Mohon tunggu...
Humaniora

Resensi "9 Summer 10 Autumns"

26 Oktober 2015   20:05 Diperbarui: 4 April 2017   17:42 8489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama kali yang menjadi kelebihan dari novel ini adalah cover dan sinopsis bagian belakang buku ini. Penampilan cover yang sederhana dan sub judul “Kisah anak sopir angkot dari kota Batu yang menjadi direktur di New York City” membuat orang penasaran ingin membacanya bagian novel, saya terkesan dengan kemampuan mengolah percakapan yang dilakukan oleh penulis, Iwan Setyawan. Iwan setyawan begitu cerdik karena membuat tokoj khayalan, yaitu anak kecil berseragam merah putih sebagai lawan bicaranya untuk membuat dialog agar cerita tidak terasa monoton dan bisa langsung tersambung ke bagian masa lalui yang ia ingin ceritakan.

Pilihan kata yang apik juga membuat pembaca terbuai dengan novel ini sehingga pembaca ingin mengetahui ada apa di cerita selanjutnya. Penyisipan quote-quote dari favorit si penulis sendiri juga menarik. Novel ini menggunakan gaya bahasa yang indah bagai puisi, namun muda diapahami tanpa kesan bertele-tele. Penuuran yang simple, cukup lugas dan jujur, serta dengan representasi yang menarik membuat novel ini lebih mudah diterima pembaca, sehingga melahirkan kesan positif yang mendalam di hati pembaca. Didalam novel ini juga terdapat banyak pesan tersirat bahwa keluargalah yang akan selalu mendukung apapun keputusan kita dalam keadaan sulit apapun. Bahwa bersama keluarga, kita bisa mengarungi samudera seluas apapun, seperti yang dilakukan Iwan yang ditawari bekerja di luar negeri dank arena dukungan dari keluarganya, ia berani menerima tantangan iu dan menjadi sukses karenanya.

  • Kelemahan

Dalam novel ini juga terdapat beberapa kekurangan. Penggunaan bahasa asing seperti bahasa Inggris yang tidak disisipi terjemahan bahasa Indonesianya membuat pembaca yang kurang mengerti bahasa inggris menjadi bingung. Alur yang digunakan yaitu alur maju mundur yang diaplikasikan di setiap bab membuat pembaca menjadi bosan. Mudah ditebak mau dibawa kemana ceritanya. Dari awal bercerita tentang dirinya, Bapak, Ibu, Saudari-saudarinya, dan tentunya seperti biografi singkat Iwan Setyawan dalam bentuk fiksi. Serta kita dibuat berekspektasi bahwa buku ini dapat memompa semnagat seorang anak dari keluarga kurang mampu untuk mengejar cita-citanya. Namun, justru buku ini hanya menceritakan pengalaman hidup iwan, si penulis dari kecil hingga ia mendapatkan posisi sebagai Direktur Internal Client Management di Nielsen Consumer Research, New York.

  • Rumusan Kerangka Buku
  • Bab 1 “Hampir Pulang, Selamanya”

        Hari pertama Iwan tiba di New York disambut oleh dua preman yang menodongnya di Stasiun Fleetwood saat hendak         melihat pesta kembang api petama kalinya di New York.

  • Bab 2 “ Rumah Kecil Tak Berumput”

        Saat itu ia melihat seorang anak kecil yang berpakaian merah putih melawatinya dan bersembunyi. Anak kecil itu pun mengikutinya pulanga setelah preman itu tadi kabur karena ada seseorang yang datang berteriak. Anak kecil ini kemudian akan terus menemani Iwan setiap hari.

  • Bab 3 “ Rumah Besar Kami”

        Iwan menceritakan rumah besarnya yang ada di New York, ia menemukan tempat yang paling nyaman, sebuah studio kecil di Sullivan Street, SoHo, Manhattan.

  • Bab 4 “ Taman Kecil”


               Iwan bertemu dengan temannya di depan Dean and Delluca SoHo dan menikmati udara pagi di sela-sela gedung-gedung tua di West Village. Dan setelah hamper lama iwan berjalan akhirnya iwan duduk di salah satu sudut Washington Square Park dan bercerita tentang rumah kecilnya yang berada di Batu, Malang.

  • Bab 5 “Tetesan Air Hujan”

               Pagi itu, Iwan ditemani bocah kecil dan berjalan menuju kantor yang terletak di persimpangan antara 8th Street and Broadway. Dan Iwan mengingat perjalanan ini seperti perjalanan dari Gang Buntu ke SDN Ngaglik 1 Batu.

  • Bab 6 “ Asap Jalanan”

               Iwan bertemu dengan anak kecil kembali, dan ia bercerita dengan Iwan Bahwa Ia rindu dengan orang tuanya.

  • Bab 7 “Anak-Anak Di Kaki Gunung Panderman

               Iwan bertemu dengan dua sahabatnya di depan Studio Jivamukti Yoga di daerah Union Square. Dan Iwan bercerita tentang orang tuanya kepada sahabatnya walaupun cerita ini muram untuknya.

  • Bab 8 “Pembuka Jalan “

               Iwan menceritakan entang keluarganya, yang dimulai dari kakak pertamanya yaitu Siti Aisyah, Mba Isa.

  • Bab 9 “ Kekuatan Rohani”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun