Polisi baik hati bukan hanya "masih ada" tetapi sungguh ada di mana-mana. Bahkan saya kerap bersua muka.
Kali ini cerita lama. Bertahun silam ketika vespa merah tua masih setia mengantar kemana-mana. Di antaranya membonceng pacar ke kawasan Pecinan di seberang Pasar Johar, Kota Semarang.
Karena belum hafal jalan, tanpa sadar melanggar jalan berambu satu arah. Di depan, seorang petugas berseragam mengadang. Prit...t.
Kemudian terjadi percakapan basa-basi seperti sering kita jumpai. "Selamat siang, Pak. Bisa ditunjukkan SIM dan STNK?"
Untungnya surat-surat komplit. Tapi karena kepergok melanggar, saya pasrah jika harus mendapat cepalan (hukuman).
Tetapi, nasib baik masih berpihak. Titik balik itu terjadi ketika entah karena ilham darimana, tiba-tiba Pak Polisi itu bertanya ke mana tujuan kami.
Mantan pacar saya, dengan jujur bercerita akan membeli suvenir pernikahan.
"Siapa yang akan menikah," tanya aparat negara yang kepo (sok ingin tahu) itu.
"Pernikahan kami sendiri, Pak" jawab mantan pacar saya yang kini sudah berganti status menjadi istri.
Lantas entah bagaimana ceritanya, kami kemudian malah terlibat obrolan seputar rencana pernikahan kami. Termasuk rencana membeli suvenir di kawasan Pasar Johar.
Bukannya menilang, polisi itu malah mengajak kami makan bakso di sebuah warung dekat posnya bertugas. "Mari Dik, makan bakso dulu. Sekalian saya juga istirahat," katanya. Memang waktu itu waktu sudah memasuki Dhuhur.
Usai mentraktir bakso, Pak polisi memberi beberapa nasihat. Soal pernikahan dan kehidupan berumah tangga. Tetapi sebelum kami pergi, dia meminta doa. "Anak perempuan saya minggu depan juga menikah. Mohon didoakan semoga lancar ya, Dik," pintanya.
O la la. Ternyata kami senasib. Saya dan calon istri lagi deg-degan mempersiapkan pernikahan, sedangkan Pak Polisi itu tengah dirundung bahagia karena anak gadisnya akan naik pelaminan. Mungkin itu rezeki calon mempelai, tidak ditilang malahan ditraktir bakso.
[caption caption="Suvenir berbentuk tasbih (www.refiza.com)"][/caption]
Suvenir Pernikahan
Suvernir pernikahan yang kami beli waktu itu berupa patung tembikar seukuran gantungan kunci. Bentuknya aneka hewan, seperti kucing, gajah, atau macan.
Pasar Johar menjadi jujugan favorit untuk membeli suvenir pernikahan. Selain karena harganya grosir, juga tersedia beragam variasi.
Toko khusus suvenir atau mal masih jarang. Apalagi toko daring (online). Kebanyakan suvenir yang dijual terbuat dari kayu atau tembikar. Suvenir dengan desain digital jelas belum ada (setidaknya di Indonesia).
Suvenir Islami
Sekarang, suvenir pernikahan lebih bervariasi. Ada banyak pilihan baik jenis maupun modelnya. Jadi, tak perlu bingung bagi yang ingin menikah (atau menikah lagi he...).
Suvenir Islami menjadi pilihan seiring semakin meningkatnya ghirah dan gaya hidup Islami. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan suvenir pernikahan Islami?
Kalau menurut saya, suvenir Islami bukan semata karena mengandung ornamen Islami. Misalnya, ada huruf arabnya atau bernuansa padang pasir. Bukan sekadar itu.
Suatu suvenir bersifat Islami jika memenuhi empat kriteria. Kriteria pertama, suvenir itu bermanfaat. Bukan cuma pernak-pernik yang dibikin untuk menyalurkan hasrat "narsis" sang mempelai. Tetapi sebisa mungkin memiliki nilai guna.
Misalnya, suvenir berupa gelas, asbak, gantungan kunci, atau ponsel (ups), dan benda bernilai guna lainnya. Bisa juga berupa tasbih atau buku Yasin yang dikemas apik. Intinya, memiliki nilai manfaat.
Kriteria kedua adalah, suvenir Islami idealnya mengandung kreativitas seni dan keindahan. Yap, namanya juga suvenir, idealnya menarik perhatian.
Agar penerimanya merasa senang. Karena biasanya suvenir dijadikan pajangan. Diharapkan, suvenir itu akan memperindah rumah atau kantor kolega kita. Keindahan itu bisa dilihat dari desain, model, bentuk, ataupun ornamennya.
Kriteria ketiga adalah suvenir Islami idealnya memiliki harga terjangkau. Jangan terlampau mahal karena justru bisa menumbuhkan perasaan riya atau ujub.
Kriteria keempat adalah, suvenir Islami itu harus awet. Tidak mudah rusak. Sesuai maknanya, suvenir merupakan cenderamata untuk pengingat momen kebahagiaan. Itulah empat kriteria suvenir Islami menurut saya.
[caption caption="refiza.com"]
Belanja Suvenir
Sekarang tersedia banyak toko suvenir. Baik home industri, toko khusus suvenir, gerai di mal dan supermarket, bahkan online (daring). Salah satu toko suvenir yang menyediakan beragam suvenir Islami adalah Refiza Souvenir yang beralamat di www.refiza.com.
Saya sendiri belum pernah belanja di sana. Karena memang belum ada kebutuhan untuk belanja suvenir pernikahan.
Tetapi, tampaknya katalog online yang ditawarkan menarik untuk diulik. Banyak variasi, banyak model, harganya juga terjangkau. Belanja suvenir pernikahan secara online lebih mudah dibanding offline. Kita bisa memilih suvenir apa yang kita inginkan. Bisa memilih tanpa batas waktu. Mau pagi, sore, malam, bahkan dinihari. Sesempat kita. Tinggal dipilih yang sesuai selera dan harga.
Refiza menyediakan beragam suvenir buatan tangan (handmade). Menurut websitenya, suvenir mereka bersifat khas dan unik, jarang dijumpai di toko lain. Dengan kata lain, tidak "pasaran".
Bukan suvenir buatan pabrik atau hasil mass production. Tetapi hasil kreativitas seni yang dibuat secara terbatas. Sehingga bukan hanya indah tetapi juga elegan.
Selain itu, Refiza menyatakan memberi garansi kualitas. Jika ada barang yang cacat (karena merupakan handmade) bisa ditukar kembali.
Bagi yang berminat, silakan berkunjung ke Refiza. Terutama bagi calon mempelai atau orangtua yang akan menikahkan anaknya.
Polisi Baik
Kembali ke soal polisi baik hati. Kisah polisi baik yang saya ceritakan di atas merupakan cerita zaman baheula. Kekinian, apa masih ada?
Banyak, kok! Buktinya, keponakan saya tidak punya SIM, tetapi tidak pernah ditilang! Oh, tidak. Itu namanya bukan polisi baik tapi polisi ngawur he....
Bukan begitu, kawan. Saat ini, sepeda motor merupakan kebutuhan vital bagi pelajar. Terutama di daerah yang sarana transportasinya belum memadai.
Adakalanya, dengan alasan "darurat" sejumlah pelajar terpaksa bermotor untuk transportasi ke sekolah. Secara aturan memang salah. Pelajar SMA awal, biasanya belum cukup umur untuk memiliki SIM. Maka dari sini saja jelas sudah melanggar.
Tetapi, polisi biasanya tidak semena-mena menilang. Kadangkala ada sedikit "pemakluman" untuk pelajar yang berkendara secara tertib.
Kesalahan tidak punya SIM sudah built in: memang umur belum memadai. Maka, seharusnya itu menjadi kesalahan tunggal. Sebagai "kompensasinya", wajib mematuhi peraturan berlalu lintas serta mematuhi sopan santun berkendara.
Perlengkapan berkendara mesti lengkap. Dari helm, spion, knalpon, serta perlengkapan lain. Patuhi rambu-rambu, lampu lalu-lintas, dan rambu lainnya.
Hormatilah pemakai jalan lain. Berkendaralah dengan tertib, sopan, dan santun. Jangan ngebut, menyerobot, atau ugal-ugalan. Tetapi berkendaralah secara santun, ramah, dan sopan. Jika bertemu polisi, lontarkan senyum ramah. Jika terkena razia, akui terus terang kesalahan kita. Jangan ngeyel apalagi melawan.
Jika begitu, insya Allah polantas akan banyak menimbang sebelum memutuskan untuk menilang. Kecuali jika memang diperlukan sebagai konsekuensi kita hidup di negara hukum.
Orangtua memiliki peran besar. Ajaklah anak-anak kita berlalu lintas dengan baik, tertib, dan sopan. Hargai pengguna jalan lain serta aparat yang bertugas. Bukan hanya pernikahan, berkendara juga butuh persiapan. Jangan sampai celaka gara-gara kita alpa.
Tapi sayangnya, banyak pelajar kita kurang terap susila dalam berkendara. Sudah tidak punya SIM, tidak mengenakan helm pula. tambah lagi motornya protolan plus ugal-ugalan. Kalau dinasihati malah jawabannya sengak. Untuk pelajar model ini, jatahnya "polisi jahat" he.... ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H