Mohon tunggu...
Panji Joko Satrio
Panji Joko Satrio Mohon Tunggu... Koki - Pekerja swasta, . Lahir di Purbalingga. Tinggal di Kota Lunpia.

Email: kali.dondong@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengapa Masih Banyak Dokter Gadungan di Zaman Modern?

4 Maret 2016   13:47 Diperbarui: 4 Maret 2016   17:03 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini seleksi masuk PTN menggunakan sistem nilai rapor sekolah dengan sejumlah parameter. Sistem ini bertujuan baik, tetapi membuka celah kerawanan karena tidak mengacu standar penilaian yang konsisten dan jelas (setidaknya di mata awam seperti saya). Jika pun standarnya jelas, sejauh ini belum ada transparansi, misalnya dengan mengunggah hasil penilaian ke publik.

Tentu hal ini tidak serta merta memberi alasan bagi masyarakat untuk curiga. Tetapi harus diakui, ada kemungkinan terdapat oknum, baik di sekolah maupun kampus, yang melakukan tindakan di luar prosedur atau standar untuk "membantu" siswa tertentu. Kecurangan seperti ini bisa terjadi, terutama untuk jurusan favorit.

Apalagi, banyak orangtua bersedia membayar besar, hingga ratusan juta rupiah. Pangsa pasarnya tersedia, ini bisa memicu lahirnya kecurangan. Pihak terkait mesti waspada dengan potensi kecurangan ini. Salah satu solusi, mungkin dengan membuka kran keterbukaan. Yakni dibukanya akses bagi publik untuk melihat nilai yang diunggah oleh pihak sekolah.

Dokter Gadungan
Sekira 20 tahun silam, ada dokter gadungan di kampung saya. Wajahnya ganteng, berjas putih bersih dan petantang-petenteng membawa stetoskop serta koper hitam. Dokter gadungan nan cabul itu berkeliling dari rumah-rumah untuk mencari mangsa.

Ada juga pasien yang "sembuh", mungkin diberi obat pereda rasa sakit. Banyak juga yang tidak terbantu. Kala itu, si dokter ganteng laris manis. Saya tahu betul dia abal-abal karena saya kenal orangnya. Itu kejadian 20 tahun silam. Di zaman digital seperti sekarang, apa dokter gadungan masih ada?

Di kawasan perkotaan kian marak pihak-pihak yang mengaku memiliki kompetensi di bidang penyembuhan. Sebut saja tabib, sinshe yang memang sudah lama dikenal sebagai juru sembuh. Atau dukun dan paranormal. Muncul pula istilah terapis, herbalis, dan istilah lain yang berasosiasi pada layanan kesehatan.

Saya tidak tahu, sejauh mana profesi itu diatur. Tetapi sepanjang tidak melakukan tindakan medis, barangkali tidak terlampau dikuatirkan (definisi "tindakan medis" mungkin berbeda antara awam dan tenaga kesehatan.)

Yang juga marak adalah keberadaan yayasan atau LSM yang konsen pada bidang kesehatan. Biasanya berkosentrasi pada isu kesehatan tertentu. Misalnya LSM yang mengaku peduli kanker serviks, wasir, ambien, dan lainnya.

LSM atau yayasan tersebut kerap mengadakan sosialisasi dan penyuluhan. Biasanya yang menjadi peserta sosialisasi adalah ibu-ibu PKK. Pemberi sosialisasi biasanya mengenakan jas berwarna putih.

Setahu saya tidak ada larangan seseorang mengenakan jas putih. Itu bukan seragam militer/terbatas. Tetapi, penggunaan busana itu kerap menimbulkan asosiasi di masyarakat bahwa orang tersebut dokter. Apalagi yang dibincangkan adalah isu kesehatan.

Selain sosialisasi, kerap dilakukan semacam diagnosa ringan. Untuk mengidentifikasi apakah seseorang berpotensi mengidap penyakit tertentu. Kemudian ada tawaran untuk mengikuti pemeriksaan lebih lanjut atau membeli obat (mungkin vitamin).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun