Etnis Bengali berdasarkan bahasa dan warna kulitnya mereka memang berasal dari daerah Benggala (meliputi wilayah Bangladesh) termasuk di daerah perbatasan Myanmar. Permasalahan muncul saat sebagian dari etnis Bengali tersebut tidak mau menerima disebut sebagai etnis Bengali (etnis yang diakui Pemerintah Myanmar) tetapi justru mengklaim diri sebagai etnis "Rohingya" yang tidak ada dalam sejarah Myanmar.Â
Hingga Rabu (19/10/2016), seperti yang diberitakan Eleven Myanmar, lebih dari 1.700 orang etnis Rakhine dari desa-desa Maungdaw (mayoritas penduduknya Muslim) mengungsi di kamp-kamp di Maungdaw dan Buthidaung.
Meskipun tragedi ini telah berlangsung dua pekan, namun belum tampak organisasi-organisasi kemanusiaan internasional maupun media-media berita utama (khususnya Indonesia) yang menyoroti secara gencar dan khusus terhadap hal ini termasuk terhadap para pengungsi, seakan menutup mata akan peristiwa ini.
Bahkan terdengar suara sumbang yang tak berdasar mengatakan bahwa itu akibat Myanmar melakukan diskriminasi terhadap etnis Bengali yang mengklaim diri sebagai "Rohingya". Padahal  pemberontakan Muslim terhadap pemerintah Myanmar yang sah telah berlangsung lama dan disinyalir bukan karena faktor ekonomi semata tetapi yang dominan terkait dengan ideologi atau agama yang melarang umat Islam untuk memiliki maupun memilih pemimpin dari kalangan non-Muslim (Surah Al-Maidah 51)*. Faktor yang terakhir tersebut diduga juga merupakan alasan di balik pemberontakan-pemberontakan Muslim yang terjadi di negara-negara ASEAN berpemimpin non-Muslim seperti di Thailand Selatan dan Filipina Selatan.
Menurut Menteri Uni Perbatasan Letnan Jenderal Ye Aung, Rabu (19/10/2016) mengatakan dua belas kamp keamanan utama tambahan akan dibangun lagi di desa-desa etnis di Maungdaw, Rakhine. Ia juga berjanji untuk menggandakan keamanan kota. [Kalasok]
*Tafsir MUI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H