Mohon tunggu...
kalam jauhari
kalam jauhari Mohon Tunggu... -

pelajar sejarah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenang Sneevliet dalam Gerakan Buruh Indonesia

1 September 2010   07:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:32 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

10 Mei 92 tahun yang lalu, Sneevliet menulis artikel dalam Het Vrije Woord yang bertajuk “Onze eerste 1 Mei-viering” (Perayaan Satu Mei Pertama Kita). Esai itu bercerita tentang kekecewaannya pada perayaan Hari Buruh sedunia yang digelar pada awal bulan di Surabaya. Ia kecewa sebab yang hadir pada perayaan itu cuma orang-orang Belanda, padahal ajakan untuk ikut serta dalam perayaan itu telah ia publikasi sebelumnya dalam surat kabar. Kekecewaan itu barangkali bertambah berat oleh kenyataan bahwa ia telah berjuang selama bertahun-tahun untuk memperbaiki kondisi buruh, terutama buruh bumiputra yang menurutnya adalah anasir yang paling tertindas di Indonesia.
Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet—lahir di Rotterdam, 13 Mei 1883—adalah pejuang anti-kolonialisasi yang gigih. Ia mengikhtiarkan dekolonialisasi Indonesia tak hanya sewaktu ia berada di Indonesia, tetapi juga di Negeri Belanda dan di forum-forum Internasional, sampai akhir hayatnya. Karena keradikalannya dalam pergulatan menentang kolonialisasi, Sneevliet sering diburu aparat, berkali-kali diseret ke pengadilan, dikeluarkan dari pekerjaan, keluar-masuk bui, diusir dari Indonesia, dan ditembakmati oleh Nazi pada 13 April 1942 di Amsterdam.
Namun, Sneevliet tidak hanya berperan di dalam perjuangan anti-penjajahan tetapi juga di dalam gerakan buruh Indonesia. Sneevliet memulai karirnya sebagai pegawai kereta api di Staatsspoorwegen di Zutphen, pada 1900. Sebelum berangkat ke Indonesia, Sneevliet sempat mencapai puncak karirnya di dalam gerakan buruh, yaitu menjadi pemimpin Serikat Buruh Kereta Api dan Trem Belanda (NVST)—serikat pekerja terbesar di Belanda saat itu—pada 1911. Di sana, ia terkenal dengan dan masuk daftar hitam pemerintah dan perusahaan-perusahaan sebagai pemimpin yang radikal, karena sering mengorganisir pemogokan, terutama setelah aksi pemogokan buruh sedunia pada Juni 1911.
Sneevliet pertama kali menapakkan kakinya di Indonesia pada februari 1913 di Surabaya, dan segera menemui dan bergaul dengan orang-orang sosialis lainnya. Beberapa dari mereka yang berhaluan revolusioner kemudian dekat dengan Sneevliet, seperti Pieter Bergsma, Bransteder, H.W. Dekker, dan Adolf Baars. Keprihatinannya dengan keadaan masyarakat jajahan membuatnya tergerak untuk mengupayakan perubahan dengan jalan yang radikal-revolusioner.
Pada bulan Mei, Sneevliet pindah ke Semarang dan diangkat menjadi sekjen Serikat Pekerja Kereta Api dan Trem (VSTP) yang didirikan oleh C. J. Hulshoff dan H. W. Dekker pada 14 November 1908, sekaligus menjadi editor De Volharding, organ VSTP. Organisasi ini merupakan serikat buruh tertua di Indonesia setelah Perkumpulan Pekerja Kereta Api Negara (SSB) yang didirikan pada 1905 dan menemui ajalnya pada 1912.
Ketika masuk VSTP, Sneevliet mendapati keadaan yang tidak disenanginya: mayoritas anggota VSTP adalah Eropa (totok dan peranakan) dan semua kepengurusan inti masih berada di tangan propagandis-propagandis Eropa. Pemimpin-pemimpin serikat ini bisa dikatakan sama sekali tidak bersuara untuk anggota-anggota bumiputranya.
Sneevliet segera menyarankan perubahan mengenai keanggotaan VSTP kepada komite sentral bulan Oktober 1913. Di bawah pengaruh Sneevliet, algemeene vergadering VSTP, di bulan Februari 1914, memutuskan untuk menempatkan anggota bumiputra sejajar dengan anggota Eropa. Tak hanya sampai di situ, dalam kongres itu juga diputuskan bahwa, paling tidak, tiga dari tujuh pemimpin pusat VSTP harus dari kalangan bumiputra.
Dengan demikian VSTP mengalami transformasi yang radikal di bawah pengaruh Sneevliet. Jika sebelumnya organisasi itu didominasi oleh kalangan Eropa, dalam waktu yang tak lama banyak buruh bumiputra yang bergabung ke dalam VSTP, yang kemudian mengubahnya menjadi serikat buruh bumiputra. Di samping itu, sejak masuknya Sneevliet, serikat ini berjalan ke arah yang semakin radikal.
Sneevliet tampaknya cepat menyadari bahwa sumber dari ketidakpuasan dan segala permasalahan yang berkaitan dengan buruh di daerah koloni adalah ketidaksetaraan rasial yang berlaku di semua sektor. Ia menginsafi bahwa dorongan dibalik tuntutan-tuntutan lokal agar perusahaan menyediakan rumah, mengurangi jam kerja, atau mendapat gaji yang lebih tinggi adalah kesadaran para anggota bahwa pegawai Eropa mendapat perlakuan yang jauh lebih baik ketimbang mereka, pekerja pribumi.
Lantaran buruh yang tertindas di Indonesia tentunya bukan hanya buruh kereta api, maka Sneevliet juga ingin ikut memperjuangkan buruh-buruh di bidang lain. Keberhasilan Sneevliet dalam merombak VSTP memberi pijakan untuk langkah awal berbicara di arena yang lebih luas. Pasca-perombakan itu, peran Sneevliet di dalam pergerakan buruh mulai sering dibicarakan di media-media massa. Ia menjadi sering pula diundang sebagai pembicara dan mengadakan ceramah umum untuk membahas masalah-masalah buruh. Di dalam ceramah-ceramahnya, Sneevliet selalu menekankan bahwa serikat buruh adalah langkah awal bagi para buruh untuk melawan penindasan yang dilakukan oleh kaoem oeang dan majikan, selain menegaskan pentingnya persatuan antara buruh dengan berbagai elemen yang tertindas.
Setelah mendirikan Perserikatan Sosial-Demokratis Hindia (ISDV), Sneevliet segera mendorong didirikannya berbagai serikat buruh—termasuk buruh tani dan boeroeh berseragam (tentara)—yang menjadi underbow organisasi ini. Selain itu Sneevliet, sejak 1914, mulai menggagas federasi serikat buruh, dan berusaha merealisasikannya pada 1915. Namun federasi buruh itu baru terbentuk pada 1919 dengan nama Persatoean Persarekatan Kaoem Boeroeh (PPKB), setelah Sneevliet di usir dari Indonesia pada desember 1918 karena dianggap memprovokasi pemogokan dan pemberontakan boeroeh berseragam.
Sayangnya, apa yang pernah dilakukan Sneevliet itu tidak banyak diketahui. Historiografi yang Indonesiasentris dan anti-komunis tidak memberi tempat bagi Sneevliet yang Belanda cum komunis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun