Coklat, setangkai bunga, kartu berisi untaian kata cinta, hingga pernik-pernik berlambang hati merah jambu.. apa yang kemudian dapat anda pikirkan dengan benda-benda penuh romantika tersebut ??? Valentine, yupe kamu benar, benda-benda istimewa itu memang tumpah ruah ditoko-toko hingga mall besar saat menjelang 14 Februari. Nilai-nilai kasih sayang yang terkandung didalam benda-benda tersebut konon menjadi elemen penting dalam menyambut hari yang beken disebut hari Valentine. Sebagian orang yang percaya, merayakannya penuh sukacita dengan hal-hal indah tentang mengungkapkan cinta, sebagian lagi menganggap hari tersebut hari biasa saja bahkan sebagian lagi menganggap haram, dari sekian banyaknya pro dan kontra tentang hari cinta tersebut, saya mengutip pelajaran kecil dari mulut pasangan kontroversial Yuni Shara dan Ravi Ahmad, yang tegas mengatakan “ Bagi kami hari kasih sayang bukan hanya di 14 Februari, setiap hari kami dipenuhi rasa cinta dan kasih sayang.” Hmm, cie cie, setuju kawan-kawan ?? :)
Lah, terus apa hubungannya dengan Kakigatel ?? Jelas ada dong :) Berhubung virus travelling on weekend lagi gencar-gencarnya, sejak jauh hari kami sepakat untuk mengadakan perjalanan kecil. Wah, kalo sudah bicara soal travelling, pasti urusan valentine jadi nomor dua. Beruntung, Valentine tahun ini jatuh dipenghujung weekend kedua dibulan februari, statusnya jadi long weekend karena bertepatan dengan tanggal merah (Maulid Nabi Muhammad) dua hari setelahnya, jadi bisa sepuasnya menikmati liburan dengan suasana Valentine. Kalau diberikan pilihan, tempat indah mana yang akan kamu pilih untuk menyambut atmosfir cinta hari itu?? Gak jauh-jauh dari restoran romantis di Jakarta ya.. OMG, gak banget buat kami, hahahah. Hmm, kali ini Kakigatel dkk akan mengajak kalian untuk sedikit ekstrim menjelajah. Melanjutkan perjalanan wisata Jawa Timur, Kakigatel sepakat untuk menjelajah ke wilayah Malang Selatan, Pulau Sempu, yah pulau yang terkenal dengan pesona danau Segara Anakan nya yang indah, mirip-mirip Phi-Phi Island dimana moviestar Leonardo Dicaprio berlaga dalam film The Beach nya.
Jauh, yah lumayan jauh lah, untuk mengaksesnya, dari Jakarta kami harus meluncuri rel kereta sepanjang malam menuju Malang. Lalu masih naik transportasi lokal lainnya menuju Sendang Biru, poin terdekat menuju pulau tersebut. Belum lagi kalian harus trekking menembus lumpur dan tanah karang selama beberapa jam untuk sampai ke tempat indah tersebut. Hmm, gimana ? Valentine-Velentine Trekking ke Sempu ? Ohh, siapa takuut ? Begitulah kira-kira sebagian komentaris para Facebooker saat saya meluncurkan status “ On Valentine Adventure in Sempu Island”. :D
Kereta Tanpa Duduk Menurut rencana, ada 5 orang lainnya yang akan ikut dalam trip Sempu kali ini, jadi total ada 7 orang, dua orang lagi masih tentative, 1 bule Cancel. Mengingat ada keperluan bisnis dan pekerjaan, 2 orang diantara kami sudah terlebih dahulu tiba di Malang sehari sebelumnya, kami sepakat untuk bertemu di Malang sebelum memulai perjalanan ke Sempu.
