Mohon tunggu...
De Kalimana
De Kalimana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Analisis: Bila Pilgub Jakarta 2 Putaran, Ahok Bakal Kalah

2 Oktober 2016   10:37 Diperbarui: 15 Maret 2017   04:00 5208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kalkulasi politik, pasangan penantang dari Kutub ABA berpeluang menang jika “head to head” dengan pasangan petahana, Ahok-Jarot. Namun karena kompromi tidak tercapai akhirnya Kutub ABA pecah menjadi dua poros, yaitu Poros Cikeas yang dikomandoi SBY dan Poros Kartanegara yang dikomandani Prabowo. Dengan pecahnya Kutub ABA menjadi dua poros ini maka harapan “head to head” tidak terjadi, dan ini menjadi keuntungan bagi petahana Ahok-Jarot.

Prilaku pemilih

Aspek penting yang mempengaruhi analisis Pilkada adalah prilaku pemilih. Secara sederhana, perilaku pemilih dibagi dalam tiga golongan, yaitu rasional, sosiologis, dan psikologis.

Golongan pemilih rasional berorientasi pada figur dan rekam jejak kandidat, serta tawaran program dalam menyelesaikan berbagai masalah. Mereka tidak begitu mementingkan ikatan ideologi kandidat atau partai. Hal yang terpenting adalah apa yang bisa dilakukan oleh kandidat.

Golongan pemilih sosiologis berorientasi pada latar belakang dan ikatan sosial yang meliputi aspek etnik, ras, agama dan gender. Agama merupakan faktor sosiologis yang sangat kuat dalam mempengaruhi sikap pemilih terhadap kandidat. Selain agaman, faktor kelas sosial (kalangan atas, menengah dan bawah) juga merupakan unsur yang berpengaruh terhadap pilihan politik seseorang.

Golongan pemilih psikologis merupakan golongan masyarakat pemilih yang bukan partisan, yang tidak terlalu care dengan masalah politik dan tidak terikat oleh faktor sosiologis, sehingga sangat mudah terpengaruh oleh isu-isu yang berkembang. Mereka ini sebagian besar adalah pemilih pemula.

Pada titik ini, Ahok-Jarot sebagai pasangan calon petahana lebih banyak mendapat dukungan dari golongan pemilih rasional, karena hasil kinerjanya yang dapat dirasakan secara nyata dan mudah dinilai. Itulah sebabnya mengapa petahana lebih diuntungkan (bila kinerjanya baik) dibanding kompetitornya. Sedangkan dua pasangan penantang, yaitu Anis-Sandi dan Agus-Silvi banyak didukung oleh golongan pemilih sosiologis, terutama terkait aspek keyakinan agama dan karakter budaya ketimuran. Mereka ini cukup militan.

Dari segi kuantitas, partisipasi kedua golongan pemilih ini (rasional dan sosiologis) cukup berimbang. Maka dari itu sebagai faktor penentu adalah golongan pemilih psikologis. Bagaimana para pasangan kandidat bisa merebut suara dari golongan pemilih ini sebanyak-banyaknya, akan sangat ditentukan oleh strategi kampanye tim sukses dan relawan masing-masing kandidat.

Ahok-Jarot bakal kalah pada putaran kedua

Bagi pasangan Ahok-Jarot, pecahnya Kutub ABA menjadi dua poros merupakan suatu keuntungan, karena berimplikasi pada pecahnya dukungan suara para kompetitornya. Semakin banyak pasangan kompetitor maka elektabilitas Ahok-Jarot akan semakin jauh meninggalkan lawan-lawannya.

Namun peraturan KPU yang memberi kemungkinan Pilkada Jakarta dapat dilakukan dua putaran merupakan kerugian bagi pasangan Ahok-Jarot. Dalam putaran kedua, sangat dimungkinkan dukungan suara para kompetitornya akan bersatu kembali menjadi suara Kutub ABA. Selain itu, tambahan waktu hingga pelaksanaan putaran kedua memberi keuntungan bagi kompetitor untuk menaikkan popularitas dan elektabilitasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun