Mohon tunggu...
kalam jauhari
kalam jauhari Mohon Tunggu... -

pelajar sejarah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ranke

4 Oktober 2010   16:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:43 1481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seminar itu sendiri sesungguhnya tidak seluruhnya baru. Johann Cristhoph Gatterer telah memperkenalkan yang serupa pada Universitas Gottingen pada tahun 1770-an, tetapi hanya Ranke yang membuat hal itu menjadi komponen integral dari pelatihan sejarawan. Pada tahun 1848 hampir semua universitas Jerman mengadopsi upaya Ranke itu. Pemahaman Ranke tentang ilmu pengetahuan rigorous mensyaratkan penolakan keras atas pertimbangan-pertimbangan nilai. Seperti yang disampaikannya dalam bagian pengantar bukunya yang terkenal tentang perang Italia, yang membuatnya dipanggil ke Berlin, sejarawan harus menahan diri dari “menghakimi masa lalu” dan membatasi dirinya untuk “menunjukkan bagai mana hal-hal sebenarnya terjadi.”

Tak lama kemudian, Ranke akhirnya menjadi model bagi sejarawan profesional pada abad kesembilanbelas. Setelah 1948 di Jerman, dan setelah 1870 di sebagian besar negara-negara Eropa, Amerika, dan Jepang—beberapa waktu kemudian di Inggris Raya dan Belanda—studi sejarah mengalami profesionalisasi. Model Jerman, yang dipelopori Ranke, diikuti umum: di Amerika Serikat diperkenalkan oleh program Ph.D. pada Universitas John Hopkins pada 1872, di Perancis sudah sejak 1868 yang didasari oleh École Pratique des Hautes Etudes di Paris dengan fokusnya pada penelitian. Jurnal-jurnal yang mempropagandakan model ini adalah Historische Zeitschrift (1859) yang kemudian diikuti Revue Historique (1876), Rivista Storica Italiana (1884), English Historical Review (1886), American Historical Review (1895), dan jurnal-jurnal sejenis di negara-negara lain. Isu penting pertama di dalam English Historical Review dibuka oleh Lord Acton dengan “German Schools of History”. Asosiasi Sejarah Amerika, yang didirikan pada 1884, memilih Ranke sebagai “bapak ilmu sejarah”.

Ketegangan di antara tuntutan untuk menghindari pertimbangan nilai-nilai (value judgment) dan komitmen aktual historiografi nilai-nilai sosial dan politik juga menjadi trend pada sejarah profesional baru. Hal itu bisa dimengerti, sebab pada kenyataanya kenaikan dahsyat kesarjanaan sejarah pada abad kesembilanbelas berhubungan erat dengan keadaan sosial dan politik. Tidak hanya di Jerman tetapi juga di Prancis, studi sejarah pada universitas-universitas dan institusi-institusi disponsori oleh negara. Meskipun ada kebebasan akademis keluwesan keprofesoran, negara ikut berperan dalam proses perekrutan pendidik di perguruan tinggi. Oleh sebab itu, sangat lazim jika para sejarawan datang ke tempat penyimpanan arsip untuk mencari fakta-fakta yang bisa mendukung nasionalisme dan prasangka kelas mereka dan memberi mereka otoritas ilmiah.

Cara pandang historis yang pada saat itu disambut sebagai kemajuan intelektual, kemudian dikenal sebagai historisisme(historismus). Historisisme adalah lebih dari sekadar teori. Ia merupakan filosofi hidup yang total, sebuah kombinasi unik dari konsepsi ilmu, khususnya ilmu tentang manusia, dan sebuah konsepsi tentang tatanan sosial dan politik. Menurut Ortega y Gasset, hal itu berarti bahwa “manusia, di dunia, tidak memiliki alam; yang ia miliki adalah… sejarah”. Tetapi (saat itu) juga dipercaya dengan mantap bahwa sejarah mengungkapkan makna dan bahwa makna mengungkapkan dirinya hanya di dalam sejarah. Dari cara pandang ini, sejarah menjadi satu-satunya cara mempelajari urusan manusia. Friedrich Meinecke pada 1936 menyebut historisisme sebagai “pencapaian tertinggi di dalam memahami berbagai hal mengenai manusia”.

Ranke adalah seseorang yang mengutamakan peristiwa-peristiwa politik dalam kajian sejarah. Prinsip ini membuatnya dipanggil untuk menjadi editor jurnal Historisch-Politische Zeitschrift yang membahas soal kebijakan-kebijakan pemerintah Prusia dan institusi-institusinya, pada 1830. Ranke setuju dengan misi editorial jurnal itu karena ia memiliki gagasan bahwa Prusia harus menjadi pemerintahan jalan tengah (moderat) di antara revolusi dan reaksi. Pandangan-pandangan politik Ranke dalam jurnal ini tampaknya sejalan dengan pemerintahan saat itu, hingga membuat Bismark mengklaim bahwa Ranke dan dirinya telah menyatu dalam politik; cara yang tidak biasa dalam penghormatan atas keunggulan Ranke.

Ranke merupakan orang yang sangat suka bekerja. Ia memiliki motto: kerja adalah kesenangan. Setelah meletakkan keprofesorannya di Universitas Berlin pada 1873, Ranke—yang hampir buta di usia 80 tahun—mengabdikan dirinya untuk menyelesaikan kontribusi-kontribusinya untuk sejarah Jerman dan mengedit karya lengkapnya yang berjumlah 54 jilid (1873-1890). Beberapa karya penting yang termasuk dalam himpunan lengkap karyanya adalah The Histories of the Latin and Teutonic nations (1824), The Serbian Revolution (1929), The History of the Popes (vol. 1, 1834, vol. 2 dan 3, 1836), German History in the Age of Reformation (6 vol., 1839-1847), French History, Especially in the Sixteenth and Seventeenth Centuries (5 vol., 1852-1861), History of England, Principally in the Seventeenth Century (6 vol., 1859-1868), Nine Books of Prussian History (1847-1848), yang lima tahun kemudian dikembangkan menjadi Twelve Books on Prussian History, sebuah sejarah dunia yang belum sempat ia selesaikan Weltgeschichte (9 vol., 1881-1889).

***

Pada abad keduapuluh, ajaran Ranke mulai banyak menuai kritik karena pemberhalaannya pada historiografi yang bertemakan tokoh besar dan politik. Sebab, kedua hal itu, selain dinilai hanya menyebabkan sejarah menjadi pengabdi pemerintah yang sedang berkuasa, juga akan menyebabkan sejarah kehilangan kisah tentang kehidupan sehari-hari, orang-orang “kecil”, budaya populer, peran perempuan, dan berbagai segi kehidupan lain masa lalu di luar politik.

Di samping itu, Ranke dan para penerusnya juga cenderung menganggap bahwa dokumen tertulis merupakan satu-satunya sumber terpercaya bagi penelitian sejarah. Sehingga kemudian memunculkan anggapan bahwa “no written document no history”. Hal ini menimbulkan permasalahan, sebab tidak semua orang memiliki tradisi untuk menyimpan suatu “kejadian” di dalam tulisan—umumnya hanya orang-orang dan peristiwa-peristiwa besar saja yang “diarsipkan”—tetapi juga melalui ingatan (dan saat ini juga foto, rekaman suara, video).

Historisisme, yang menganggap sejarah menjadi satu-satunya cara mempelajari urusan manusia, juga banyak menuai kritik, karena klaimnya itu tidak sesuai dengan kenyataan. Sejarah tidak bisa menjelaskan segala-galanya. Misalnya, kita tidak bisa menulis sejarah asal mula jantung atau sejarah asal mula kekerabatan. Kita tidak bisa menulis sejarah tentang asal mula sesuatu yang sudah ada sejak entah kapan. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan-pendekatan lain.

Meskipun demikian Ranke telah meninggalkan sesuatu yang tidak bisa dibantah. Yaitu bahwa ia telah meletakkan fondasi bagi sejarah untuk menjadi suatu disiplin yang mandiri, dan tidak lagi menjadi sekadar pengetahuan antiquarian dan berada di bawah disiplin filologi seperti sebelumnya. Selain itu, ia juga mempelopori kritik sumber yang tetap dipakai dalam metodologi sejarah hingga saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun