Mengendarai mobil berkapasitas mesin besar, boros bensin, dengan harga selangit di negara yang memiliki jutaan warga yang masih berada di bawah garis kemiskinan memang sah-sah saja jika dia mampu membelinya. Namun apakah itu sebuah hal bijak? Anda bisa menilainya sendiri.
Blusukan memang bukan hal yang istimewa. Istilah yang diambil dari bahasa Jawa ini mulai populer setelah Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta karena kebiasaannya sering terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat (blusukan). Meski sebenarnya gaya blusukan ini juga sudah dilakukannya semasa menjabat Wali Kota Solo.
Tak ada yang istimewa dari blusukan memang. Tapi sejauh ini belum ada kepala daerah dan pejabat yang mau berdesak-desakkan, membaur, berkotor-kotor ria dengan masyarakat secara rutin seperti yang dilakukan pria berwajah ndeso ini. Ini yang membuat blusukan jadi luar biasa.
Blusukan menjadi simbol tak adanya gap antara pemimpin dan rakyat. Blusukan juga jadi metode pengawasan dan penilaian yang efektif dari seorang pemimpin atas kerja anak buahnya. Karena ia bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri atas apa-apa yang sudah dikerjakan anak buahnya. Bukan cuma menerima laporan dari bawahan yang berprinsip Asal Bapak Senang (ABS).
Dari apa yang sudah dilakukan kedua pasangan capres-cawapres ini, saya kok lebih sreg pada pasangan Jokowi-JK untuk memimpin bangsa ini. Bukan dari pertimbangan suku dan agama apa mereka berasal. Seperti kata Gus Dur, saat Anda berbuat baik, orang tidak menanyakan apa agama Anda.
Anda punya pendapat berbeda, silakan saja. Yang penting perbedaan tidak membuat kita saling memusuhi karena kita diikat oleh satu ikatan besar. Ikatan itu bernama INDONESIA! Wallahu alam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H