Siang itu, Jakarta masih memancarkan terik yang sangat, 4 orang yang confirm untuk perjalanan menuju Malang hari itu sepakat berkumpul di Stasiun Senen. Setelah sehari sebelumnya dengan berbagai pertimabangan, mencari jadwal kereta bisnis di website PJKA gak dapet-dapet, akhirnya kami memilih membeli tiket kereta api ekonomi on the spot saja. Dari bilangan Pejaten, Pasar Minggu, saya meluncur ke arah Stasiun Gondangdia lalu dilanjutkan naik bajaj ke Stasiun Senen. Sebenarnya, transportasi backpackeran to the max bisa saja kami lakukan, untuk mengakses Senen dari Pasar Minggu baru memang agak ribet, harus transit ke stasiun Kota terlebih dahulu, lalu lanjut ganti kereta api yang menuju Senen, super irit sih sebenarnya, ongkos kereta ekonomi lokal Jakarta cuma 1000 Rupiah. Sayang, kami tak punya banyak waktu untuk berganti kereta di Stasiun Kota, mengingat hari sudah menunjukan pukul satu siang, sedangkan menurut jadwal, kereta api ke Malang meluncur tepat pukul 3 sore, kami sudah harus ada di stasiun satu setengah jam sebelumnya untuk beli tiket.
Arghhh, dengan wajah tertekuk 10 kali lipat saya mulai misuh-misuh to the max saat mengetahui kereta ekonomi Matarmaja yang akan membawa saya ke Malang sudah memajang pengumuman “Tempat duduk sudah penuh, maaf atas ketidaknyamanan tersebut” (OMG saya masih ingat betul kata-kata menyebalkan yang tertulis di papan kecil loket itu). Gimana gak bete setengah mati coba, pasalnya kereta Matarmaja Jakarta Malang yang terkenal dengan full to the max nya itu saja sudah buat tulang dan urat badan saya jungkir balik saat trip kami sebelumnya, padahal saat itu saya masih kebagian nomor tempat duduk, bisa dibayangkan gimana kalo gak dapet tempat duduk. *Sigh
Gak ada pilihan lain, kereta bisnis sudah sold out, bus malam juga harganya mahal setara dengan kereta eksekutif, apalagi buat saya yang phobia dengan bus malam, yang terlanjur memiliki image ugal-ugalan, ohhh segera saja saya keluarkan bendera putih tanda menyerah alias “emoh”. Setelah mengantri cukup panjang, akhirnya tiket “tanpa duduk” itu kemudian mulus kami dapatkan di loket dengan harga 51.000 Rupiah perorang. Harghhh, saya bahkan masih celingak celingukan mencari calo yang mau menawarkan tiketnya, saking jiper nya kelelahan berdiri 18 jam. Gak cuma itu, saya masih muter-muter ngerayu petugas Restorasi untuk memberikan tempat duduk di kabinnya dengan uang lebihan, sayang kabin-kabin di ruang Restorasi juga sudah full. Yasudah lah, dengan menghela nafas panjang saya duduk sembarangan dikursi tegak 90 derajat itu di gerbong 3, dengan harapan tempat yang saya duduki adalah tempat duduk yang dibeli para calo dan gak laku, dengan demikian saya bisa duduk nyaman. Halllah, kayak pungguk merindukan bulan ternyata, gak lama si mpunya tiket duduk tersebut datang dan membuat saya patah arang mencari kursi mana lagi yang kosong. Masih dengan cuek, saya duduk di kursi lainnya yang masih kosong, wajah tegang saya berdesir setiap kereta berhenti distasiun berikutnya. Ah benar saja akhirnya mas-mas dan mbak-mbak jutek si mpunya kursi datang, untungnya doi masih memberikan saya space kecil untuk duduk ditengah, (meski dengan muka ditekuk) hahaha..
Lepas dari saya yang masih desak-desakan, nasib 3 teman saya lainnya entah bagaimana, Arta masih pasrah berdiri dekat saya, sedang Vita dan Dado sudah raib berkelana digerbong selanjutnya. Miris banget, tapi yah begitulah perjuangan sebagai backpacker to the max, heheheh. Baru setelah melewati Cirebon-Tegal, si tukang foto yang punya kaki super gatel ini akhirnya dapat duduk. Bosan berdesak-desakan, saya menyusul Arta mengisi space kosong didepannya. Hummmhhuahhh, akhirnya sedikit bisa meremin mata. :)
WARUNG POJOK (Wisata Kuliner part 1) Setelah merem melek alias tidur ayam, belok kanan kiri di kursi tegak semaleman, kereta mulai lengang dengan penumpang ketika tiba di Kediri pukul 5 pagi. Baru di pukul 9 tepat, kereta kami tiba di Stasiun Kota Baru Malang, penjajak makanan dikereta pun mengobral 70 % barang dagangannya menjelang akhir perjalanan. Stasiun Malang pagi itu masih terus bergejolak, menyambut kedatangan dan kepergian para pengunjungnya. Begitu juga perut kami yang makin bergejolak meminta jatah, akhirnya sesuai rekomendasi teman kami, kami singgah di Warung Pojok. Warung yang terletak di 100 meter seberang stasiun itu menawarkan menu khas Malang, Rujak Cingur yang terkenal dengan potongan hidung sapi nya, ada pula rawon, bahkan lontong cap gomeh juga ada. Konon warung ini laris dikunjungi peminat kuliner karena citarasanya yang enak dan khas, harga juga murah. Bicara soal wisata kuliner khas Malang, kota yang terkenal dengan Apel dan basis Pelajar ini, memiliki ragam kuliner yang menarik, bakso adalah salah satu kuliner favorit di Malang. Toko Oen dengan es krim kuno nya, Rawon Rampai, depot Gang Djankrik dan masih banyak lagi. Setelah urusan perut selesai, kami mulai memanggul lagi backpack kami ke tujuan selanjutnya.
Tak seperti perjalanan lainnya yang langsung menuju Sempu, kami sepakat untuk menginap di Malang sehari ini. Soal akomodasi, beruntung kami memiliki jaringan silahturahmi seperti Couchsurfing. Salah satu membernya yang tinggal di Jakarta, Ailsa, punya orangtua yang tinggal di Malang, dengan baiknya doi mempersilahkan kami menginap di rumahnya, tentu dengan izin ibunda tercinta nya. Dari bilangan stasiun, kami menukik ke alamat yang dituju dengan angkotan yang disarankan. “ Ke Tata Surya yah mas ee” seru Vita dengan logat Jawa-nya. Whuzzhh whuzhhh ngiiiikkk, secepat kilat mas supir bertato itu menancap gas menyusuri jalan demi jalan kota Malang, dengan pantekan harga 2500 perorang. Gak sampai setengah jam kami tiba di gapura besar bertuliskan Tata Surya, letaknya dekat dengan UNISMA.
Dengan bekal surat cinta singkat dari Ailsa, akhirnya kami tiba di rumah yang bersanding dengan anggunnya sebuah masjid besar di komplek tersebut. OMG, seorang wanita baya yang masing cantik-tik menyambut kami dengan senyumnya yang kayak Diana Princes, hehehh. Sumpah, emang mirip sama Ailsa, tapi cantikan ibu nya kemana-mana, hahahah. Bicara cantik, hal kecil yang dianggap besar oleh para wanita itu sih relatif, cantik perilaku adalah hal terpenting yang harus dimiliki, rite??, Nah kalo soal cantik budi, kakak yang memiliki adik laki-laki satu-satunya itu memang seorang kakak yang baik budi, belum ada satu jam kami rebahan di lantai marmer yang super dingin itu, sang bunda sudah dengan akrabnya bercerita kisah perjuangan hidupnya, sarat dengan mentality kemandirian yang akhirnya mendarah daging pada anak-anaknya tersebut. Ah, diruangan yang penuh dengan karya rajutan sang bunda Ail, kami menikmati istirahat yang nyaman, sambil sesekali bersenda gurau, dan tak lama rumah itupun makin ramai dengan kedatangan 3 teman kami lagi. Ditengah-tengah keriuhan canda tawa mereka, saya menitikkan air mata ketika mengetahui romantika sinetron yang benar-benar terjadi pada keluarga ini. Disebongkah kursi kayu itu, sang Bunda dengan tegarnya memaparkan isi hatinya, ketika mempersiapkan diri menjelang ditinggalkan sang suami menghadap Illahi karena suatu penyakit,mirisnya, dalam situasi saat anak-anak masih balita, hmmm jadi ingat nasib Angelina Sondakh yang baru-baru ini juga ditinggalkan Adjie Massaid dengan mewariskan Keanu yang masih berumur hitungan bulan. Tapi bukan itu yang terpenting katanya, “hidup hanya lintasan, segala sesuatunya sudah ditetapkan. Dan kematian, semua akan melewatinya, hanya tinggal menunggu giliran, jadi jalani saja dengan ikhlas” begitulah sekelumit mini philosofi yang diucapkan sang Bunda. Ah bunda, kau membuat perjalanan ini kian berarti. Terimakasih bunda Ails.. :) *big hugs from us
Untuk mengikuti cerita selengkapnya, ikuti disini http://www.kakigatel.com/valentine-adventure-di-pulau-sempu/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H