Mohon tunggu...
Okty Budiati
Okty Budiati Mohon Tunggu... -

Ibu rumah tangga yang gemar menari.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mampus Bergincu

28 Desember 2015   17:47 Diperbarui: 28 Desember 2015   18:01 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebermula dari muasal, ditanamkannya butiran-butiran pekat berlendir pada dinding meretak. Langit memudar, terkoyak gumpalan awan dalam garis-garis bergerigi, membuat isi bumi beku, sebeku otak di dalam toples laboraturium para pemilik mimbar agung. Nyawa-nyawa tergadai, nafas pun semakin berjingkatan seperti kuda lumping digoyangkan oleh jaran kepang. Sedang pesta api unggun diramaikan para puritan hingga ke hutan-hutan sambil mengangkat semboyan ilalang. 

Masihkah angkat senjata atas nama kemanusiaan, bahkan untuk mengingat namamu sendiri, kau harus membaca kertas bertinta laser. Berdiri tegak, busung dada, senyum arogan dalam barikade jidat berbarkot. Sebuah politik sambal udang, merasuk hingga liang-liang peradaban di sebuah perayaan kemerdekaan manusia. “Aku memilih bunuh diri daripada tersesat di jalan ini.” 

Obudiati | Jakarta | 28 Desember 2015 

 

Photo dari Mechanism.com edited by photoshop. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun