Mohon tunggu...
De Kalimana
De Kalimana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Egoisme Suami "Shaleh" di Bulan Puasa

1 Juni 2017   19:38 Diperbarui: 2 Oktober 2018   10:23 1310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak laki-laki mukmin yang egois. Demi mengejar sorga ia rela menghabiskan banyak waktunya untuk berdzikir, shalat malam, tadarus, iktikaf di masjid hingga ia tak mempedulikan istrinya yang kerepotan mengurus rumah tangga dan anak-anaknya di rumah.

Di bulan puasa, menjelang waktu makan sahur seorang suami tak menyia-nyiakan waktunya untuk Shalatul Lail hingga berlama-lama, sementara sang istri begitu repot menyiapkan segala keperluan untuk makan sahur bagi keluarga.

Setelah usai makan sahur ia bergegas ke masjid untuk shalat Subuh, lalu ia menghabiskan pula waktu pagi harinya dengan tadarus membaca Al Quran. Sementara sang istri susah payah membersihkan perlengkapan dapur yang kotor bekas makan sahur, dilanjutkan mengurus anak-anaknya yang masih belum cukup dewasa.  

Perkara shalat lima waktu ia tak menyia-nyiakan untuk selalu berjamaah di masjid demi mengejar pahala 27 derajat, sementara istrinya cukup shalat sendirian di rumah.

Di siang atau sore hari ia bisa merebahkan diri di tempat tidur untuk istirahat, sementara istrinya masih susah payah belanja ke pasar untuk membeli segala kebutuhan buka puasa.

Pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan, ia selalu menghabiskan waktunya untuk iktikaf di masjid demi meraih “Lailatul Qadar” yang pahalanya setara dengan seribu bulan. Sementara istrinya tetap berkutat dengan segala permasalahan rumah tangga dan masalah pendidikan anak-anaknya.

Begitukah tuntunan Islam?

Banyak hadits yang menerangkan bahwa seorang istri yang taat pada suami, ikhlas dan sabar terhadap segala sesuatu berkaitan dengan suami maka ia dijamin masuk sorga.

Kata kuncinya adalah Taat, Ikhlas dan Sabar. Namun untuk dapat ikhlas tidaklah mudah. Karena ikhlas adalah aktivitas hati, yaitu suatu kerelaan atau ketulusan hati menerima dengan senang atas suatu kejadian. Bagaimana kalau sang istri merasa kesal atau dongkol karena sang suami tak peduli dengan kesusah-payahannya. Hanya karena ia tak berani mengungkapkannya maka ia harus sabar. Sabar yang terpaksa.

Kalau suami menghendaki istri untuk patuh, ikhlas dan sabar terhadap suami, bukankah itu egois?

Seorang suami yang menghabiskan banyak waktunya untuk berdzikir, shalat malam, tadarus dan iktikaf di masjid, namun ia tak mempedulikan kondisi fisik dan suasana hati istrinya yang repot mengurus rumah tangga, sesungguhnya itu adalah “keshalehan individual” yang egoistis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun