[caption id="attachment_198787" align="aligncenter" width="300" caption="Bintang di Puncak Papandayan (Foto By Niken Andriani)"][/caption] WAKTU tak pernah aku bisa menghentikan waktu walau sejenak detik perdetik selalu gamang yang tak kusuka dan waktu, tak kan berlalu sampai terputus denganku kala akhirat mengurai sejarah seorang demi seorang mengerikan sekali PESONA tak bisa kubedakan sahih tiap pesona ketika yang kusuka kutasbihkan sampai meluap nanti kebosanan karena bukan yang dicari dan aku membusuk karenanya apa yang memesona tak sejatinya kesenangan setelah mencampakkan diri "terlalu bodoh kau membuat nyaman diri, tapi menghancurkan hati!" lalu di mana ingin dan jangan menempatkan diri? SENJA soal senja, selalu kubayang indah mentari tenggelam; megah emas kekuningan horison pantai berkilat membias cahaya sampai aku enggan meninggalkannya lalu yang lebih indah, Dia memanggil senjaku besok, masih tetapkah begini? dalam derai luka aku ingin pulang dalam dekap sayang, senyum manis, dan selarik doa orang-orang tercinta BINTANG merona putih dalam bias suci benderang gemintang selalu kusuka berdiri, duduk, berbaring... lelap dalam bintang, gemuruh suara Tuhan yang kudengar aku mengangkasa menjadi tiada di sini DAN dan... mengapa selalu menyambung kata sementara ketetapan telah final "Hei, itu aturan. Kenapa kau tambah-tambah?" aku pembangkang yang tak baik JEJAK ah, jangan suruh aku mengingat jejak apalagi mencarinya malu sekali, meski tetap saja jejak itu berdarah-darah hingga kini dan sampai kapan? (jangan tertawa, ini serius!) CAHAYA aku selalu optimis dengan kata ini meski cahaya inginku berlari aku hanya tertatih ampuni hamba HARAPAN menakjubkan harapan selalu membuataku suka dalam luka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H