Kuhentikan duka
kuterbangkan rasa
awan cantik menghitam dengan anggunnya
Â
Tak perlulah takut
kepada sang maut
gelap hanya ingin kau hentikan besut
Â
Dapat kumakna
dapat kurasa
bintang memberi pesan yang sederhana
Â
Kepada sang batu, kuucapkan rindu
yang telah berlalu, hanya jadi pilu
pohon jadikan daun-daunmu itu
menjadi benalu
Â
Indahnya,
indahnya,
indah kian dunia
Â
Cerahnya,
cerahnya,
cerah malam gelapnya
Â
Tak perlu,
tak perlu,
tak perlulah tuk malu
Â
Sekian,
sekian,
sekian demikian
Â
Ku takkan mati, takkan mati
hingga engkau mati
Â
Ku takkan hidup, takkan hidup
hingga engkau hidup
Â
Ini adalah puisi yang umurnya paling muda di antara puisi-puisi yang sebelumnya. Puisi 13. Hembusan dibuat ketika aku sudah beberapa bulan di Rusia (dengan gunungan kertas yang masih cukup menumpuk), dan lagi-lagi, datang dalam bentuk senandung seperti 5. Sesak. Bedanya, kalau 5. Sesak itu sedih, 13. Hembusan itu riang.
Kalau diperhatikan juga, rima puisi ini sudah sangat enak---pola suku kata juga sudah enak. Karena Kala suka sekali dengan struktur dan pola, bahkan puisi riang pun harus punya dua hal itu. Lihat saja rimanya yang selalu berakhiran sama pada tiap bait. Yang lebih spesial lagi adalah pola dari suku kata. Coba perhatikan polanya: (6-6-12/6-6-12/5-5-12)/(12-12-12-6)/(3-3-7/3-3-7/3-3-7/3-3-7)/(9-6/9-6). Nah, menyadari sesuatu? Yap! Puisi 13. Hembusan adalah usaha pertamaku untuk merangkai pola yang lebih kompleks!
Sebelum kalian semua melepas sandal dan berusaha membuatku tersedak, aku akan membahas pola 13. Hembusan yang agak lebih kompleks dari puisi-puisi sebelumnya. Jadi, puisi ini punya empat bagian besar: eksposisi, perkembangan, rekapitulasi, dan koda. Kalian yang bermain piano klasik tahap lanjut pasti akan membenciku karena mengingatkan kalian terhadap bentuk Sonata yang cukup terkenal. Aku hampir mau menyebut puisi 13. Hembusan mempunyai bentuk Soneta, tetapi aku tidak bisa mengatakan bahwa puisi ini adalah sebuah Soneta. Bagian-bagian dari puisi ini terpapar jelas dari jumlah suku kata per baris pada suatu bait: 6-6-12 (atau 5-5-12) adalah bagian eksposisi, 12-12-12-6 adalah perkembangan, 3-3-7 adalah rekapitulasi, dan 9-6 adalah koda. Bahkan kalau mau, kita bisa melihat puisi ini mempunyai dua bagian besar dan sebuah koda: empat bait pertama adalah bagian pertama, empat bait kedua adalah bagian kedua, dan dua bait terakhir adalah koda. Bagian pertama mengandung eksposisi dan perkembangan, bagian kedua murni rekapitulasi, dan koda... ya koda. Ehe.
Tenang saja, bentuk kompleks seperti ini jarang aku buat. Kalau aku ingat-ingat, yang punya bentuk Sonata hanya 13. Hembusan, 22. Ignis Fatuus, 36. Pilar Penciptaan, 70. Affannato, 73. Nabi Penciptaan, 135. L'lgie, dan 137. Tristesse. Di antara semuanya, bentuk Sonata 13. Hembusan adalah bentuk Sonata tersusah kedua. Jadi kalau mau melemparku dengan sandal, nanti saja ketika aku membahas 70. Affannato: puisiku dengan struktur paling susah, baris dan baitnya banyak, dan memerlukan emosi yang begitu intens.
 Makna dan interpretasi dari 13. Hembusan? Yah, itu silakan diterka sendiri. Aku cukup menjelaskan strukturnya saja. Masalah emosi yang dikandung dan makna yang tersirat, aku serahkan kepada pembaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H