Mohon tunggu...
Kalasok
Kalasok Mohon Tunggu... -

Melihat dari sisi lain yang berbeda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Genosida Orang Jumma di Bangladesh

3 Juli 2015   12:10 Diperbarui: 3 Juli 2015   12:27 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjanjian damai tersebut secara khusus menyerukan demiliterisasi wilayah Chittagong Hill. Tapi hampir setelah dua dekade wilayah tersebut tetap di bawah pendudukan militer. Tentara gagal untuk melindungi masyarakat Jumma dari para pemukim (etnis Benggala), dan dalam beberapa kasus tentara membantu dalam serangan terhadap keluarga-keluarga masyarakat adat, dan hal ini telah didokumentasikan dengan baik.

Pemerintah Bangladesh berturut-turut telah gagal untuk memberikan otonomi yang dijanjikan oleh perjanjian damai tersebut, kata perwakilan dari Komisi CHT. Sebaliknya pemerintah pusat telah secara langusung menunjuk perwakilan ke dewan distrik bukit tersebut tanpa menyelenggarakan pemilu sebagaimana yang diamanatkan oleh perjanjian damai tersebut. Dengan kesepakatan diam-diam dari militer, para penduduk Benggala dari komunitas mayoritas telah pindah ke Chittagong Hills, dalam beberapa kasus menggusur masyarakat Jumma dari tanah mereka tanpa kompensasi atau ganti rugi.

Kapaeeng Foundation, sebuah yayasan yang berfokus pada hak-hak masyarakat adat dari Bangladesh, telah melaporkan bahwa setidaknya sebanyak 51 perempuan dan anak perempuan adat telah mengalami kekerasan seksual yang ditimbulkan oleh pemukim etnis Benggala dan militer pada tahun 2014, dan telah ada 10 kasus kekerasan seksual per Mei 2015. Awal tahun ini sekelompok pemukim etnis Benggala secara massal memperkosa seorang wanita etnis Bagdi dan putrinya, menurut yayasan tersebut. Para pelakunya jarang sekali dituntut. Dalam beberapa kasus, para korban- seperti wanita Bagdi tersebut yang mengajukan kasusnya ke kantor polisi setempat telah menghadapi ancaman dari para pelaku jika mereka tidak menarik kembali kasus mereka.

Dalam upaya untuk memblokir perhatian internasional terhadap penderitaan para penduduk Jumma, pada bulan Januari, Kementerian Dalam Negeri Bangladesh memperkenalkan instruksi diskriminatif yang, antara lain, meningkatkan pos pemeriksaan militer dan melarang orang asing dan warga negara untuk melakukan pertemuan dengan masyarakat adat tanpa kehadiran pemerintah perwakilan.

Pada bulan Mei, di bawah tekanan publik nasional, Kementerian Dalam Negeri mencabut pembatasan. Tapi dalam prakteknya, pemerintah terus membatasi akses dengan mengharuskan orang asing untuk menginformasikan diri ke Kementerian Dalam Negeri sebelum kunjungan apapun.

Julia Bleckner di akhir laporannya mengatakan bahwa orang-orang Jumma telah menunggu terlalu lama untuk didengar. Sudah waktunya kita mendengarkan. Mengimplementasikan perjanjian damai Chittagong Hills akan menjadi langkah penting pertama.[Kalasok]

Sumber

Video:

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=nvV2gv9pD2k

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun