Mohon tunggu...
Priyono
Priyono Mohon Tunggu... Guru - A teacher, tutor and a loving father

Seorang ayah dan praktisi pendidikan yang peduli terhadap dunia pendidikan di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Blended Learning, Solusi Pembelajaran Sekolah di Tengah Pandemi

9 Juni 2020   00:56 Diperbarui: 9 Juni 2020   11:43 3389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : Christineinstitute.org

Dilema pembukaan sekolah dan pembelajaran jarak jauh

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemdikbud) Republik Indonesia telah menetapkan jadwal tahun ajaran baru tahun 2020/2021 yakni pada 13 Juli 2020. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan orang tua siswa. Meski demikian, Menteri Nadiem Makarim membantah jika siswa dan siswi akan mulai masuk sekolah atau kegiatan belajar mengajar (KBM) pada bulan Juli mendatang. Nadiem menjelaskan keputusan pembukaan sekolah bergantung pada tim Gugus Tugas COvid-19 di daerah masing-masing. Kabarnya keputusan akhir tentang bagaimana pembelajaran sekolah di seluruh Indonesia akan disampaikan pada pekan-pekan ini.

Selama masa pendemi COVID-19 ini, sejak tanggal 9 Maret 2020 kementerian pendidikan dan kebudayaan memberlakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) di seluruh indonesia. Namun, pelaksanaan PJJ "mendadak" tersebut banyak dikeluhkan oleh siswa dan orang tua. Dalam survey yang dilakukan oleh KPAI kebanyakan siswa mengeluhkan pelaksanaan PJJ selama ini. Mulai dari masalah kuota, peralatan belajar yang tidak memadahi, interaksi guru yang kurang, tugas yang banyak dengan waktu terbatas, hingga masalah kesehatan seperti kelelahan dan mata sakit akibat terlalu lama di depan HP atau PC (komputer). 

ilustrasi PJJ Foto : Ricardo/JPNN.com
ilustrasi PJJ Foto : Ricardo/JPNN.com

Blended Learning

Yang jadi pertanyaan berikutnya, apakah nanti pelaksanaan PJJ akan kembali dilanjutkan? Apakah sudah ada solusi atas keluhan-keluhan yang dikemukakan siswa dan orang tua? Beberapa praktisi pendidikan mengatakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah "Blended Learning". 

Apa itu Blended Learning? Menurut Watson dan Murin[1], Blended Learning adalah  "Suatu program pendidikan formal dimana seorang siswa menerima sebagian pembelajaran lewat pembelajaran daring yang kendali terhadap waktu, tempat, pilihan materi, kecepatan belajar ada di tangan siswa dan sebagian pembelajaran lagi merupakan pembelajaran terbimbing di luar rumah, dan modalitas pembelajaran siswa tersebut saling terhubung sehingga siswa mendapatkan pengalaman belajar yang terintegrasi". Jadi, Blended Learning merupakan suatu program pembelajaran yang memadukan pembelajaran daring dan pembelajaran terbimbing (tatap muka). 

Blended Learning bukanlah hal baru di dunia Pendidikan . Di berbagai tempat di belahan dunia program Blended Learning sudah banyak dilakukan di sekolah-sekolah dengan berbagai macam model. Menurut Michael B. Horn and Heather Staker[2] dalam bukunya Blended: Using Disruptive Innovation to Improve Schools pelaksanaan Blended Learning di berbagai tempat di dunia bisa dibagi menjadi empat model  :

1.Rotation Model
Dalam Rotation Model, pembelajaran yang dilakukan siswa berotasi antar modalitas pembelajaran yang salah satunya merupakan pembelajaran daring dalam suatu jadwal tertentu atau berdasarkan petunjuk guru. Dalam penerapannya Rotation Model ini terbagi lagi dalam 4 tipe :

a. Station Rotation : dalam model ini pembelajaran siswa berotasi antar modalitas pembelajaran di dalam suatu ruang kelas atau beberapa ruang kelas

Gambar : christenseninstitute.org
Gambar : christenseninstitute.org

b. Lab Rotation : model ini mirip dengan Station Rotation namun dalam model ini modalitas pembelajaran dilaksanakan di dalam ruang kelas dan di lab computer

Gambar : christenseninstitute.org
Gambar : christenseninstitute.org
c. Flipped Classroom : di dalam model ini siswa mengikuti pembelajaran daring di luar kelas degan konten-konten yang telah disiapkan dan mengikuti pembelajaran di sekolah untuk pertemuan tatap muka, latihan terbimbing dan atau mengerjakan proyek.

Gambar : Christineinstitute.org
Gambar : Christineinstitute.org
d. Individual Rotation : di dalam model ini setiap individu siswa berotasi antar modalitas pembelajaran dengan jadwalnya masing-masing (memiliki daftar tayang yang spesifik per individu) dimana jadwal tersebut ditentukan oleh pengajar atau sistem.

2. Flex Model
Dalam Flex model siswa memegang kendali penuh dalam pembelajarannya. Siswa berpindah dari satu modalitas pembelajaran ke modalitas pembelajaran lain dalam jadwal fleksibel yang disesuaikan oleh masing-masing individu. Pendampingan pengajar secara tatap muka dilakukan sebatas yang diperlukan, pendampingan tersebut dapat berupa pengajaran dalam kelompok kecil, proyek kelompok, ataupun bimbingan pribadi.

Gambar : Christineinstitute.org
Gambar : Christineinstitute.org

3. A La Carte Model
Dalam model ini siswa mengikuti suatu pembelajaran yang sepenuhnya daring dan juga pembelajaran tatap muka di pusat pembelajaran atau sekolah. Pendampingan pembelajaran tidak hanya terjadi ketika tatap muka, namun juga ketika pembelajaran daring.

Gambar : Christineinstitute.org
Gambar : Christineinstitute.org

4. Remote model atau enriched Virtual (Virtual yang diperkaya)
Dalam model ini siswa melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah dan pembelajaran secara daring di rumah (luar sekolah). Pembelajaran tatap muka terjadi sesuai dengan keinginan siswa (biasanya sangat jarang) dan pembelajaran daring dilakukan untuk penyelesaian pembelajaran melengkapi pertemuan tatap muka

diagram-web-enriched-virtualat2x-5ede745c097f361e3f2c2ef2.png
diagram-web-enriched-virtualat2x-5ede745c097f361e3f2c2ef2.png
Blended Learning di Indonesia

Itulah empat model (atau mungkin bisa dikatakan tujuh model) Blended Learning yang diterapkan di seluruh dunia. Bagaimana dengan Indonesia? Dengan masih banyaknya daerah di seluruh Indonesia yang masuk ke dalam zona merah, pembukaan penuh sekolah sepertinya tidak mungkin dilakukan dalam waktu dekat, terutama ketika vaksin yang dipercaya bisa menjadi solusi pandemi ini masih belum ada. Di sisi lain kebutuhan akan keberlangsungan pendidikan untuk anak-anak yang akan menjadi masa depan bangsa ini juga tetap ada. 

Proses pendidikan dengan pembelajaran jarak jauh secara penuh yang selama ini telah dilakukan tidak bisa dijadikan solusi untuk masalah itu. Disinilah konsep pendidikan secara Blended Learning dibutuhkan. Blended Learning memadukan pembelajaran daring dan pembelajaran tatap muka. Mari kita coba gambarkan beberapa skenario pembelajaran sekolah yang mungkin dilakukan. 

Di beberapa tempat mungkin anak-anak sudah bisa masuk sekolah untuk melakukan tatap muka, tapi dengan masih adanya pandemi, pertemuan tatap muka itu pasti terbatas. Sedangkan di tempat lain, pertemuan tatap muka di sekolah masih tidak bisa dilakukan, untuk itu para guru bisa melakukan pertemuan tatap muka virtual, baik itu dengan aplikasi video konferensi atau dengan menggunakan aplikasi chat berkelompok untuk membentuk kelas-kelas virtual. 

Namun, sekali lagi "tatap muka" virtual itupun terbatas. Dengan program pembelajaran Blended Learning keterbatasan pengalaman belajar siswa tadi dapat ditambah. Sebenarnya selama pandemi ini mungkin sebagian daerah di Indonesia telah melaksanakan Blended Learning. Pembelajaran lewat televisi (TVRI) bisa dikatakan sebagai pembelajaran daring jika pembelajaran tersebut dikombinasikan dengan pembelajaran tatap muka (melalui aplikasi video konferensi atau kelas virtual lainnya), program pembelajaran tersebut sudah menjadi Blended Learning. 

Akan tetapi, proporsi pembelajaran daring lewat televisi yang sangat terbatas membuat pembelajaran Blended Learning tersebut jauh dari kata sempurna, selain itu siswa juga tidak punya kuasa untuk memilih kapan dia belajar atau apa yang ingin dipelajari. Untuk bisa menyelesaikan permasalahan pendidikan pada masa pandemi ini, kita tidak bisa bergantung pada pemerintah pusat. Jika kita ingin menerapkan program Blended Learning untuk anak-anak kita, kerjasama antara guru dan orang tua yang justru bisa memiliki peran yang lebih besar. 

Misalnya, selain pembelajaran lewat televisi para guru bisa memberikan arahan pada siswanya untuk menonton video-video pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Video-video tersebut bisa dibuat oleh guru itu sendiri sebelumnya ataupun guru memberikan link video yang berasal dari internet. Bisa juga para guru hanya memberikan judul materinya saja, nanti siswa dibebaskan mencari videonya sendiri dari aplikasi-aplikasi yang ada di telepon genggam. 

Disinilah peran orang tua untuk memastikan pembelajaran daring yang berasal dari arahan guru tersebut bisa terlaksana. Jadi alih-alih guru memberikan tugas-tugas yang sangat banyak dalam bentuk mengerjakan soal, guru bisa memberikan tugas berupa menonton video-video pembelajaran. 

Dalam penugasan tersebut siswa diminta membuat ringkasan materi, dsb. Dengan begitu pengalaman belajar para siswapun bertambah tidak hanya dari pertemuan tatap muka (baik langsung atau lewat media lain) yang sangat terbatas. Bagaimana dengan pemerintah pusat? Peran pemerintah pusat bisa lebih ke arah supporting systemnya. 

Memastikan kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan seluruh perangkat sekolah. Membantu siswa-siswa yang memiliki kesulitan ekonomi dalam menghadapi pola pembelajaran baru, memberikan solusi agara akses internet guru dan siswa bisa terus berlangsung, dsb. Di sisi itulah kontribusi pemerintah pusat bisa lebih nyata. 

Terakhir sebagai penutup penulis berharap pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat memberikan solusi terbaik untuk siswa dan orang tua siswa yang sekolah pada tahun ini. Kesehatan dan keselamatan rakyat indonesia mestinya lebih dikedepankan dibandingkan dengan masalah ketuntasan kurikulum. Namun, bukan berarti pemerintah dapat meninggalkan kewajibannya untuk memberikan pendidikan kepada rakyatnnya. Mari kita semua berdoa agar pandemi ini cepat berakhir.  

[1] Watson J., Murin A. A History of K-12 Online and Blended Instruction in the United States. Handbook of Research on K-12 Online and Blended Learning. N.P., ETC Press Publ., 2014, pp. 1–24.

[2] Michael B. Horn and Heather Staker, Blended: Using Disruptive Innovation to Improve Schools (San Francisco: Jossey-Bass, 2014).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun