanyaan, "Apakah saya termasuk pendusta agama?"

Bisa jadi kebanyakan orang mengira bahwa orang yang tidak peduli terhadap anak yatim dan fakir miskin berarti ia tidak melakukan "amal kebajikan", sehingga disebut sebagai pendusta agama.  Dan hukumnya adalah sunah. Padahal sesungguhnya pendusta agama mempunyai konsekuensi yang sangat besar terhadap amalan ibadah mahdhah yang telah kita lakukan.

Apakah "Pendusta Agama" Itu?. Menurut Prof. Dr. Hamka, hakekat "pendusta agama" adalah orang-orang yang "mendustai pilar-pilar agama". Pilar agama Islam itu ada 5, yakni : Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji. Rasulullah Saw dalam hadis riwayat Imam Bukhari, menyebutkan "buniyal Islamu 'ala khomsin," bahwa Islam dibangun di atas lima pilar utama, yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji.

Jadi bagi orang-orang yang tidak peduli (apatis) terhadap nasib anak-anak yatim dan orang-orang miskin, maka mereka adalah pendusta agama, berarti mereka telah "mendustai" syahadatnya, "mendustai" shalatnya, "mendustai" puasanya, "mendustai" zakatnya, dan "mendustai" hajinya.

Maka meskipun seseorang rajin shalat, rajin puasa dan rajin melaksanakan ibadah lainnya, namun apabila ia tidak peduli terhadap nasib anak-anak yatim dan orang-orang miskin maka amal ibadah shalatnya, zakatnya, puasanya, dan hajinya menjadi sia-sia.  Amal ibadah mahdhahnya tidak berdampak pada akhlaknya, yaitu prilaku sosial.

Ironis. Kebanyakan orang Islam tahuisi surat Al-Maun (karena merupakan surat pendek dan kalimatnya cukup sederhana dan jelas).  Tetapi hanya sedikit orang yang memahami dan mengamalkannya.  Indikator kepedulian terhadap nasib anak-2 yatim dan orang-orang miskin adalah dari pengeluaran ZAKAT MAL (harta) bukan zakat fitrah.

Hasil survei yang dilakukan oleh beberapa  mahasiswa di kota Medan, menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat menunaikan zakat (mal) hanya sebesar 3,21%.  Berarti orang yang tidak mengeluarkan zakat mal adalah 96, 79%. Dengan kata lain, diantara 100 orang tidak lebih dari 4 orang  yang menunaikan zakat (mal).  Tentu kota-kota lain tidak jauh berbeda dengan masyarakat kota Medan Sumatra Utara.  Ternyata "Kebanyakan dari kita adalah Pendusta Agama". Astaghfirullah hal adzim.

Prof. Dr. H. Quraish Shihab menjelaskan asbabun nuzul surat al-Maun ini adalah sehubungan dengan kebiasaan Abu Sofyan dan Abu Jahal yang konon tiap minggu menyembelih seekor unta. Suatu ketika seorang anak yatim datang meminta sedikit daging yang telah disembelih itu, namun bukannya diberi daging oleh Abu Jahal dan Abu Sofyan, tetapi anak yatim itu malah dihardik dan diusir. Inilah peristiwa yang melatar belakangi turunnya surat al-Ma`un.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun