Sebermula dari muasal, ditanamkannya butiran-butiran pekat berlendir pada dinding meretak. Langit memudar, terkoyak gumpalan awan dalam garis-garis bergerigi, membuat isi bumi beku, sebeku otak di dalam toples laboraturium para pemilik mimbar agung. Nyawa-nyawa tergadai, nafas pun semakin berjingkatan seperti kuda lumping digoyangkan oleh jaran kepang. Sedang pesta api unggun diramaikan para puritan hingga ke hutan-hutan sambil mengangkat semboyan ilalang.
Masihkah angkat senjata atas nama kemanusiaan, bahkan untuk mengingat namamu sendiri, kau harus membaca kertas bertinta laser. Berdiri tegak, busung dada, senyum arogan dalam barikade jidat berbarkot. Sebuah politik sambal udang, merasuk hingga liang-liang peradaban di sebuah perayaan kemerdekaan manusia. “Aku memilih bunuh diri daripada tersesat di jalan ini.”
Obudiati | Jakarta | 28 Desember 2015
Photo dari Mechanism.com edited by photoshop.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H