Berdasarkan riset data tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang berada dalam cakup politik seperti para calon pasangan pilkada untuk membagikan informasi dengan melakukan kampanye online yang berupa menginformasikan Berbagai kebijakan, usulan kebijakan, pernyataan, dan komentar-komentar lainnya terkait permasalahan politik, dapat dilakukan melalui media sosial. Tidak hanya itu media sosial memiliki banyak kelebihan lain dengan memberikan akses yang terbuka untuk umum dan juga mudah, biaya yang dikeluarkan juga lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan media main stream atau melakukan pertemuan-pertemuan publik secara tatap muka. Selain bersifat sentralistik (hanya satu arah), menggunakan media main stream juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Hasil menggunakan media sosial pun sangat signifikan karena dapat menjangkau setiap lapisan masyarakat dari yang tua maupun muda, termasuk mendapatkan feedback dari mereka seperti dalam jika suatu pasangaan calon melakukan kegiatan terdapat forum diskusi berupa komentar untuk mengkritik maupun saran terhadap kegiatan tersebut. Fakta ini memperlihatkan sebuah fenomena, yaitu penggunaan media sosial menjadi sebuah medium efektif untuk digunakan dalam kampanye politik (Efriza dan Indrawan, 2018).
Penelitian ini didasarkan pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Jayus et al, 2024) dengan judul penelitian Media Sosial sebagai Media Kampanye Politik Menjelang Pemilu 2024. Â Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa media sosial akan terus memainkan peranan penting dalam kampanye politik tahun 2024. Melalui platform seperti Facebook, tiktok, whatsapp dan instagram, para kandidat politik akan terus berinteraksi dengan rekan-rekan mereka yang mendukung mereka. Penggunaan media sosial dalam kampanye politik dapat menjadi strategi yang efektif untuk mencapai partisipasi politik yang lebih luas, mempengaruhi persepsi publik, dan membentuk opini politik. Namun, tantangan seperti misinformasi dan pembentukan pembentukan filter bubble harus diatasi untuk memastikan bahwa media sosial berperan dalam membentuk perdebatan politik yang sehat dan demokratis.
METODEÂ
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan studi kepustakaan (Library Research). Penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan literatur yang ada baik itu sumber ilmiah maupun sumber digital seperti buku, catatan, hasil laporan dari penelitian terdahulu, ataupun jurnal. Menurut M. Nazhir, studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data yang lakukan dengan cara studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang terdapat hubungannya dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Mesti zed menambahkan pula, studi kepustakaan merupakan serangakaian kegiatan yang berhubungan dengan metode pengumpulan data pustaka, mencatat, dan mengolah bahan penelitian (Andriyany dan Dewi Peny, 2021).
HASIL DAN PEMBAHASAN
New media telah menjadi media yang sangat signifikan dalam kampanye politik di era digitalisasi sekarang ini, tak hanya memberikan kemudahan dalam penyampaian informasi new media pula dapat menjadi ajang pasangan calon peserta untuk dapat meyakinkan masyarakat berpartisipasi politik dan menjadi pendukungnya. Transformasi peralihan media konvesional ke new media terjadi sangat cepat seiring perkembangan zaman, media konvensional sekarang sudah jarang digunakan oleh masyarakat karena dirasa terlalu lama dalam penyampaian informasi. Berbeda dengan new media yang menyampaikan informasi atau menerima informasi pada saat itu juga serta berlangsung interaksi diantara komunikator dan komunikan atau dapat disebut dua arah sementara media konvensional bersifat satu arah.
Dapat dikatakan terdapat tiga generasi dalam komunikasi politik, generasi pertama dapat disebut sebagai retrorika politik yang mana kemampuan dalam berbicara memiliki peran yang sangat penting dikarenakan pesan-pesan dalam komuniksi yang ingin disampaikan didukung oleh kemampuan tersebut. Generasi kedua menunjukkan perkembangan pesat karena dominasi dari peran media massa yang diklasifikasikan sebagai media arus utama (mainstream) dalam pemberian informasi. Kemudian yang terakhir, generasi ketiga merupakan munculnya perkembangan dalam media massa tersebut yang dapat kita kenal sebagai new media.
Hal tersebut didukung oleh pendapat dari Blumler dan Kavanagh (dalam Jerry et al, 2020) yang berpendapat bahwa new media merupakan generasi ketiga dalam komunikasi politik dengan penamaan "third age of political communication". Menurut mereka media konvensional seperti media cetak dan penyiaran, tidak dapat lagi dijadikan acuan dalam proses komunikasi politik. Hal tersebut disebabkan karena penggunaan internet telah menjadi sumber utama masyarakat dalam mencari dan menerima informasi terkait berita-berita atau kejadian-kejadian politik. Terlebih lagi, dalam proses pencarian atau penerimaan informasi pula bersifat dua arah dan terdapat feedback. Dengan begitu, masyarakat dapat berpartisipasi langsung (dinamis) mengenai kejadian-kejadian terkait infomasi politik serta tidak hanya menunggu (pasif) informasi yang akan diberikan. Adapun ciri-ciri yang membuat internet berbeda dengan bentuk komunikasi lainnya, adalah dengan adanya penggunaan multimedia, hypertextual, dispersal, virtuality, dan interactivity. Multimedia dimengerti sebagai sebuah medium yang di dalamnya terdapat banyak konten. Konten-konten tersebut adalah perpaduan antara teks, audio, video, gambar (image), animasi, dan ragam konten interaktif lainnya.
Media sosial merupakan salah satu bentuk new media yang termasuk ke dalam ciri-ciri tersebut yang mana media sosial menonjolkan peranan fungsi dalam interakasi yang lebih luas dengan dapat menggabungkan antara video, foto, dan teks. Dengan begitu fungsi media sosial sebagai new media yang dapat berkomunikasi dua arah sangat diperlukan dalam penyampaian kampanye politik yang akan digunakan oleh organisasi-organisasi politik untuk mencapai tujuan mereka.
Pandangan Michael J. Jansen (dalam Wildan et al, 2021) mendukung pertanyaan diatas yang mana ia menjelaskan bahwa media sosial memiliki pengaruh yang besar dalam kampanye politik. ia pula menambahkan kampanye di media sosial dapat menciptakan legimitasi komunikasi politik yang berupa membahas mengenai permasalah sosial, isu kampanye, dan yang lainnya. Namun, dalam menjelaskan realitas isu dalam kampanye yang diceritakan di media sosial tersebut dengan pemahaman mengenai narasi suatu organisasi kampanye yang dapat mewakili pasangan calon selaku aktor dalam politik melalui akun media sosial akan diperdalam dalam penelitian ini. Lilleker & Koc-Michalska menjelaskan lebih detail tentang partisipasi digital, pasrtisipasi digital adalah penyebaran informasi di media sosial yang dapat menimpulkan perasaaan positif atau memilih pihak yang sama dengan organisasi kampanye yang membangun komunikasi persuasive dengan audicenya atau masyarakat. Hal tersebut dalam melibatkan perasaan emosional yang dibungkus dalam suatu informasi dan digunakan suatu organisasi untuk meyakinkan para pemilih bahwa pasangan calon mereka memiliki tekad yang kuat dalam melakukan pemilihan, dengan begitu dapat menaikan citra para pasangan calon dimata masyarakat.
Penggunaan media sosial sebagai kampanye politik dipergunakan pula dipilkada kota Bekai 2024 yang mana terutama pasangan calon no urut 1 yaitu Heri dan sholihin, memanfaatkan media sosial sebagai bentuk branding diri dan menyampaikan informasi terkait program mereka dalam pilkada. Sebelum memasuki masa dimana media sosial naik sebagai bentuk kampanye, para pasangan calon terdahulu sebelum pelaksaan pilkada tahun 2024 memilih melakukan kampanye dengan menggunakan media konvesional. Sejarah pilkada kampanye pasangan calon sebelum terpilihnya mereka menjadi wali kota dan wakil walikota akan dijelaskan beberapa periode kebelakang yaitu tahun 2013 dan 2017, pada kurun waktu tersebut yang terpilih menjadi wali kota ialah Rahmat Effendi yang memenangkan pilkada dua periode berturut-turut yang mana dalam pelaksaan selama masa pencalonnya ia melakukan kampanye dengan cara membangun branding melalui ikan politik yang disebar di media massa dan media cetak, melakukan media relations melakukan kerjasama dengan media-media, memanfaatkan media untuk melakukan kejadian luar biasa yang akan melibatkan perasaan emosional masyarakat, melakukan press event dengan media, dan menggunakan radio local atau radio komunitas local untuk mensosialisasikan figure, visi, dan misi pasangan calon.