Mohon tunggu...
De Kalimana
De Kalimana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kudeta dan Kembali ke UUD 1945 Asli (?)

18 November 2016   23:16 Diperbarui: 15 September 2018   20:04 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kwik Kian Gie kerap kali menekankan bahwa untuk mengubah Indonesia yang lebih baik, maka dibutuhkan obat sekaligus dokter-dokter yang secara serius menyembuhkan penyakit korupsi yang merajalela, utang dalam dan luarnegeri yang menumpuk, mis-management dalam penyelenggaraan perekonomian, dan kerusakan moral.

Keempat hal inilah yang menyebabkan Indonesia diujung tanduk. Kritiknya yang paling fenomenal tentang ketidak warasannya kebijakan pemerintah dalam bidang ini adalah penjualan BCA 97% dari BCA sudah milik pemerintah. Di dalamnya ada OR atau surat utang pemerintah sebesar Rp 60 trilyun. IMF memaksa menjualnya kepada swasta dengan harga yang ekuivalen dengan Rp 10 trilyun. Jadi BCA harus dijual dengan harga Rp 10 trilyun, dan yang memiliki BCA dengan harga itu serta merta mempunyai tagihan kepada pemerintah sebesar Rp 60 trilyun dalam bentuk OR yang dapat dijual kepada siapa saja, kapan saja dan di mana saja.

Dalam artikel “Proses Terjajahnya Kembali Indonesia Sejak Bulan November 1967”. Kwik Kian Gie menulis sebagai berikut: “Dari berbagai studi oleh ahli sejarah, baik dalam maupun luar negeri yang boleh dikatakan objektif, sejak tahun 1967 kita sudah tidak mandiri. Jauh sebelum itu, tetapi menjadi sangat jelas setelahnya, dapat kita lihat hubungan yang sangat erat antara kebijakan pemerintah Indonesia dan apa yang tercantum dalam country strategy report yang disusun oleh Bank Dunia dan Bank pembangunan Asia, serta segala sesuatu yang didiktekan kepada pemerintah Indonesia dalam bentuk Memorandum of Econo-mic and Financial Policies (MEFP) yang lebih dikenal dengan sebutan Letter of Intent.”

Jadi transaksi BCA oleh Laksamana Sukardi CS dibawah bisikan IMF telah merugikan negara hingga Rp 50 triliun.  Hentikan pembodohan oleh aparat pemerintah. Hentikan kebijakan yang membuat masyarakat menjadi kelas nomor ke-5 setelah kepentingan pengusaha, asing, politik dan kepentingan penguasaha. Ciptakan budaya berdirikari, dan tingkatkan moralitas bangsa.

Di masa tuanya (74 tahun) ia tetap berusaha menuangkan ide-ide demi mengedukasi masyarakat agar mata saudara-saudara di negeri terbuka lebar. Dalam sebuah buku John Perkins, ada kutiban: “Kwik, seorang Tionghoa namun sangat nasionalis dan cinta pada negeri ini.”

Ada informasi dari Kwik yang dapat dijadikan pelajaran dan perlu direnungkan.

Pertama, bahwa bangsa ini semakin liberal dan makin jauh dari UUD 1945. Untuk memperbaiki kondisi ini harus dilakukan perubahan sistem.

Kedua, perlunya meninjau kembali sistem Pemilu. Kepemimpinan tidak bisa dipilih secara langsung oleh rakyat. Karena tidak mungkin rakyat yang pendidikannya mayoritas masih rendah diharapkan dapat memilih pemimpin yang berkualitas.

Dan ketiga, Sumber ekonomi dan badan usaha harus dikendalikan negara, tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi asing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun