Mohon tunggu...
Panji Joko Satrio
Panji Joko Satrio Mohon Tunggu... Koki - Pekerja swasta, . Lahir di Purbalingga. Tinggal di Kota Lunpia.

Email: kali.dondong@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Menjadi Pengantin Harus Rela Dibodohkan

17 April 2015   10:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:59 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap pengantin adalah orang bodoh di hadapan dukun pengantin (kata "setiap" mohon jangan diperdebatkan). Itu yang saya alami ketika menikah dulu dan melihat saudara-kawan naik pelaminan.

Prosesi pengantin itu bersifat rahasia. Hanya dukun yang tahu urut-urutan prosesnya. Si mempelai harus rela diatur-atur melalui instruksi seketika. Bahkan saking bodohnya, pengantin harus dituntun untuk sekadar menginjak telur atau melempar daun sirih.

Jujur saya ingin protes. Mengapa sih urutan prosesi itu tidak diketik dan diprint sehari sebelumnya? Sehingga mempelai bisa membcaa dan menghafalkan prosesnya. Atau sejam sebelumnya, dilakukan semacam briefing. Nanti urutan upacaranya begini-begitu. Sehingga mempelai tak harus dituntun dan terlihat bodoh di hadapan banyak pasang mata.

Apa nggak bisa nyari sendiri di internet? Bisa sih, tapi kan versinya beda-beda. Dan kita tak tahu versi mana yang "dianut" di dukun.

Saya punya prasangka buruk bahwa dukun pengantin sengaja merahasiakan. Agar dia jadi satu-satunya tanpa saingan. Coba kalau urutan prosesi itu mudah dipelajari, nanti banyak saingan, kan? Duh, kejamnya prasangka saya.

Ilmu yang Bermanfaat
Ilmu itu tinggi nilainya. Merupakan amal yang tak putus pahalanya ketika kita meninggal dunia.

Untuk berbagi ilmu (yang bermanfaat), seseorang harus ikhlas. Karena orang  yang kita ajari bisa "mengalahkan" kita. Dalam hal karir atau bisnis misalnya. Maka terpujilah (bapak ibu guru) yang ikhlas membagikan ilmunya kepada murid.

Informasi juga tinggi nilainya. Begitu berharganya sehingga para jin dan iblis kerap datang ke pintu langit untuk mencuri informasi. Saya nggak tahu, ini haditsnya sahih atau tidak. Mohon yang lebih berkompeten memberi pencerahan.

Kita diajari agar meniru sikap nabi yakni "tabligh" alias menyampaikan. Jadi, sampaikan setiap informasi kepada semua orang.  Nasihat ini terutama berlaku bagi orang-orang yang diamanati untuk itu.

Tabligh (menyampaikan) gampang diucapkan tapi susah diamalkan. Karena justru banyak yang "anti-tabligh". Kakak saya yang bekerja sebagai pamong desa bercerita. Desanya mendapat pemberitahuan lowongan sarjana untuk pendamping desa.

Tapi surat pemberitahuan itu datang terlambat. "Besoknya batas akhir pendaftaran, magrib suratnya baru nyampai ke kelurahan. Jadi tidak ada waktu untuk mengumumkan," kata kakak saya.

Ya, itu modus lama. Sengaja memperlambat informasi. Jelas, bertentangan dengan sifat tabligh.

Perihal menghambat informasi itu modus lama. Diduga banyak pejabat yang memainkan. Mereka mengeruk keuntungan dengan menunda atau menyembunyikan informasi. Misal terkait proyek tertentu. Padahal seorang pejabat wajib menyebarluaskan informasi yang menjadi tupoksinya. Kalau tak, berarti korupsi he...

Para pengusaha dan rekanan harus mahir mencuri informasi ke langit (pusat kekuasaan). Mendekat ke pejabat untuk mencari bocoran informasi. kalau perlu, membeli atau menyuap. Jika tahu informasi lebih dini, lebih siap bersaing dengan kompetitor.

Jika kita konsisten dengan Pancasila yang berbunyi "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", maka seharusnya semua informasi di sebarluaskan. Informasi apa saja: ya proyek, ya formasi atau lowongan, ya rencana dan kebijakan. Informasikan jauh-jauh hari agar semua bisa bersiap. Kata para cendekiawan, agar semua player berada pada level playing field yang setara.

Maulid nabi lama. Tapi tak ada salahnya kita sebarkan lagi makna tabligh.

#Ngebut posting sebelum (kuota internet) mati dan menghilang dari Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun